Tidak terasa hampir satu tahun, saya kembali tinggal di ibu kota. bergelut dengan kemacetan dan akhir-akhir ini adalah banjir, sungguh sangat tidak bersahabat. saya tidak sedang menggerutu tentang banyaknya mobil di kota ini atau curah hujan yang tinggi, saya hanya ingin berbagi cerita tentang saya yang menjadi pejalan kaki.
Menjadi pejalan kaki di jakarta tidaklah mudah, penuh perjuangan. Bukan hanya karena asap kendaraan bermotor, namun juga karena hak pejalan kaki yang seringkali terampas. Sebut saja tentang trotoar, di banyak tempat trotoar ini telah beralih fungsi, dari menjadi tempat parkir kendaraan atau tempat berjualan para pedagang. Akibatnya, pejalan kaki kehilangan tempatnya, yang seharusnya dia dapat berjalan dengan tenang di tempat yang sudah disediakan menjadi berebutan dengan pemakai jalan yang lain.
Salah satu hal yang paling tidak menyenangkan adalah ketika menyeberangi jalan menggunakan zebra cross. Entah para pemakai jalan tidak memiliki sim atau tidak melihat adanya zebra cross, mereka menghentikan kendaraannya tepat di zebra cross atau bahkan melebihinya. sekali lagi perampasan hal pejalan kaki. tidak hanya itu saja, seringkali saya berteriak, karena beberapa pemakai jalan masih memacu kendaraannya ketika traffic lights berwarna merah. saya yakin, sebagian besar pengendara kendaraan itu adalah orang pintar yang memiliki ijazah paling tidak SMU, namun ternyata pemahaman berlalu lintasnya masih rendah. entah bagaimana mereka mendapatkan SIM.
pernah juga suatu ketika, sehabis hujan kala itu dan saya berjalan di trotoar, sebuah mobil dengan kejamnya memacu kecepatan ketika melintasi jalan, termasuk dengan genangan. alhasil basahlah saya dengan cipratan air tersebut.
sungguh saya merindukan bagaimana dihargainya pejalan kaki, bukan hanya dari trotoar yang bebas hambatan, tetapi juga saling menghargai antara pemakai jalan.