Showing posts with label lingkungan. Show all posts
Showing posts with label lingkungan. Show all posts

Saturday, February 04, 2012

Peduli Lingkungan Ala Finland

3


Perbincangan sekaligus perhatian terhadap lingkungan rasa-rasanya semakin mengemuka. Sempat saya baca sebuah berita di twiteer di Sumatra Utara, pasangan yang akan menikah wajib menanam satu batang pohon. Ini mengingatkan saya dengan perbincangan saya 5 tahun lalu, di daerah Kuningan Jawa Baratpun pasangan yang akan menikah wajib menyumbangkan satu tanaman. Tidak hanya itu saja, ada banyak gerakan menanam pohon di negeri ini, meski kasus pembalakkan hutan masih saja terjadi.

Kepedulian terhadap lingkungan tidak hanya ditunjukkan dengan gerakan menanam pohon atau menyumbangkan pohon saja. Di beberapa negara, pemerintah membuat program car free day. Yang saya tahu tentang program tersebut, kemacetan justru berpindah di tempat lain, bahkan tak jarang saya kesusahan dalam mengakses publik transportasi.

Beberapa bulan tinggal di Finland, salah satu negara scandinavia ini membuat saya ingin menuliskan peduli lingkungan ala negeri seribu danau ini. Tempat sampah di sini terdiri dari beberapa macam, yaitu landwaste, metal, karton, burning waste, glass dan kertas. Sudah menjadi kewajiban dari tiap keluarga/ orang untuk memilah-milah sampahnya dan membuangnya di tempat sampah yang sesuai. Memilah-milah sampah ini pun diajarkan kepada anak-anak, sehingga ketika mereka dewasa kebiasaan memilah sampah telah tertanam di diri mereka. Terkait dengan glass recycling, bersama dengan Jerman, Finland memiliki tingkat glass recycling yang cukup tinggi yaitu 80-90%.

Kumpulkan botol air mineral dan kaleng coke atau beer anda, anda akan mendapatkan voucher berbelanja. Ya, anda bisa menukarkan botol dan kaleng tersebut di supermarket dan mendapatkan voucher untuk berbelanja di supermarket tersebut. Sayangnya saya tidak terlalu memanfaatkan program ini, berhubung jarang membeli air mineral dan tak pernah membeli coke atau beer.

Jika di tanah air, untuk mendukung program peduli lingkungan di beberapa supermarket, disediakan kantong plastik atau kantong khusus dengan membayar beberapa ribu rupiah. Namun tentu saja, pihak supermarket tersebut memberikan kantong plastik secara cuma-cuma. Saya menjadi teringat, saya selalu membawa kantong plastika kemana saja saya pergi, sehingga ketika saya berbelanja saya selalu menolak kantong plastik yang diberikan. Lain halnya dengan di sini, supermarket tidak memberikan kantong plastik secara cuma-cuma (hanya ada kantong plastik ukuran kecil yang tersedia gratis), karenanya selalu membawa tas atau kantong plastik sendiri.

Toko-toko second hand cukup banyak ditemukan di sini. Barang-barang yang tidak terpakai dijual di toko second hand. Anda bisa menemukan barang dengan harga miring di toko second hand, dan ini artinya menggunakan konsep re-use. Jika dilihat dari sisi ekonomi, mungkin ini adalah kebermanfaatan kepemilikan. Sebagai contoh, ketika anda membeli mesin cuci baru sementara mesin cuci lama masih berfungsi, alangkah baiknya jika mesin cuci tersebut dialihkan ke orang lain yang lebih membutuhkan dari pada membuat sesak rumah anda.

Kedekatan orang Finland dengan alam, ini terlihat dari salah satu kegiatan yang dilakukan orang Finland yaitu berburu jamur dan berry. Kebanyakan mereka dapat membedakan jamur yang bisa dimakan dan yang tidak. Ini cukup penting karena tidak semua jamur dapat dimakan.

Mungkin masih banyak lagi cara peduli lingkungan di negeri ini yang luput dari pengamatan saya. Namun yang saya pelajari, peduli dari lingkungan harus dimulai dari diri sendiri dan tentu saja mari kita mulai dari sekarang.





