Tuesday, June 13, 2006

gempa Djokja

0

Sekitar jam 5.55 pagi, aku yang masih bermalas-malasan di tempat tidur, dikejutkan oleh gempa. Waktu itu kupikir gempa itu seperti gempa yang biasa kualami, dalam skala kecil dan tidak berlangsung cukup lama. Tapi ternyata gempanya makin lama makin besar dan tidak berhenti. Nenekku sudah berteriak-teriak di luar. Aku berpikir untuk bersembunyi di kolong tempat tidur, karena saat itu aku teringat pada tulisan di majalah anak-anak yang dulu pernah kubaca. Jika terjadi gempa, dan berada dalam ruangan yang jauh dari pintu keluar, maka carilah tempat yang aman, yaitu di kolong meja atau tempat tidur (tentu saja yang cukup kuat). Aku baru keluar rumah saat gempa telah usai. Saat aku melihat keadaan rumah, ternyata dinding rumah retak-retak, ada pula yang jatuh ke lantai. Genteng-genteng turun, rak bukuku jatuh, cat minyak menggenangi karpet, jaringan telepon terganggu, dan tentu saja listrik mati. Aku kemudian berusaha untuk mencari tahu apa yang terjadi melalui walkmanku, banyak stasiun radio yang tidak mengudara, saat itu yang berhasil kutemukan adalah Eltira, namun mereka belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Tapi walkmanku kemudian kutinggalkan karena aku harus membereskan puing-puing yang berjatuhan.

Semula gempa tersebut dipikir karena letusan gunung merapi, tapi ternyata merapi tidak meletus. Namun, dari temanku, aku mendapat informasi bahwa gempa tersebut akibatnya cukup parah, banyak rumah yang ambruk dan ada korban jiwa. Kemudian kami dikejutkan dengan berita gempa susulan, dan beberapi kali terjadi gempa susulan namun kekuatannya lebih rendah dari gempa utama. Masyarakat masih panik, dan belum berani masuk rumah. Belum juga hilang kekhawatiran itu, ada isu tsunami yang menggemparkan. Tentu saja masih teringat tsunami di aceh, melihatnya saja sudah ngeri, apalagi membayangkan bakal mengalaminya. Lalu lintas menjadi padat, karena orang-orang yang panik. Beberapa saat kemudian keadaan dapat terkendali, setelah ada pemberitaan bahwa hal itu adalah bohong adanya.

Listrik masih belum menyala, dan itu membawa serangkaian masalah. Dari batere ponselku yang sudah sekarat, banyaknya sms dan telepon (meski terputus-putus) membuat batere ponselku cukup bekerja keras. Selain itu masalah air, karena listrik mati, air jadi tidak mengalir. Karenanya aku harus mengangkut air dari tempat tetangga yang masih menggunakan sumur timba, juga numpang mandi di kamar mandinya. Tidak dapat menyeterika baju, sehingga memakai baju seadanya.

Gempa tektonik berkekuatan 6 skala richter itu mengakibatkan kerusakan yang cukup parah, banyak rumah yang rata dengan tanah atau tidak layak huni, juga ribuan orang menjadi korban. Rumah nenekku di daerah prambanan bahkan setengah hancur dan tidak layak ditinggali lagi, paman dan keponakanku pun juga menjadi korban.

Semoga semuanya akan segera berakhir dengan baik. segala peristiwa yang terjadi pasti ada hikmahnya. Keep on struggle !!!

0 komentar: