Thursday, December 18, 2008

Pembinaan Watak dalam Proses Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini

0

Dewasa ini, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) tengah marak-maraknya. Di samping lembaga pendidikan yang menawarkan pendidikan anak usia dini, orang tua juga berlomba-lomba untuk memasukkan anaknya untuk mengikuti pendidikan anak usia dini. Berdasarkan wikipedia, PAUD dapat didefinisikan sebagai jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan untuk memberikan rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani sehingga anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Berdasarkan pasal 28 UU Sisdiknas No. 20/ 2003 ayat 1, rentangan umur anak usia dini adalah 0 – 6 tahun. Sementara itu, menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0 – 8 tahun.

Pendidikan bagi anak usia dini, cukup penting karena pendidikan tersebut lebih menitikberatkan pada pertumbuhan dan perkembangan fisik, kecerdasan, dan sosio-emosional. Oleh karenanya, anak akan memiliki kesiapan yang optimal dalam memasuki pendidikan dasar. Hal inilah yang kemudian menyebabkan pendidikan usia dini semakin digalakkan dan menjadi salah satu program pembangunan bidang pendidikan.

Berkaitan dengan penyelenggaran PAUD, penting untuk menyeimbangkan antara pendidikan yang berkaitan dengan kecerdasan, dengan emosi serta perasaan anak. Hal ini penting sehingga anak tidak kehilangan masa kanak-kanaknya dan juga dalam pembentukkan watak anak. Bukankah esensi pendidikan adalah memanusiakan manusia, bukan hendak menjadikan manusia mesin atau robot? Penyelenggaraan PAUD dan pendidikan-pendidikan yang lain, sudah seharusnya berorientasi pada proses pembelajaran bukan pada produk. Artinya, tidak didasarkan pada bagaimana anak cepat bisa membaca, menulis, berhitung dan sebagainya namun lebih kepada prosesnya. Ini berarti, bagaimana pendidikan kemudian dapat mendukung perkembangan anak, yang melibatkan berbagai aspek yang dimiliki anak sebagai kompetensi yang beragam dan unik untuk dibelajarkan.

Sebagai pendidikan yang diberikan kepada anak di usia dini, penting dalam penyelenggaraan PAUD untuk memberikan pembelajaran sehingga anak terus-menerus merawat minat dan keingin tahuannya untuk belajar. Perilaku keingintahuan inilah yang saat ini seringkali tercerabut dari anak, sehingga banyak anak yang menganggap sekolah sebagai beban dan selanjutnya enggan untuk bersekolah. Anak-anak sudah seharusnya mendapatkan pendidikan sesuai dengan usia mereka, sehingga mereka akan tumbuh dan berkembang sebagaimana usianya dan menikmati masa kanak-kanaknya. Ini penting agar anak tidak tumbuh dewasa sebelum waktunya.

Pembinaan Watak Sejak Dini
Pembinaan watak menjadi salah satu hal yang penting dalam PAUD, di mana tidak hanya menekankan tentang baik atau buruk, benar atau salah. Namun lebih pada pembiasaan kepada anak tentang sikap yang benar dan baik. Oleh karenya nantinya nantinya hal tersebut akan menjadi kebiasaan bagi anak.

Berkaitan dengan hal ini, penting sekali untuk menanamkan pada anak, bahwa setiap anak itu istimewa. Setiap anak memiliki karakter yang berbeda satu sama lain, yang tidak bisa disamakan. penerapan hal ini akan membuat mereka memiliki penghargaan terhadap dirinya, dan termotivasi untuk lebih baik lagi. Adalah tugas pendidikan, yang tidak hanya berusaha untuk menjadikan cerdas seorang anak, tetapi juga bagaimana anak nantinya menjadi pribadi yang baik, mandiri dan bertanggungjawab. Anak bukanlah miniatur orang dewasa yang bisa dibentuk sesuka hati, namun anak adalah pribadi yang spesial, yang harus didengarkan.

Nilai yang tertanam pada diri anak sejak dini inilah yang nantinya akan berpengaruh terhadap perkembangan diri dan sifat si anak. Anak adalah peniru yang baik, sehingga sudah seharusnya pembinaan watak ini dimulai sejak usia dini. Pendidikan sudah seharusnyalah juga mentransfer nilai-nilai baik pada anak, selain mentransfer ilmu pengetahuan.

PAUD sebagai sebuah pendidikan awal yang diterima bagi anak, sudah seharusnya mampu memberikan yang terbaik bagi anak. Ini penting, karena dapat menjadi peletak dasar karakter dan sifat seorang anak. Oleh karenya sudah seharusnya pembinaan watakpun diberikan kepada anak sejak dini.

“Kamu harus tahu bahwa tiada satu pun yang lebih tinggi, atau lebih kuat, atau lebih baik, atau pun lebih berharga dalam kehidupan nanti daripada kenangan indah terutama kenangan manis di masa kanak-kanak. Kamu mendengar banyak hal tentang pendidikan, namun beberapa hal yang indah, kenangan berharga yang tersimpan sejak kecil adalah mungkin itu pendidikan yang terbaik. Apabila seseorang menyimpan banyak kenangan indah di masa kecilnya, maka kelak seluruh kehidupannya akan terselamatkan. Bahkan apabila hanya ada satu saja kenangan indah yang tersimpan dalam hati kita, maka itulah kenangan yang akan memberikan satu hari untuk keselamatan kita"
(destoyevsky' s brothers karamoz)

Wednesday, December 17, 2008

industri seks komersial di Indonesia

0

Industri seks boleh jadi menjadi suatu hal yang menarik untuk disimak, didiskusikan, dibaca dan situliskan. Saya masih ingat, betapa boomingnya Jakarta Undercover, yang menceritakan bisnis seks di Jakarta dan membuat buku tersebut sold out. Tidak salah jika kemudian Seno Gumira Ajidarma mengatakan bahwa tema seputar seks termasuk tema yang cukup diminati masyarakat.