Thursday, August 20, 2009

sekilas tentang perubahan iklim

0

Perubahan iklim rasa-rasanya telah menjadi salah satu isu yang mengemuka. Ini tidak lepas dari adanya pelbagai bencana yang dihadapi serta kerusakan lingkungan yang semakin parah saja.

Perubahan Iklim merupakan suatu keadaan berubahnya pola iklim dunia. Suatu daerah mungkin mengalami pemanasan, tetapi daerah lain mengalami pendinginan yang tidak wajar. Akibat kacaunya arus dingin dan panas ini maka perubahan iklim juga menciptakan fenomena cuaca yang kacau, termasuk curah hujan yang tidak menentu, aliran panas dan dingin yang ekstrem, arah angin yang berubah drastis, dan sebagainya. Perubahan iklim merupakan dampak atau akibat dari pemanasan global, yaitu meningkatnya suhu rata-rata permukaan Bumi akibat peningkatan jumlah emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer.

Gas rumah kaca merupakan kelompok gas yang menjaga suhu permukaan bumi agar tetap hangat. Disebut dengan gas rumah kaca karena sistem kerja gas-gas tersebut di atmosfer Bumi mirip dengan cara kerja rumah kaca yang berfungsi menahan panas matahari di dalamnya agar suhu di dalam rumah kaca tetap hangat, dengan begitu tanaman di dalamnya pun akan dapat tumbuh dengan baik karena memiliki panas matahari yang cukup. Gas-gas tesebut diperlukan untuk menjaga kehidupan di Bumi, karena tanpa keberadaan gas rumah kaca Bumi akan terlalu dingin untuk ditinggali sebab tidak ada lapisan yang mengisolasi panas matahari.


Kontributor terbesar pemanasan global saat ini adalah Karbon Dioksida (CO2), metana (CH4) yang dihasilkan agrikultur dan peternakan (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Dinitrogen Oksida (N2O) dari pupuk, dan gas-gas yang digunakan untuk kulkas dan pendingin ruangan (CFC). Rusaknya hutan-hutan yang seharusnya berfungsi sebagai penyimpan CO2 juga makin memperparah keadaan ini karena pohon-pohon yang mati akan melepaskan CO2 yang tersimpan di dalam jaringannya ke atmosfer. Setiap gas rumah kaca memiliki efek pemanasan global yang berbedabeda. Beberapa gas menghasilkan efek pemanasan lebih parah dari CO2. Sebagai contoh sebuah molekul metana menghasilkan efek pemanasan 72 kali dari molekul CO2. Molekul N2O bahkan menghasilkan efek pemanasan sampai 296 kali dari molekul CO2. Gas-gas lain seperti chlorofluorocarbons (CFC) ada yang menghasilkan efek pemanasan hingga ribuan kali dari CO2. Tetapi untungnya pemakaian CFC telah dilarang di banyak negara karena CFC telah lama dituding sebagai penyebab rusaknya lapisan ozon.

Industri Ternak dan Pemanasan Global
Berdasarkan Laporan Perserikatan Bangsa Bangsa tentang peternakan dan lingkungan yang diterbitkan pada tahun 2006 menyebutkan bahwa, "industri peternakan adalah penghasil emisi gas rumah kaca yang terbesar (18%), jumlah ini lebih banyak dari gabungan emisi gas rumah kaca seluruh transportasi di seluruh dunia (13%). " Hampir seperlima (20 persen) dari emisi karbon berasal dari peternakan. Jumlah ini melampaui jumlah emisi gabungan yang berasal dari semua kendaraan di dunia.

Sektor peternakan telah menyumbang 9 persen karbon dioksida, 37 persen gas metana (mempunyai efek pemanasan 72 kali lebih kuat dari CO2 dalam jangka 20 tahun, dan 23 kali dalam jangka 100 tahun), serta 65 persen dinitrogen oksida (mempunyai efek pemanasan 296 kali lebih lebih kuat dari CO2). Peternakan juga menimbulkan 64 persen amonia yang dihasilkan karena campur tangan manusia sehingga mengakibatkan hujan asam.

