Showing posts with label daily life. Show all posts
Showing posts with label daily life. Show all posts

Monday, February 10, 2014

Nasib Pejalan Kaki

0

Tidak terasa hampir satu tahun, saya kembali tinggal di ibu kota. bergelut dengan kemacetan dan akhir-akhir ini adalah banjir, sungguh sangat tidak bersahabat. saya tidak sedang menggerutu tentang banyaknya mobil di kota ini atau curah hujan yang tinggi, saya hanya ingin berbagi cerita tentang saya yang menjadi pejalan kaki. 

Menjadi pejalan kaki di jakarta tidaklah mudah, penuh perjuangan. Bukan hanya karena asap kendaraan bermotor, namun juga karena hak pejalan kaki yang seringkali terampas. Sebut saja tentang trotoar, di banyak tempat trotoar ini telah beralih fungsi, dari menjadi tempat parkir kendaraan atau tempat berjualan para pedagang. Akibatnya, pejalan kaki kehilangan tempatnya, yang seharusnya dia dapat berjalan dengan tenang di tempat yang sudah disediakan menjadi berebutan dengan pemakai jalan yang lain. 

Salah satu hal yang paling tidak menyenangkan adalah ketika menyeberangi jalan menggunakan zebra cross. Entah para pemakai jalan tidak memiliki sim atau tidak melihat adanya zebra cross, mereka menghentikan kendaraannya tepat di zebra cross atau bahkan melebihinya. sekali lagi perampasan hal pejalan kaki. tidak hanya itu saja, seringkali saya berteriak, karena beberapa pemakai jalan masih memacu kendaraannya ketika traffic lights berwarna merah. saya yakin, sebagian besar pengendara kendaraan itu adalah orang pintar yang memiliki ijazah paling tidak SMU, namun ternyata pemahaman berlalu lintasnya masih rendah. entah bagaimana mereka mendapatkan SIM. 

pernah juga suatu ketika, sehabis hujan kala itu dan saya berjalan di trotoar, sebuah mobil dengan kejamnya memacu kecepatan ketika melintasi jalan, termasuk dengan genangan. alhasil basahlah saya dengan cipratan air tersebut.

sungguh saya merindukan bagaimana dihargainya pejalan kaki, bukan hanya dari trotoar yang bebas hambatan, tetapi juga saling menghargai antara pemakai jalan.  

Sunday, January 22, 2012

Merindukan Ruang Publik yang Aman bagi Perempuan (dan Anak)

0

Miris hati saya, ketika pagi ini membaca sebuah tulisan "Mahasiswi Diperkosa Lima Pemuda di Angkot." Ini mengingatkan saya pada status mbak Mariana Amiruddin di FB beberapa hari yang lalu,
"Seorang ibu menunggu angkot di pinggir kota sendirian. Datanglah angkot kosong gelap. Saya panik, langsung saya beri tumpangan. Kebetulan satu tujuan. Lalu kami berdua diskusi soal perkosaan di angkot dan situasi kota yg memburuk."
Saya menjadi bertanya, apakah mimpi tentang ruang publik yang aman bagi perempuan (dan anak) masih jadi mimpi belaka di negeri ini? Beberapa waktu yang lalu ketika bertemu dengan kelompok perempuan di Turku (red: Finlandia), mereka bertanya apa yang membedakan hidup di Indonesia dengan di Turku dari perspektif saya yang perempuan. Agak sulit menjawabnya, ada beberapa hal yang membuat saya turn green with envy dengan keadaan di sini. Salah satunya adalah rasa aman, meski malam atau dini hari saya masih berada di jalan yang sepi dan gelap, sendirian; namun saya merasa aman. Tidak ada street harassment yang biasa saya dapati atau saksikan di Indonesia, entah itu komentar dari sekelompok orang (laki-laki) atau siulan. Hal yang sama saya rasakan ketika berada di Thailand, meski tentu saja kadar rasa amannya tidak setinggi di sini. 