Salah satu bentuk industri seks komersial adalah prostitusi. Sejarah prostitusi ini sendiri telah ada di Indonesia jauh sebelum zaman kolonial. Ini dapat dilihat dari praktek pergundikan yang biasa ditemui di Kerajaan di jawa. Praktek pengambilan gundik ini kemudian menjadi cikal bakal perdagangan perempuan dan anak untuk tujuan seksual.

perempuan pada zaman tersebut acapkali dijadikan upeti kepada para bangsawan, baik sebagai upeti kalah perang atau agar memperoleh jabatan tertentu di istana. Tidak heran jika raja memiliki ratusan gundik.

Di Bali Raja berhak menikmati layanan seks dari janda yang berkasta rendah. BIla raja tak ingin memasukkan janda tersebut dalam rumah tangganya, ia mungkin akan dikirim untuk bekerja sebagi pekerja seks yang gajinya sebagiann dikirimkan kepada raja. (Sulistyaningsih:2002-3; Hull 1999) Hal ini menunjukkan bahwa perempuan tidak ubahnya seperti barang yang bisa dipertukarkan atau dihadiahkan dan tidak memiliki kebebasan atas dirinya. Akibatnya, perempuan telah mengalami sejarah panjang diskriminasi dan kekerasan, karena dia adalah perempuan.

Industri seks berkembang dan lebih terorganisir pada masa kolonial. Menurut Koentjoro, puncak pertumbuhan prostitusi di Indonesia terjadi ketika pembuatan jalan oleh Daendells, pembuatan rel dna stasiun KA. Di tahun 1917, menurut perkiraan Misset (1995), jumlah pekerja seks di Jakarta mencapai kurang lebih 3-4 ribu orabg. Di masa penjajahan Jepang, prostitusi makin berkembang. Banyak remaja dan anak sekolah ditipu dan dipaksa menjadi pekerja seks untuk melayani tentara Jepang.

Saat ini, berdasarkan laporan ILO tahun 1998, di Indonesia terdapat kurang lebih 140.000-230.000 perempuan yang bekerja sebagai pekerja seks. Bisnis seks ini bahkan menyumbang 2-14% PDB negara-negara Asia, di Indonesia diperkirakan omzetnya mencapai $ 6.1 juta.

Friday, November 28, 2008

Ten Things To Do Instead Of Shopping

4

In honor of buy nothing day, 10 things to do instead of shopping: 
 1. Reading books 
 2. Take care of plants 
 3. Make a list that I would to do 
 4. Drawing trees 
 5. Write a poem 
 6. Walking around or running 
 7. Make handicrafts 
 8. Dreaming and listening my fav music 
 9. Clean up my room 
10. Sleeping (zzt...zzt...) 

 How bout you?

Wednesday, November 26, 2008

24 Jam Tanpa Belanja: Buy Nothing Day di Tengah Gempuran Konsumerisme

3

Aktivitas belanja saat ini tampaknya telah menjadi gaya hidup banyak orang. Jika meminjam Kata-kata seorang teman yang menggambarkan konsumerisme saat ini adalah "saya belanja maka saya ada". Ini tidaklah berlebihan jika melihat berjamurnya mall mall di hampir tiap sisi kota yang tidak pernah sepi dari pengunjung. Apabila menggunakan teori N-ach, maka gejala konsumerisme yang ada saat ini merupakan bentuk dari need of display atau need of prestige. Jika semula belanja merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan. Maka saat ini belanja bagaian dari kebutuhan akan prestige. Dimana demi untuk mengikuti trend yang berlaku saat ini, maka kegiatan belanja dilakukan. Trend, mode telah menjadi bagaian yang menggerakkan aktivitas belanja. Buy Nothing Day merupakan ajakan untuk tidak berbelanja dalam 1 hari (tulisan tentang ini sudah pernah saya posting sebelumnya - red). Ajakan untuk menjadi konsumen yang cerdas dan kritis. Pernahkah kita berpikir, terbuat dari apakah barang yang kita konsumsi? Apakah terbuat dari bahan yang ramah lingkungan?

Tuesday, November 25, 2008

untuk kehidupan yang lebih baik

0



……………
Make a better place for
You and for me
(Michael Jacson)


Membuat dunia yang lebih baik untuk semua, demikian kira-kira terjemahan bebas dari petikan lagu Heal the World milik Michael Jacson. Apabila dikaitkan dengan situasi Bumi kita, petikan lagu tersebut rasanya sangatlah tepat. Gejala pemanasan global (global warming) telah sedemikian terasa dan hal ini diperparah dengan kerusakan lingkungan. Tentu saja hal ini akan menjadikan Bumi bukan sebagai tempat yang layak untuk ditinggali.

Terkait dengan persoalan kerusakan lingkungan menarik untuk melihat bagaimana kondisi hutan saat ini, mengingat hutan merupakan paru-paru dunia yang menyediakan oksigen dan menyerap karbondioksida. Hutan juga berfungsi sebagai penyimpan air tanah, sehingga kerusakan hutan akan menyebabkan terjadinya kekeringan di musim kemarau dan bajir serta tanah longsor di musim penghujan. Ini tentu saja akan membawa dampak yang signifikan dalam kehidupan manusia. Ini artinya, dalam upaya membuat dunia yang lebih baik, tidak lepas dari upaya penyelamatan hutan, yang jumlahnya kian lama kian berkurang.


Kondisi Hutan Indonesia
Dari hutan tropis yang masih tersisa saat ini, 10%nya terdapat di Indonesia. Indonesia merupakan Negara ketiga dengan hutan tropis yang luas, setelah Brazil dan Republik Demokrasi Kongo. Pun demikian, saat ini hutan di Indonesia mengalami penurunan yang cukup signifikan. Berdasarkan statistik kehutanan tahun 2001 yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, luas hutan di Indonesia sekitar 109,96 juta Ha. Sementara itu menurut Surat Keputusan Menteri Kehutanan Juni 1999-Maret 2001, luas hutan diperkirakan 104,9 juta Ha, namun berdasarkan citra satelit Landsat ETM7 tahun 2000 luas lahan yang masih tertutup hutan hanya 93.557.000 Ha.

Berdasarkan data World Resource Institute tahun 1997, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72%. Antara tahun 1985-1997, laju kerusakan hutan di Indonesia tercatat 1,6 juta Ha per tahun. Jumlah ini naik menjadi 3,8 juta Ha per tahun pada tahun 1997-2000. Berdasarkan hasil penafsiran citra Landsat tahun 2000, teerdapat 101,73 juta Ha hutan dan lahan rusak, di mana 59,62 juta Ha berada dalam kawasan hutan. Setiap harinya laju deforestasi di Indonesia sekitar 51 Kilometer persegi atau setara dengan luas 300 lapangan sepakbola. Berdasarkan data FAO, angka deforestasi di Indonesia pada tahun 2000-2005 mencapai 1,8 juta Ha per tahun, sementara menurut Departemen Kehutanan 2,8 juta Ha per tahun.

Berkurangnya hutan menyebabkan sebagian besar kawasan Indonesia rentan terhadap bencana, baik kekeringan, banjir ataupun tanah longsor. Berdasarkan data Bakornas Penanggulangan Bencana pada tahun 2003, sejak tahun 1998 hingga pertengahan tahun 2003, telah terjadi 647 bencana di mana 85%nya merupakan bencana banjir dan tanah longsor yang disebabkan oleh kerusakan hutan. Pada tahun 2002, berdasarkan data dari Environmental Outlook WALHI tahun 2003, tercatat terjadi 14 bencana alam, terutama banjir dan tanah longsor yang lebih banyak disebabkan karena salah kelola lingkungan hidup. Kerusakan hutan juga berdampak pada semakin berkurangnya keanekaragaman hayati. Indonesia merupakan Negara dengan tingkat keanekaragaman hayati yang cukup tinggi, berdasarkan data Walhi, hutan Indonesia memiliki 12% dari jumlah binatang menyusui (mamalia), 16% spesies reptil dan ampibi, 1.519 spesies burung dan 25% spesies ikan dunia.

Penebangan kayu tropis merupakan penyebab utama berkuranya hutan, apalagi jika melihat Indonesia sebagai eksportir kayu tropis terbesar di dunia. 5 milyar USD setiap tahunnya diperoleh dari ekspor kayu, dimana lebih dari 48 juta hektar hutan diperbolehkan untuk ditebang. Ini masih ditambah dengan penebangan ilegal (illegal logging) yang semakin menyebar di berbagai daerah dan marak terjadi. Selain itu banyak areal hutan yang kemudian beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit.

Dewasa ini kepedulian terhadap lingkungan tampak cukup mengemukan. Ini terlihat dari berbagai kampanye tentang pelestarian lingkungan di banyak tempat dan di berbagai media, hal ini juga terlihat dari cukup banyaknya hasil yang didapatkan bila mencari topik pelestarian lingkungan di internet. Berbagai akibat dari perusakan lingkungan telah menyebabkan perhatian terhadap persoalan lingkungan menjadi sedemikian serius. Namun, seberapa jauhkah hal tersebut menjadi kesadaran bersama? Jangan-jangan hanya merupakan budaya ‘latah’ mengingat persoalan lingkungan akhir-akhir ini menjadi isu yang cukup hangat diperbincangkan, apalagi berkaitan dengan masalah pemanasan global. Efek dari pemanasan global telah membuat berbagai pihak menjadi peduli terhadap keadaan bumi.

Berkaitan dengan hal tersebut, kemudian berbagai perilaku ramah lingkungan mulai didengung-dengungkan atau istilah asingnya menjadi go green. Perilaku ramah lingkungan ini tentu saja terkait erat dengan upaya penyelamatan hutan. Sebagaimana yang telah dituliskan di depan, hutan memegang peran vital dalam kehidupan di Bumi ini.

--ada sambungannya

Maria Walanda Maramis, Pejuang Emansipasi Perempuan dari Sulawesi

0

Tidak banyak tulisan yang mengungkapkan tentang Maria Walanda Maramis. Padahal apabila melihat sepak terjang beliau, cukup memberikan kontribusi dalam sejarah emansipasi perempuan di negeri ini. 

Maria Josephine Chaterine Maramis, atau lebih dikenal dengan nama Maria Walanda Maramis, lahir di Kema, sebuah kota kecil di Kabupaten Minahasa Utara pada tanggal 1 Desember 1872. Maria adalah anak ketiga dari tiga bersaudara, kakak perempuannya bernama Antje dan kakak laki-lakinya bernama Andries. Andries kemudian terlibat dalam pergolakan kemerdakaan Indonesia. 

Ketika berumur 6 tahun, kedua orang tua Maria meninggal dan Maria beserta saudara-saudaranya dibawa oleh Pamannya (Rotinsulu) ke Maumbi. Di sana Maria dan Antje disekolahkan di Sekolah Melayu di Maumbi. Sekolah ini setingkat Sekolah Dasar, dimana para siswanya belajar membaca dan menulis serta sedikit ilmu pengetahuan dan sejarah. Pada saat itu, pendidikan bagi perempuan sangat rendah, karena mereka diharapkan untuk menikah dan mengasuh anak. Berutung, Paman Maria, Rotinsulu merupakan orang terpandang dan memiliki banyak teman yang pada umumnya orang Belanda, sehingga Maria memiliki pergaulan yang luas meskipun hanya mendapatkan pendidikan sekolah dasar. Maria akrab dengan salah satu keluarga pendeta Belanda, Ten Hoeven. Pendeta yang mempunyai pandangan luas di bidang pendidikan tersebut sangat mempengaruhi jiwa Maria. Maria kemudian bercita-cita untuk memajukan perempuan Minahasa. Ini tidak lepas dari keadaan saat itu, dimana adat istiadat merupakan hambatan bagi kaum perempuan. Akibat pendidikan yang rendah, banyak perempuan kurang mengerti tentang persoalan kesehatan, rumah tangga dan mengasuh anak. 

Maria menikah pada umur 18 tahun dengan Yosephine Frederik Calusung Walanda, seorang guru bahasa di HIS Manado. Dari suaminya, Maria banyak belajar tentang bahasa dan pengetahuan lain seperti keadaan masyarakat di Sulawesi. Pada bulan Juli 1917, dengan bantuan suaminya serta kawan-kawannya yang lain, Maria mendirikan PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya). Organisasi ini bertujuan untuk mendidik kaum perempuan dalam hal rumah tangga, seperti memasak, menjahit, merawat bayi, pekerjaan tangan dan sebagainya. Maria berpendapat bahwa perempuan adalah tiang keluarga, dimana di pundak perempuan inilah tergantung masa depan anak-anak. Oleh karenanya, perempuan perlu mendapatkan pendidikan yang baik. Maria juga melihat kenyataan di masyarakat, dimana banyak anak perempuan yang bersekolah dan mempunyai keahlian seperti juru rawat dan bidan namun akhirnya menjadi ibu rumah tangga biasa. 

Melalui tulisannya di harian Tjahaja Siang di Manado, Maria mengemukakan pemikiran-pemikirannya tentang perempuan. Kepada ibu-ibu terkemukan di daerah lain, Maria menganjurkan agar mendirikan cabang PIKAT. Kemudian tumbuh cabang-cabang PIKAT di Minahasa, seperti di Maumbi, Tondano, Sangirtalaud, Gorontalo, Poso dan Motoling. Cabang PIKAT juga terdapat di Jawa dan Kalimantan, yaitu di Batavia, Bandung, Bogor, Cimahi, Magelang, Surabaya, Balikpapan, Sangusangu dan Kotaraja. Pada tanggal 2 Juli 1918 di Manado didirikan sekolah rumah tangga untuk perempuan-perempuan muda, yaitu Huishound School PIKAT. Untuk menambah pemasukan uang, Maria menjual kue-kue dan pekerjaan tangan. Inisiatif Maria ini kemudian membuat hampir setiap orang terpandang di Manado memberikan sumbangan untuk sekolah tersebut. Selain itu Maria juga mengadakan pertunjukkan sandiwara Pingkan Mogogumoy, sebuah cerita klasik Minahasa. Berkat usahanya tersebut, berhasil didirikan gedung sekolah dan asrama. Hampir setiap bulan Maria mengadakan rapat dengan pengurus cabang setempat, seperti Pandano, Tomohon, Amurang, Airmadidi, dan Bolang Mongondow. Maria juga selalu menanamkan rasa kebangsaan di hati kaum perempuan, dengan menganjurkan memakai pakaian daerah dan berbahasa Indonesia. Pada tahun 1932, PIKAT mendirikan Opieiding School Var Vak Onderwijs Zeressen atau Sekolah Kejuruan Putri. 

Maria juga aktif untuk mewujudkan cita-citanya, agar kaum perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Maria juga yakin bahwa perempuan mampu mengikuti pelajaran yang lebih tinggi seperti laki-laki. Selain itu, Maria juga berusaha agar perempuan diberi tempat dalam urusan politik, seperti duduk dalam keanggotaan Dewan Kota atau Volksraad (Dewan Rakyat). Pada tanggal 22 April 1924, Maria meninggal dunia. 45 tahun kemudian, Maria dianugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

Monday, November 24, 2008

selamatkan hutan dengan hemat kertas

2


Jika ikan terakhir dari sungai terakhir telah dikail
Jika pohon terakhir dari hutan terakhir telah ditebang
Maka uang tidak ada gunanya
(pepatah Indian)


Pernahkah anda menghitung berapa banyak kertas yang anda gunakan dalam sehari. Jika dalam sehari anda menggunakan 20 lembar kertas, maka dalam sebulan anda menghabiskan 600 lembar kertas. Dalam setahun, anda menghabiskan 7200 lembar kertas.

Kertas biasa kita pakai dalam aktivitas sehari-hari, dari untuk menulis, membungkus kado, pembungkus makanan, dan lain-lain. Dapatkah anda membayangkan bagaimana jadinya bila tidak ada kertas. Kertas biasa kita jumpai dan karena relatif mudah untuk mendapatkannya maka tidak heran jika pemakaian kertas cenderung sesuka hati penggunanya. Tingkat kebutuhan kertas pun kemudian makin meningkat dari hari ke hari. Jika dahulu adanya komputer dan e-mail diyakini dapat mengurangi pemakaian kertas. Namun nyatanya tidak demikian, kebutuhan akan kertas tetaplah tinggi.

Tingginya kebutuhan akan kertas berimbas pada ketersediaan kayu, dimana kayu diolah menjadi bubur kertas (pulp) dan kemudian diolah lagi menjadi kertas. Menurut Prof. Dr. Sudjarwadi (UGM), 1 rim kertas setara dengan 1 pohon berumur 5 tahun. Untuk setiap ton, pulp membutuhkan 4,6 meter kubik kayu, dan 1 ton pulp menghasilkan 1,2 ton kertas. 1 hektar hutan tanamanan industri (acacia) dapat menghasilkan kurang lebih 160 meter kubik kayu. Jika pertahun diproduksi 3 juta ton pulp, maka membutuhkan 86.250 hektar hutan.