 Saya kemudian bertanya, akankah ketika kembali nanti ke negeri tercinta ruang publik sudah menjadi tempat yang aman bagi perempuan. Ketika berbicara tentang ruang publik dan rasa aman, kemudian saya teringat dengan pernyataan seorang tokoh yang menyalahkan busana yang dipakai perempuan. Ah.. kembali perempuan menjadi yang paling bertanggungjawab atas urusan moral. Tubuh perempuan disalahkan dan bagaimana perempuan berbusana menjadi hal yang dituding sebagai penyebab ketidakamanan pada perempuan. Permasalahannya apakah pada perempuan dan busana yang dikenakannya atau pada cara pandang yang menjadikan perempuan sebagai objek? Ketika masyarakat saling menghormati dan menghargai satu sama lain, tidak memandang pihak yang lain sebagai objek, ruang publik yang aman bagi perempuan (dan anak) bahkan bagi siapa pun tentu saja bukan impian belaka. ----

Monday, August 22, 2011

Welcome to the Country of Thousand Lakes

0

Perjalanan dari Bangkok ke Helsinki kurang lebih memakan waktu 10 jam. Penerbangan dengan maskapai dari negara asal pembalap Kimi Raikonen cukup menyenangkan, mereka menyediakan fasilitas entertainment, sayangnya film yang tersedia tidak cukup menarik bagi saya dan saya lebih memilih untuk tidur karena beberapa hari yang lalu saya tidak cukup tidur dan seperti biasa, penyakit saya mengantuk setiap berada di kendaraan selalu muncul. Makanan yang disediakan cukup berlimpah meski tidak bisa dibilang enak, standar saja. 

Saya berangkat bersama teman satu kampus saya asal Vietnam, Ha. Sebelumnya saya sempat deg-degan juga, dengan barang bawaan saya dan ternyata kekhawatiran saya terbukti bagasi saya overweight (nggak tanggung-tanggung 7 kg). Untungnya petugasnya hanya memperingati saya agar pada saat perjalanan pulang saya hati-hati agar tidak overweight lagi. Sedikit tips untuk mensiasati barang bawaan, datang lebih cepat untuk check in, karena biasanya semakin awal kita check in kemungkinan diperbolehkan jika bagasi kita overweight lebih besar. 

Sampai di Helsinki sekitar pukul 6 dan perjalanan belum berakhir karena masih harus menunggu penerbangan ke Turku yang artinya saya harus menunggu sekitar 6 jam. Bandara Helsinki tidak terlalu besar dan tidak banyak fasilitas gratis yang bisa dimanfaatkan hanya ada wi fi yang bisa saya akses dari hp saya. Dan saya pun duduk dan tiduran di kursi yang disediakan untuk menunggu. Bandaranya tidak terlalu ramai dan tidak banyak hal menarik untuk dilihat jadi waktu saya benar-benar habis untuk tiduran dan internetan sekedar chat via YM atau Facebook. Helsinki - Turku ditempuh dalam waktu 1 jam. Pesawat ke Turku cukup kecil dan anehnya di tiket tidak tertera nomor tempat duduk. Ketika saya tanyakan pada pramugari, saya bisa memilih tempat duduk manapun yang saya suka, karena tidak ada nomor tempat duduk. 

Begitu tiba di bandara Turku, I got surprise. Ya, bandaranya kecil dan lengang. Sesampainya di badara Turku, Heli (tutor Ha) sudah ada di sana dan kami (saya dan Wanna) masih harus menunggu Nina, tutor kami yang datang tak lama kemudian. Kami pun segera menuju apartemen kami, yang memakan waktu kira-kira 20 menit. Kesan pertama yang saya dapatkan jalannya cukup lengang tidak ada kemacetan sama sekali dan kotanya cukup kecil (jauh berbeda dengan Bangkok atau Jakarta). 

 This is My Apartment 
Apartemen tempat saya tinggal, Kuunsilta berada di Ritzinkuja dan letaknya berdekatan dengan apartemen lain yaitu Pilvilina dan Haliskyla. Kurang lebih 5 menit berjalan kaki, ada Supermarket, Hesburger (Finnish burger), Pizzeria & Kebab, Penyewaan DVD dan ATM. Letaknya tidak jauh juga dari Kampus (15 menit bersepeda dan 45 menit berjalan kaki). Saya memiliki 2 orang flatmate dan kami berbagi dapur, bathroom dan toilet. Lebih bagus daripada dormitory saya di AIT dan kamarnya pun lebih luas. Internet super duper cepat, ini bagian yang saya suka.

Saturday, April 30, 2011

Eropa Boi ....

3

Rasanya masih mimpi saja, ketika mendapatkan email ini. Eropa.. akankah saya kesana? Last week I got email from Maheva committee selection:
Dear applicant, You have applied for a MAHEVA scholarship under the ERASMUS MUNDUS Action 2 project, to study in one of MAHEVA European partner Universities in 2011/12 Academic Year. After examination of your application file, the MAHEVA Selection Committee has the pleasure to inform you that your candidature has been accepted within the frame of a MAHEVA mobility at University of Turku.

 

OUR SINCERE CONGRATULATIONS! HOST UNIVERSITY: University of Turku TYPE OF MOBILITY: MASTER DURATION OF THE MOBILITY: 10 MONTHS MONTHLY SUBSISTENCE ALLOWANCE: xxxx euros
Finland... Scandinavian country.... please tell me that this is not a dream Wish everything going well, finger crossed

Monday, March 28, 2011

sebuah cerita dari Nakhon Nayok

0

3 hari, saya dan teman-teman saya akhirnya berkesempatan melakukan field trip. Lokasi tujuan field trip adalah Pak Phli District di Nakhon Nayok Province. Daerah ini tidak jauh dari AIT, bisa ditempuh dalam waktu 1,5 jam dengan menggunakan van. Ada kerinduan berada di lapangan, bercerita dengan masyarakat, belajar dari mereka. 

Namun di sini tentu saja tidak semudah yang dibayangkan. Bagaimana tidak? Kendala bahasa menjadi tantangan terbesar dan mempersulit pendekatan dengan mereka. Membandingkan dengan negeri tercinta, tentu saja di sini keadaannya jauh lebih baik. Meski salah seorang petinggi negara mengajukan excuse tentang masih belum baiknya pelayanan publik di Indonesia karena wilayah yang luas dan penduduk yang banyak. Jika dibandingkan dengan Thailand, tentu saja Indonesia jauh lebih luas dan lebih banyak penduduknya. Namun tentu saja itu bukan menjadi alasan untuk tidak memenuhi hak-hak warga negara. Dari sisi kesehatan, semuanya gratis. Termasuk alat kontrasepsi, menjadi teringat perbincangan saya dengan kawan-kawan perempuan saya tentang alat kontrasepsi. Ketika mereka akan menggunakan alat kontrasepsi, bukan sejarah kesehatannya yang ditanyakan, namun mau alat kontrasepsi dengan harga berapa. Ironis, negara berusaha mengatur laju pertumbuhan penduduk, namun di sisi lain menjadikan perempuan tidak lebih dari objek. Jika di Indonesia pendidikan masih belum gratis, atau kalaupun gratis masih ada pungutan-pungutan lain. Tidak demikian halnya di sini. Pendidikan gratis hingga SMU dan negara juga memberikan bantuan untuk seragam dan buku, jadi pendidikan benar-benar gratis. Tidak hanya itu saja, di sebuah sekolah yang saya kunjungi bahkan jika ada kasus siswi yang hamil, setelah melahirkan dia bisa kembali ke sekolah. Ada pula uang pensiun bagi mereka yang berumur 60 tahun, meski jumlahnya tidak banyak (500 THB/ bulan atau sekitar 150.000/bulan) namun tentu saja lebih baik dari pada tidak ada. Bagi para difabel juga mendapatkan tunjangan tiap bulannya. Jika di suatu daerah membutuhkan day care service, daerah tersebut dapat mengajukan permohonan ke pemrintah. Menjadi termenung dengan keadaan negeri saya yang tercinta, kapan bisa benar-benar memberikan kesejahteraan bagi rakyat. Rasanya banyak orang kaya di negeri ini, bisa dilihat tentu saja dari perputaran uang yang terjadi, atau mall yang tak pernah miskin pembeli. Kemana larinya pajak-pajak itu?

Sunday, November 28, 2010

ria dan kratongnya

0

Hmm... karena ujian dan tentu saja assignment, belum sempat update blog ini lagi. Is it an excuse? Because actually tomorrow I have an exam. Wish me luck ya.. Seminggu yang lalu, adalah loy kratong festival (lebih lengkapnya klik di sini). Penasaran juga saya dengan festival ini, setelah nyasar sampai ke lokasi Taladnat, akhirnya kami (saya dan teman2) sampai ke lokasi (yang sebenarnya nggak jauh dan kalau mau juga bisa jalan kaki). Nggak mau ketinggalan dengan orang lain, saya membeli kratong di sana. Tentu saja, pilihan dijatuhkan pada kratong yang paling murah (hehehe, prinsip ekonomi berjalan..). Dengan harga 20 bath, kratong tersebut menjadi milik saya. Kratong saya terbuat dari batang pisang (jadi penasaran berapa ratus batang pisang yang dipakai ketika festival ini berlangsung). Selanjutnya batang pisang tersebut ditutup dengan daun pisang, dan dihias dengan bunga-bungaan. Di dalamnya terdapat 3 buah dupa, 1 lilin kecil dan kembang api. It's beautiful.. Sebagaimana ritual orang Thai, saya pun melayarkan kratong saya ke danau. Good bye my kratong... Dan tentu saja sebelumnya 'make a wish' (yang ini tentu saja kepada Tuhan). Hmm, semoga saya bisa bisa melewati hari-hari saya di sini dengan baik, mendapatkan nilai yang bagus di ujian saya dan meninggalkan hal-hal yang buruk. Loy kratong saya ikut 'menyampah' di danau tersebut. Namun saya senang, dia bisa berlayar dan lilin padam hingga titik darah penghabisan.

Thursday, October 07, 2010

ketika perempuan bersama

0

picture: google images 

Sudah lebih dari dua bulan ini saya berada di salah satu perguruan tinggi di negeri Gajah Putih untuk menimba ilmu. Di sini saya bertemu dengan banyak orang dengan berbagai macam etnis, kebangsaan dan budaya. Demikian halnya dengan mahasiswa Indonesia yang belajar di sini, berasal dari berbagai macam latar belakang, baik itu suku, profesi atau agama. Terasa sekali pluralitas di sini, tidak salah jika kemudian kampus ini mengusung slogan multinational community. Berbicara tentang pluralitas, menjadi teringat perbincangan dengan teman saya. Mereka terkejut ketika saya menceritakan bahwa Indonesia terdiri dari kurang lebih 17.000 pulau, dengan berbagai suku dan memiliki lebih dari 300 bahasa lokal. Saya bangga dengan keragaman yang dimiliki Indonesia, dan di perantauan semangat nasionalisme itu menjadi semakin kuat. Keragaman tidak hanya menjadi milik suatu daerah atau negara, keragaman juga dimiliki perempuan. Mengapa secara spesifik saya membahas perempuan? Tentu saja bukan semata karena saya belajar Gender and Development, namun karena isu pluralisme (keberagaman) sangat dekat dengan isu perempuan. Melalui pluralisme, keragaman perempuan diakui dan melalui pluralisme, perempuan memperoleh hak-haknya karena kebenaran tidak hanya milik laki-laki, tetapi juga perempuan. Di kampus tempat saya menuntut ilmu, kami-perempuan, berasal dari negara yang berbeda, agama yang berbeda, budaya yang berbeda dan juga status sosial ekonomi yang berbeda, bahkan mungkin orientasi seksual yang berbeda. Namun secara biologis kami sama, perempuan, dan kami merasakan hal yang sama sebagai perempuan. Kami menolak dan menentang pelecehan seksual, dan bersama kami menyadari pula bahwa pelecehan seksual tidak hanya dialami perempuan saja, namun mayoritas korban adalah perempuan. Meskipun di sini menganut zero tolarance for sexual harassment, namun tidak lantas membuat pelecehan seksual raib. Pelecehan seksual masih saja terjadi, dan mungkin sebagaimana fenomena gunung es, karena rata-rata korban tidak mau menceritakan pengalamannya. Entah karena merasa malu, dan tidak ingin kasusnya tersebar luas atau tekanan dari pihak lain. Mendukung korban berbicara saja tidak cukup untuk melawan pelecehan seksual, karena yang lebih penting adalah mendukung budaya yang saling menghargai antara perempuan dan laki-laki, diantara laki-laki dan diantara perempuan. Tanpa adanya rasa saling menghargai, mustahil menciptakan lingkungan yang harmoni. Terlebih dengan adanya berbagai perbedaan. Inilah yang kemudian mendorong kami untuk memulai mengorganisasikan diri, membentuk wadah untuk berkumpul dan bercerita. Ketika perempuan bersama, dengan segala perbedaan yang dimiliki masing-masing individu kami merasa kuat dan bersemangat untuk mendukung dunia yang ramah perempuan, ramah anak dan ramah pada kelompok terpinggirkan lainnya. Mungkin ini sebuah awal dari perjuangan yang entah kapan akan selesainya, namun niat baik akan menuai hasil yang baik juga bukan? Semoga