Daur ulang tumbuh acacia yang cukup lama, yakni 6 tahun, menyebabkan industri pulp membutuhkan lebih banyak hutan untuk beroperasi. Berdasarkan data dari Departemen Kehutanan pada tahun 1997, total kapasitas produksi industri perkayuan di Indonesia setara dengan 68 juta M3 kayu bulat. Kapasitas tersebut 3 kali lipat lebih besar dibandingkan kemampuan hutan produksi Indonesia untuk menghasilkan kayu secara lestari. Akibatnya, bahan baku industri kertas banyak berasal dari hutan alam, dan diperparah dengan tidak dilakukannya penanaman hutan kembali. Ini menunjukkan kertas erat kaitannya dengan hutan. Bahkan menurut World Wide Fund (WWF), penggunaan 1 rim kertas telah mengorbankan dua meter persegi hutan alam.

Saat ini hutan-hutan di Indonesia mengalami kerusakan yang cukup parah. Jika dahulu Indonesia termasuk dalam 3 negara dengan hutan terluas di dunia, bahkan diyakini 84% daratan Indonesia adalah hutan, maka saat ini Indonesia telah menjadi negara dengan laju perusakan hutan yang cukup tinggi. Menurut data Food and Agriculture Organizations (FAO), setiap harinya hutan di Indonesia berkurang seluas 500 kali luas lapangan sepakbola.

Sejarah deforesasi di Indonesia dimulai pada tahun 1970, dimana pohon ibarat emas coklat yang menawarkan keuntungan dan menggiurkan banyak pihak sehingga akibatnya penebangan hutan untuk tujuan komersial menjadi marak. Industri kertas pun dipandang sebagai upaya untuk mengangkat perekonomian negara. Ini tidak lepas dari tingginya harga pulp di pasaran. Di kawasan Asia, Indonesia bahkan memegang peranan penting dalam memasok kebutuhan pulp dan kertas dunia.

Proses pembuatan kertas yang dilakukan melalui penebangan hutan telah menyebabkan kerusakan lingkungan. Akibatnya, industri kertas telah meluluhlantakkan hutan alam di negeri ini. Tidak hanya itu saja penggunaan kertas yang tinggi juga telah menyebabkan banyaknya sampah kertas. Buruknya dampak pemakaian kertas terhadap lingkungan dan makin banyaknya sampah kertas kemudian memunculkan adanya kertas daur ulang yang dianggap sebagai solusi dari permasalahan tersebut. Pun demikian, di Indonesia harga kertas daur ulang masih lebih mahal dibanding kertas biasa, dan pemerintah memberikan subsidi kepada perusahaan kertas. Ini berbeda dengan di Swiss, dimana harga kertas daur ulang lebih murah daripada harga kertas yang diproduksi dari pohon. Ini menunjukkan tingginya komitmen pemerintah Swiss untuk mengurangi pemakaian kertas dari pohon dan menggalakkan pemakaian kertas daur ulang.

Berangkat dari hal tersebut, sudah seharusnya keprihatinan atas penggunaan kertas dan dampaknya terhadap kelestarian hutan harus menjadi kesadaran yang mengendap di masyarakat sehingga terwujud dalam perilakunya sehari-hari. Ini artinya, kesadaran untuk menghemat kertas dan menggunakan kertas dengan seefektif mungkin harus menjadi semangat pada diri setiap orang. Kampanye akan hal ini pun harus terus menerus dilakukan.

Tips Hemat Kertas

Berkaitan dengan upaya untuk mengurangi penggunaan kertas, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) pada tahun 2007, penggunaan kertas di kantor dapat dikurangi hingga 25%. Artinya, apabila setiap bulan ada pembelian kertas senilai Rp.100.000,00, maka ada penghematan sebesar Rp. 25.000,00 setiap bulannya. Upaya mengurangi kertas dapat dilakukan dengan menggunakan kertas secara bijak dan hal ini dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi atau di tempat kerja. Misalnya mencetak dokumen berupa memo, draf atau dokumen yang tidak membutuhkan satu sisi kertas dengan mencetak menjadi 2 sisi.
Dalam mencetak dokumen, untuk mengurangi pemakaian kertas dapat dilakukan dengan mengubah margin dokumen yang akan dicetak menjadi lebih kecil serta memperkecil ukuran hurufnya menjadi Arial 8 atau Times New Roman 9 (ukuran huruf ini masih bisa ditolerir oleh mata manusia yang sehat). Dengan menggunakan jenis huruf Arial dan Times New Roman akan lebih sedikit memakan ruang dibandingkan jika menggunakan jenis huruf yang lain.

Menggunakan kertas di kedua sisinya (depan dan belakang). Karenanya, jangan membuang kertas yang tidak terpakai. Sisi kertas yang masih kosong dapat digunakan untuk mencetak dokumen yang masih berupa draf atau memo. Jadi, biasakan untuk menyimpan kertas yang sudah tidak terpakai.

Bila tidak diperlukan untuk mencetak dokumen, dokumen yang akan dikirim dapat dikirim melalui e-mail atau diberikan dalam bentuk CD RW (CD yang dapat diisi kembali), dapat pula meminta penerima untuk mengunduhnya melalui website.

Mencetak dokumen dengan bijak, artinya sebelum mencetak dokumen harus dipastikan tidak ada kesalahan dalam pengetikan. Ini dapat dilakukan dengan selalu menggunakan print preview sebelum mencetak dokumen sehingga kesalahan dalam pencetakan dapat dihindarkan. Untuk mengedit dokumen dapat dilakukan di komputer, setelah dokumen dirasa sudah benar dapat dicetak.

Selalu memeriksa tinta dan mesin fotocopy atau printer sehingga hasil yang diperoleh dipastikan sudah baik. Seringkali karena tinta di mesin fotocopy dan printer kurang baik, hasil yang diperoleh kurang memuaskan sehingga pencetakkan atau penggandaan dilakukan beberapa kali. Ini artinya, akan membutuhkan lebih banyak kertas.
Dalam sebuah pertemuan, pendistribusian bahan materi dapat dilakukan dengan mengirimkannya melalui e-mail atau peserta dapat menduplikasikannya dengan flashdisk. Selain itu juga tidak perlu membagikan notes. Jika peserta memang memerlukan kertas untuk menulis, dapat disediakan kertas HVS 60 gr di sebuah meja dan meminta peserta untuk menggunakannya sesuai dengan kebutuhannya.

Jika selama ini anda terbiasa untuk menuliskan ide atau pemikiran anda di kertas, maka mulailah dengan menuliskan ide anda langsung dengan mengetikkannya di komputer atau laptop. Baru jika anda merasa perlu untuk mencetaknya, dokumen tersebut baru dicetak.

Menggunakan kertas 60 gr atau 70 gr. Umumnya, printer dan mesin fotocopy saat ini bisa bekerja menggunakan kertas yang lebih tepis. Dengan menggunakan kertas yang lebih tipis, akan lebih ramah lingkungan, karena kertas yang lebih tebal, licin, dan putih lebih banyak menggunakan listrik, bahan kimia dan menghasilkan limbah yang lebih banyak pula.

Untuk dokumen yang hanya sekali baca atau memiliki masa berlaku yang singkat dapat didistribusikan melalui e-mail atau CD serta dapat meminta orang yang membutuhkannya untuk mengunduh melalui website.

Biasakan untuk menggunakan kertas sesuai dengan kebutuhan. Kebiasan ini juga harus dikomunikasikan kepada anak-anak dan anggota keluarga yang lain. Sehingga masing-masing orang akan sadar dan memiliki kebiasaan menggunakan kertas dengan bijak. Selain itu juga dengan memilah-milah sampah yang dihasilkan sesuai dengan jenisnya, sehingga akan mempermudah proses pengolahan sampah.

Upaya menggunakan kertas dengan bijak, termasuk juga dengan menggunakan kertas tissue. Selama ini kertas tissue dipandang sebagai hal yang sepele. Akibatnya, pemakaian kertas tissue menjadi sangat konsumtif. Oleh karenanya, biasakan pula untuk menggunakan kertas tissue daur ulang dan menghemat pemakaiannya.

Di tempat kerja, perlu untuk disosialisasikan kebijakan untuk menghemat kertas. Ini artinya perlu dirancang kebijakan atau aturan yang dapat mendukung hal tersebut. Misalnya, untuk memacu karyawan agar menghemat kertas, dapat diberikan penghargaan kepada mereka yang melakukan penghematan kertas atau menggunakan kertas dengan bijak.
Pada level yang lebih tinggi, pemerintah perlu untuk mensosialisasikan untuk menghemat kertas. Misalnya dengan mewajibkan institusi pemerintah dan lembaga pendidikan untuk memakai produk daur ulang, termasuk kertas daur ulang. Menurunkan harga kertas daur ulang sehingga harganya lebih terjangkau dan lebih murah daripada kertas yang berasal dari pohon.

Dengan menghemat kertas berarti menjadi pengguna yang bertanggung jawab, tidak hanya terhadap barang yang dikonsumsi namun juga terhadap kelestarian hutan yang tersisa. Kesadaran tersebut tentunya bukan kesadaran parsial semata, namun menjadi bagian dari perilaku sehari-hari. Sebagaimana pepatah Indian yang disampaikan di muka, apakah kesadaran tersebut harus menunggu hingga hutan telah habis ditebang? Saat pepohonan telah menjadi barang langka?

Sunday, November 23, 2008

pendampingan anak, memberi yang terbaik bagi anak

4

"tulisan lama"

anak bukanlah orang dewasa mini. Mereka tengah berada dalam fase khayalan yang ingin direalkan dalam kehidupannya. Inilah yang menyebabkan anak-anak acapkali mengimitasi tokoh idolanya, entah itu nyata atau tidak. Anak-anak ini merupakan peniru yang baik, maka jangan heran apabila mereka terbiasa mendengar kata-kata makian, mereka akan terbiasa memaki. Bukan masalah nakal atau tidak, namun ini karena mereka sering mendengarnya.

Pada dasarnya anak memiliki watak baik. Tidak ada anak yang terlahir dengan sifat nakal, jahat, bandel, dan sebagainya. Perubahan watak mereka lebih disebabkan karena pola pengasuhan dan juga lingkungan. Awalnya anak-anak adalah individu yang ekspresif, ingin tahu dan aktif. Namun begitu perkembangan sifat ini bisa juga terpinggirkan akibat perlakuan orang dewasa. Mereka memberi pelabelan kepada anak-anak tertentu sebagai anak nakal, anak bandel dan label buruk lainnya. Pelabelan ini akan terekam dalam otak anak-anak dan mereka akan menganggap dirinya memang nakal, bandel, dan sebagainya. Hukuman juga menyebabkan anak cenderung kurang bebas dalam mengekspresikan dirinya, karena merasa takut berbuat salah dan mendapatkan hukuman. Mengingat dalam pandangan orang dewasa, anak yang baik adalah anak yang penurut, tidak banyak bertanya, tidak banyak bergerak (berlari-lari, bermain-main, dan sebagainya). Hal ini berarti tidak menghargai eksistensi anak, tidak memberi kebebasan bagi anak untuk bereksplorasi. Kita tidak pernah tahu, sejauh mana kemudian perlakuan kita membekas pada diri anak dan mengubah pandangan serta perilakunya.