Tuesday, August 10, 2010

welcome to land of smile

3

Akhirnya, keinginan saya untuk sekolah lagi tercapai sudah, meski bukan di tempat yang sangat saya harapkan [moi, je voudrais continuer mon etudie a sorbone, may be someday.. Amien]. 

Jum'at lalu surat sakti itu akhirnya datang juga, selalu saja on the last minute. Tapi kalo nggak gitu kayaknya nggak afdol kali ya [secara bikin orang sport jantung dulu]. Padahal visa sudah kelar dari minggu lalu. Untuk mengurus visa pendidikan ke land of smile: download visa form di sini kalau sudah diisi datang ke kedutaannya. Untuk permohonan visa diurus dari jam 09.00 - 15.00 WIB pengambilan visa dilayani 2 hari sesudahnya Pemrosesan visa pendidikan di sana nggak ribet, asal sudah mengantongi visa request dan certificate of admission, dijamin bakal lancar2 aja. Oya untuk mengurus visa pendidikan biaya sebesar USD 65. Akhirnya hari senin datang juga, saya memakai penerbangan Garuda pukul 09.40. Setelah sebelumnya sempet dibikin nervous dengan taksi yang tak kunjung datang akhirnya saya bisa sampai ke bandara tepat waktu. thanx God. Perjalanan dari Jakarta ke Suvarnabhumi kurang lebih 3,5 jam. Begitu saya menginjakkan kaki di Suvarna bhumi, sudah membuat saya terkagum-kagum dengan bagusnya bangunan tersebut. Hmmm, kapan bandara Indonesia bisa seperti ini ya...? Setelah beberapa saat mencari-cari Student Union yang menjemput saya, akhirnya saya menemukan mereka juga... Finnaly. Dengan pd-nya saya bertanya dengan bahasa indonesia kepada seseorang dari Student Union yang menjemput saya. Ternyata dia bukan orang Indonesia, dan menunjukkan wajah bingungnya. Astaga, segera saja saya sadar, dan langsung menggunakan bahasa inggris... hfff...... 

Mengapa Belajar di Thailand? 

Ada beberapa reaksi orang-orang ketika saya bilang saya akan melanjutkan sekolah saya di negeri gajah putih tersebut. Ada yang senang, ada yang biasa saja, dan ada yang mengernyitkan dahi "mengapa di thailand?" Menjadi teringat reaksi beberapa orang untuk golongan yang ketiga. Mereka bertanya mengapa saya tidak melanjutkan ke Australia? Atau berpendapat bahwa pendidikan di Thailand sama halnya dengan di Indonesia. 
Mengapa tidak ke Australia? 
1. karena saya gagal dapat ADS, but it's okay 
2.masih dipikir jawabannya. 

Mengapa tidak singapura? 
1. saya tidak suka singapura (karena beberapa kasus pembuangan sampah ke indonesia atau penambahan wilayahnya yg membuat wilayah indonesia berkurang), dan beberapa hal yang lain meski pendidikan di sana yang paling bagus se Asia Tenggara (katanya). 

Dan mengapa ke thailand? Let me tell you my argument 
1. Thailand adalah satu-satunya di Asia Tenggara yang belum pernah dijajah. Karena alasan itu (is it silly argument? but for me not), saya ingin merasakan atmosfer di sana. 
 2. Thailand dekat dengan negara-negara lain di Asia yang ingin saya kunjungi. Let me mention : Vietnam, Kamboja, Laos.... So, let's go for traveling. Selain itu, tentu saja ada banyak tempat di Thailand yang menarik untuk dikunjungi. 
 3. Kemungkinan implementasi yang lebih besar. Tentu saja karena berada di satu kawasan dengan keadaan yang relatif sama, kemungkinan implementasi lebih besar. Terlebih untuk saya yang belajar ilmu sosial, bukankah lebih baik menggunakan kacamata dari negara berkembang, ketimbang dari negara maju? 
 4. Biaya hidup yang relatif murah. Jika anda berkantong tebal, tentu saja hal ini bukan masalah. Namun bagi saya? yang mendapatkan kucuran dana dari beasiswa tentu saja menjadi hal yang harus diperhitungkan.

Tuesday, July 06, 2010

Thanx God

1

Terkadang saya lupa bersyukur, terlebih ketika hal itu terasa sulit bagi saya. Rasanya sulit sekali menerima rencana Tuhan saat itu. Saya masih ingat, acap kali saya menangis, sedih, memaki, aaah... hari ini saya menerima email :
Dear Ms Ria Permania Sari, Please be inform that you are awarded a full scholarship from Japanese Government. The formal letter will be sending to you as soon as the admission done preparing, we would like to inform you before hand so that you can prepare yourself to ask permission to take a leave/resign from your job/work. We would like to apologies for the late information coz we just received today the confirmation from the Japanese Government. I am looking forward to hear from you. Please do not hesitate to contact us if you need clarification. Sincerely, Ms Agnes GDS Secretariat
Rasanya tidak percaya, berkali-kali saya membacanya untuk meyakinkan diri saya. Beberapa kali saya apply beasiswa, namun belum ada yang berhasil. Sebenarnya saya mendaftar 2 beasiswa lagi, dan baru pengumuman 1-2 bulan mendatang.. Tuhan, tunjukkan yang terbaik buat saya, amien...

Thursday, June 04, 2009

Setahun berlalu..

1

Sebuah keresahan, mungkin dari sana semuanya bermula. Keresahan akan kemapanan yang sejenak aku nikmati, keresahan untuk belajar, keresahan untuk berbagi, keresahan untuk berbuat sesuatu, dan segala alasan lain yang tidak bisa diungkapkan. Namun tentu saja bukan suatu hal yang kebetulan, karena tidak ada hal yang terjadi secara kebetulan. Ini aku sadari betul. Segala keresahan yang mencari bentuknya dan kemudian hal ini ada. Membuat aku berproses dengan mereka, kawan-kawanku. Belajar dari mereka, memuaskan ingin tahuku, bergumul dengan ingin serta kebingunganku. Dan tak terasa setahun lebih telah berlalu. Perlahan, kawan-kawan kecilku telah menyeruak dalam hatiku. Memiliki tempat hingga membuatku memikirkannya. Sungguh mereka survivor yang baik, mampu bertahan dalam lingkungannya yang mungkin aku tidak sanggup. Namun persoalannya adalah bagaimana agar daya survive mereka pun berkualitas. Terlalu bombastis jika dibilang itu adalah PRku.. Namun rasanya ingin berbuat sesuatu untuk mereka, dengan langkah kecilku yang berusaha menemani mereka. Selama setahun ini ada banyak rasa yang tak bisa diungkap. Ketika bosan menyeruak, atau ketika semangat berfluktuasi atau ketika harus menyembunyikan rasa. Sungguh bukan hal yang mudah. Yang kadang ingin membuatku lari menyingkir, menghilang atau apalah. Terasa egois rasanya, apalagi ini jelas bertentangan dengan apa yang aku yakini dalam menjalin hubungan. Semua rasa yang ada, tentunya tidak sebanding dengan tanggung jawab moralku atau kebahagiaan melihat senyum mereka. Semoga ini 'kan terus menjadi semangatku. Amien.

Friday, November 28, 2008

Ten Things To Do Instead Of Shopping

4

In honor of buy nothing day, 10 things to do instead of shopping: 
 1. Reading books 
 2. Take care of plants 
 3. Make a list that I would to do 
 4. Drawing trees 
 5. Write a poem 
 6. Walking around or running 
 7. Make handicrafts 
 8. Dreaming and listening my fav music 
 9. Clean up my room 
10. Sleeping (zzt...zzt...) 

 How bout you?