Oleh karenanya, dalam berhadapan dengan anak alangkah baiknya jika kita memposisikan diri sebagai anak. Mengingat bagaimana perasaan yang dirasakan pada saat kita kecil, apa yang membuat senang dan apa yang tidak. Ini tentu akan membantu dalam memahami perasaan anak-anak. Semua orang pernah menjadi anak-anak, namun saat menjadi orang dewasa seringkali tidak mengindahkan perasaan tersebut saat berhadapan dengan anak.

Pendampingan anak adalah bagaimana menjalin hubungan dengan anak-anak. memposisikan sebagai teman mereka tanpa mengingkari eksistensinya. Setiap anak adalah unik, sehingga penting untuk menghargai mereka, tanpa ada diskriminasi. Entah itu dengan memberi perhatian kepada anak yang patuh, pintar, cantik, dan sebagainya. Ingatkah anda sat anda kecil dahulu, apakah anda senang saat orang dewasa memberi perlakuan yang berbeda kepada teman anda?

Pendampingan anak saya artikan dengan menjalin hubungan dengan anak. Artinya adalah berada dalam posisi yang sejajar. Terdapat hubungan saling belajar di sini. Tidak merasa superior sebagai orang dewasa. Kita tidak pernah tahu apa yang ada di benak anak, dan mereka bisa jadi lebih dari apa yang dibayangkan oleh orang dewasa.

Setiap anak memiliki potensi sendiri-sendiri, dalam pendampingan anak berusaha untuk memfasilitasi potensi yang mereka miliki.

Saturday, November 15, 2008

Festival Kampung Toegoe

0


Sabtu, 22 November 2008 saya datang di acara Festival Kampung Toegoe. Acara ini merupakan pagelaran seni-budaya Lingkungan Tugu. Dalam acara tersebut disuguhkan berbaga macam pagelaran, misalnya saja tarian tradisional Portugal yang dibawakan oleh masyarakat Kampung Toegoe (sebelumnya mereka dilatih oleh Maria-dosen dari Portugis yang ditugaskan oleh Pemerintah Portugis mengajarkan bahasa Portugis di Kampung Toegoe), capoera, lagu portugis, keroncong Toegoe yang merupakan kesenian khas daerah ini, serta tarian yang merupakan perpaduan antara budaya betawi dan Portugis. Uniknya, dari pertunjukkan keroncong tersebut terdapat kelompok keroncong junior serta kelompok keroncong cyber (semula hanya berkumpul di dunia maya).


Dalam acara tersebut terdapat pula pameran foto etnografi komunitas Tugu. Melalui foto tersebut, berusaha memotret komunitas Tugu lebih dalam. Misalnya saja foto keroncong Tugu, yang merupakan kesenian khas daerah ini.

Festival Tugu merupakan acara untuk mengenalkan kebudayaan di kampung Tugu serta sebagai upaya melestarikannya. Adanya Festival tersebut diharapkan dapat menjadi langkah awal kebangkitan kembali komunitas Tugu dan warisan budayanya yang unik. Kampung Tugu sendiri termasuk sebagai cagar budaya di wilayah Jakarta, yang menunjukkan betapa majemuknya Jakarta, sekaligus sebagai bagian dari perjalanan sejarah bangsa ini. Meski demikian, seiring dengan proses transformasi di masyarakat, ternyata menyusutkan kebudayaan lama yang didukung oleh kelompok minoritas, sebagaimana komunitas Tugu.


Sekilas tentang Kampung Tugu

Kampung Tugu terletak di Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Dahulunya, Kampung Tugu yang terletak di pinggiran Batavia tersebut diperuntukkan bagi para Mardijkers (sebutan untuk para bekas anggota tentara Portugis dan keturunan Portugis) yang telah dibebaskan oleh pemerintah Hindia Belanda. Belanda membebaskan para Mardijkers tersebut dengan syarat harus berpindah agama dari Katolik menjadi Kristen. Selanjutnya Kampung Tugu menjadi kampung Kristen tertua di Indonesia bagian barat.

Berdasarkan prasasti Tugu yang ditemukan pada abad 19, daerah tersebut telah dihuni sejak jaman Kerajaan Tarumanegara. Ada dua versi mengapa kemudian dinamakan Tugu. Pertama, nama Tugu digunakan karena ditemukannya prasasti peninggalan Raja Purnawarman, yang berbentuk seperti Tugu.Versi kedua, disangkut-pautkan dengan asal kata Potugis, yaitu Por-tugu-esse, sebutan untuk orang Portugis yang tinggal di daerah tersebut.

Keroncong Tugu
Selepas bekerja, nenek moyang masyarakat Tugu berkumpul sambil memainkan alat musik yang dibawa dari tempat asalnya, yaitu jitera (sejenis gitar kecil, mirip okulele), biola, suling dan tamborin. Musik tersebut mirip Fado, musik orang Portugis. Namun orang Indonesia mengenalnya keroncong, karena bunyi alat musiknya crong...crong... Dalam perjalanannya keroncong tugu ini dimainkan saat pesta pernikahan, ulang tahun, tahun baru dan upacara kebudayaan Portugis seperti rabu-rabu atau mandi-mandi

Pada masa kolonial, musik keroncong sangat digemari. Pembesar Belanda bahkan acapkali mengundang kelompok Keroncong Tugu di acara pesta. Pada tahun 1678 ketika gereja Tugu dibangun, keroncong dijadikan sebagai musik pengiring acara ritual di gereja. Hingga saat ini gereja tugu menjadi gereja satu-satunya di Indonesia yang menggunakan musik keroncong sebagai musik pengiring.

Wednesday, November 05, 2008

hak kesehatan reproduksi

3

Masalah reproduksi selama ini dipandang sebagai masalah privat dan jarang sekali dibumikan di ranah publik. Ini disebabkan karena reproduksi sebagaimana halnya dengan seksualitas dipandang sebagai hal yang tabu untuk dibicarakan secara terbuka. Hal ini menyebabkan tidak banyak orang yang mengerti benar masalah reproduksi, padahal reproduksi adalah suatu hal yang penting. Oleh karenanya penting kiranya untuk mengetahui dan paham mengenai masalah reproduksi, karena tiap-tiap orang memiliki hak atas kesehatan reproduksi.

Kesehatan reproduksi dalam Kongres Kependudukan dan Pembangunan di Kairo tahun 1994, didefinisikan sebagai keadaan sehat fisik, mental, sosial, dan tidak sekedar tidak memiliki penyakit atau keadaan lemah. Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa kesehatan tidak hanya menyangkut masalah fisik, namun juga berkenaan dengan masalah sosial dan mental. Kesehatan reproduksi menyangkut perkembangan organ-organ
reproduksi sejak dalam kandungan hingga meninggal.


Hak kesehatan reproduksi menyangkut hak untuk mendapatkan informasi dan pendidikan
yang benar mengenai reproduksi; hak untuk mendapatkan kehidupan seks yang aman
dan memuaskan, hak untuk kebebasan berpikir, termasuk kebebasan dari penafsiran ajaran agama, kepercayaan, filosofi, dan tradisi secara sempit yang akan membatasi kebebasan berpikir tentang pelayanan reproduksi; hak atas kebebasan dan keamanan individu untuk mengatur kehidupan reproduksinya, termasuk untuk hamil atau tidak hamil; hak untuk hidup, yaitu dibebaskan dari risiko kematian karena kehamilan; hak mendapat pelayanan dan perlindungan kesehatan, termasuk hak atas informasi, keterjangkauan, pilihan, keamanan, kerahasiaan; hak memilih bentuk keluarga; dan hak kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang termasuk jaminan atas hak untuk mendesak pemerintah agar menempatkan masalah kesehatan reproduksi sebagai prioritas dalam kebijakan politik negara.

Meskipun hak atas kesehatan reproduksi adalah hak setiap orang, baik laki-laki ataupun perempuan, namun tidak dapat disangkal bahwa kesehatan reproduksi berhubungan erat dengan perempuan. Walaupun berhubungan erat dengan perempuan, namun perempuan masih menjadi pihak yang termarginalkan dalam hal kesehatan reproduksi.Hak kesehatan reproduksi seringkali berhadapan dengan hubungan seksualitas yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan, di mana laki-laki berada di posisi superior sementara perempuan berada di posisi inferior. Akses perempuan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan masalah reproduksinya sangat rendah. Keputusan untuk hamil atau tidak seringkali bukan keputusan bersama dan tidak mengindahkan pendapat perempuan sebagai pemilik rahim. Banyak kasus menunjukkan bahwa istri tidak memiliki kemampuan untuk menolak suaminya yang telah tertular penyakit menular seksual. Selain itu banyak dijumpai pula pelanggaran terhadap hak kesehatan reproduksi perempuan, misalnya pemaksaan hubungan seksual di dalam perkawinan, perjodohan paksa, pemaksaan pernikahan dini, larangan menghentikan kehamilan, pelecehan seksual, dan tidak adanya informasi masalah kesehatan reproduksi. Hal ini diperburuk dengan budaya masyarakat yang patriarki, sehingga hasilnya dapat dibayangkan, perempuan kurang mampu mendapatkan hak kesehatan reproduksinya.

Belum terpenuhinya hak kesehatan reproduksi bagi perempuan, terlihat juga dari masih
tingginya angka ibu hamil. Selain itu perempuan masih kurang mendapatkan informasi mengenai kesehatan reproduksi yang benar, dan akibatnya mitos dan informasi yang tidak lengkap dan jelas berkeliaran dengan bebas di masyarakat. Berkaitan dengan masalah penjarangan kehamilan, perempuan pernah menjadi korban program pengen dalian laju pendudk dengan adanya program Keluarga Berencana(KB). Perempuan diharuskan menggunakan alat kontrasepsi tanpa adanya penelitian/ pemeriksaan yang akurat mengenai alat KB apa yang cocok dengan dirinya.

Berdasarkan hal yang telah dipaparkan tersebut, jelas terlihat bahwa hak atas kesehatan reproduksi belum sepenuhnya diberikan pada perempuan. Padahal hak atas kesehatan reproduksi dijamin melalui serangkaian konvensi internasional yang juga ditandatangani Pemerintah Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, kesepakatan Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan di Cairo, Mesir, tahun 1994, dan Konferensi Dunia keempat tentang Perempuan di Beijing tahun 1995. Hak atas kesehatan reproduksi juga dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diamandemen, yang menyebutkan bahwa kesehatan adalah bagian dari hak asasi manusia. Oleh karena itu, hak atas kesehatan reproduksi harus segera diberikan, di mana terdapat keadilan gender di dalamnya. Ini bisa dilakukan dengan adanya kesetaraan gender dalam masalah seksualitas, informasi kesehatan reproduksi yang baik dan merata untuk semua orang (terutama perempuan yang tinggal di daerah pedalaman, atau dengan tingkat pendidikan yang rendah). Sosialisasi kesehatan reproduksi tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan formal ataupun non formal, yang menempatkan perempuan sebagai subjek, bukan objek atas kebijakan pemerintah ataupun objek dari kapitalis industri kesehatan dan alat-alat kontrasepsi. Selain itu perlu ditingkatkan akses perempuan terhadapa layanan kesehatan reproduksi. Sementara itu berkaitan dengan masalah kebijakan, perlu adanya peninjauan atas kebijakan yang cenderung bias jender yang berkaitan dengan masalah kesehatan reproduksi, misalnya UU Perkawinan No1/ 1974 yang masih menunjukkan hubungan yang tidak setara antara suami dan istri. Serta Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang belum mengakomodir masalah kesehatan reproduksi secara komprehensif.