Wednesday, November 26, 2008

24 Jam Tanpa Belanja: Buy Nothing Day di Tengah Gempuran Konsumerisme

3

Aktivitas belanja saat ini tampaknya telah menjadi gaya hidup banyak orang. Jika meminjam Kata-kata seorang teman yang menggambarkan konsumerisme saat ini adalah "saya belanja maka saya ada". Ini tidaklah berlebihan jika melihat berjamurnya mall mall di hampir tiap sisi kota yang tidak pernah sepi dari pengunjung. Apabila menggunakan teori N-ach, maka gejala konsumerisme yang ada saat ini merupakan bentuk dari need of display atau need of prestige. Jika semula belanja merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan. Maka saat ini belanja bagaian dari kebutuhan akan prestige. Dimana demi untuk mengikuti trend yang berlaku saat ini, maka kegiatan belanja dilakukan. Trend, mode telah menjadi bagaian yang menggerakkan aktivitas belanja. Buy Nothing Day merupakan ajakan untuk tidak berbelanja dalam 1 hari (tulisan tentang ini sudah pernah saya posting sebelumnya - red). Ajakan untuk menjadi konsumen yang cerdas dan kritis. Pernahkah kita berpikir, terbuat dari apakah barang yang kita konsumsi? Apakah terbuat dari bahan yang ramah lingkungan?

Tuesday, June 13, 2006

gempa Djokja

0

Sekitar jam 5.55 pagi, aku yang masih bermalas-malasan di tempat tidur, dikejutkan oleh gempa. Waktu itu kupikir gempa itu seperti gempa yang biasa kualami, dalam skala kecil dan tidak berlangsung cukup lama. Tapi ternyata gempanya makin lama makin besar dan tidak berhenti. Nenekku sudah berteriak-teriak di luar. Aku berpikir untuk bersembunyi di kolong tempat tidur, karena saat itu aku teringat pada tulisan di majalah anak-anak yang dulu pernah kubaca. Jika terjadi gempa, dan berada dalam ruangan yang jauh dari pintu keluar, maka carilah tempat yang aman, yaitu di kolong meja atau tempat tidur (tentu saja yang cukup kuat). Aku baru keluar rumah saat gempa telah usai. Saat aku melihat keadaan rumah, ternyata dinding rumah retak-retak, ada pula yang jatuh ke lantai. Genteng-genteng turun, rak bukuku jatuh, cat minyak menggenangi karpet, jaringan telepon terganggu, dan tentu saja listrik mati. Aku kemudian berusaha untuk mencari tahu apa yang terjadi melalui walkmanku, banyak stasiun radio yang tidak mengudara, saat itu yang berhasil kutemukan adalah Eltira, namun mereka belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Tapi walkmanku kemudian kutinggalkan karena aku harus membereskan puing-puing yang berjatuhan.

Semula gempa tersebut dipikir karena letusan gunung merapi, tapi ternyata merapi tidak meletus. Namun, dari temanku, aku mendapat informasi bahwa gempa tersebut akibatnya cukup parah, banyak rumah yang ambruk dan ada korban jiwa. Kemudian kami dikejutkan dengan berita gempa susulan, dan beberapi kali terjadi gempa susulan namun kekuatannya lebih rendah dari gempa utama. Masyarakat masih panik, dan belum berani masuk rumah. Belum juga hilang kekhawatiran itu, ada isu tsunami yang menggemparkan. Tentu saja masih teringat tsunami di aceh, melihatnya saja sudah ngeri, apalagi membayangkan bakal mengalaminya. Lalu lintas menjadi padat, karena orang-orang yang panik. Beberapa saat kemudian keadaan dapat terkendali, setelah ada pemberitaan bahwa hal itu adalah bohong adanya.

Listrik masih belum menyala, dan itu membawa serangkaian masalah. Dari batere ponselku yang sudah sekarat, banyaknya sms dan telepon (meski terputus-putus) membuat batere ponselku cukup bekerja keras. Selain itu masalah air, karena listrik mati, air jadi tidak mengalir. Karenanya aku harus mengangkut air dari tempat tetangga yang masih menggunakan sumur timba, juga numpang mandi di kamar mandinya. Tidak dapat menyeterika baju, sehingga memakai baju seadanya.

Gempa tektonik berkekuatan 6 skala richter itu mengakibatkan kerusakan yang cukup parah, banyak rumah yang rata dengan tanah atau tidak layak huni, juga ribuan orang menjadi korban. Rumah nenekku di daerah prambanan bahkan setengah hancur dan tidak layak ditinggali lagi, paman dan keponakanku pun juga menjadi korban.

Semoga semuanya akan segera berakhir dengan baik. segala peristiwa yang terjadi pasti ada hikmahnya. Keep on struggle !!!