Peternakan juga telah menjadi penyebab utama dari kerusakan tanah dan polusi air. Saat ini peternakan menggunakan 30 persen dari permukaan tanah di Bumi, dan bahkan lebih banyak lahan serta air yang digunakan untuk menanam makanan ternak. Menurut laporan Bapak Steinfeld, pengarang senior dari Organisasi Pangan dan Pertanian, Dampak Buruk yang Lama dari Peternakan - Isu dan Pilihan Lingkungan (Livestock’s Long Shadow–Environmental Issues and Options), peternakan adalah "penggerak utama dari penebangan hutan …. kira-kira 70 persen dari bekas hutan di Amazon telah dialih-fungsikan menjadi ladang ternak. Selain itu, ladang pakan ternak telah menurunkan mutu tanah. Kira-kira 20 persen dari padang rumput turun mutunya karena pemeliharaan ternak yang berlebihan, pemadatan, dan erosi. Peternakan juga bertanggung jawab atas konsumsi dan polusi air yang sangat banyak. Di Amerika Serikat sendiri, trilyunan galon air irigasi digunakan untuk menanam pakan ternak setiap tahunnya. Sekitar 85 persen dari sumber air bersih di Amerika Serikat digunakan untuk itu. Ternak juga menimbulkan limbah biologi berlebihan bagi ekosistem.

Tuesday, November 25, 2008

untuk kehidupan yang lebih baik

0



……………
Make a better place for
You and for me
(Michael Jacson)


Membuat dunia yang lebih baik untuk semua, demikian kira-kira terjemahan bebas dari petikan lagu Heal the World milik Michael Jacson. Apabila dikaitkan dengan situasi Bumi kita, petikan lagu tersebut rasanya sangatlah tepat. Gejala pemanasan global (global warming) telah sedemikian terasa dan hal ini diperparah dengan kerusakan lingkungan. Tentu saja hal ini akan menjadikan Bumi bukan sebagai tempat yang layak untuk ditinggali.

Terkait dengan persoalan kerusakan lingkungan menarik untuk melihat bagaimana kondisi hutan saat ini, mengingat hutan merupakan paru-paru dunia yang menyediakan oksigen dan menyerap karbondioksida. Hutan juga berfungsi sebagai penyimpan air tanah, sehingga kerusakan hutan akan menyebabkan terjadinya kekeringan di musim kemarau dan bajir serta tanah longsor di musim penghujan. Ini tentu saja akan membawa dampak yang signifikan dalam kehidupan manusia. Ini artinya, dalam upaya membuat dunia yang lebih baik, tidak lepas dari upaya penyelamatan hutan, yang jumlahnya kian lama kian berkurang.


Kondisi Hutan Indonesia
Dari hutan tropis yang masih tersisa saat ini, 10%nya terdapat di Indonesia. Indonesia merupakan Negara ketiga dengan hutan tropis yang luas, setelah Brazil dan Republik Demokrasi Kongo. Pun demikian, saat ini hutan di Indonesia mengalami penurunan yang cukup signifikan. Berdasarkan statistik kehutanan tahun 2001 yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, luas hutan di Indonesia sekitar 109,96 juta Ha. Sementara itu menurut Surat Keputusan Menteri Kehutanan Juni 1999-Maret 2001, luas hutan diperkirakan 104,9 juta Ha, namun berdasarkan citra satelit Landsat ETM7 tahun 2000 luas lahan yang masih tertutup hutan hanya 93.557.000 Ha.

Berdasarkan data World Resource Institute tahun 1997, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72%. Antara tahun 1985-1997, laju kerusakan hutan di Indonesia tercatat 1,6 juta Ha per tahun. Jumlah ini naik menjadi 3,8 juta Ha per tahun pada tahun 1997-2000. Berdasarkan hasil penafsiran citra Landsat tahun 2000, teerdapat 101,73 juta Ha hutan dan lahan rusak, di mana 59,62 juta Ha berada dalam kawasan hutan. Setiap harinya laju deforestasi di Indonesia sekitar 51 Kilometer persegi atau setara dengan luas 300 lapangan sepakbola. Berdasarkan data FAO, angka deforestasi di Indonesia pada tahun 2000-2005 mencapai 1,8 juta Ha per tahun, sementara menurut Departemen Kehutanan 2,8 juta Ha per tahun.

Berkurangnya hutan menyebabkan sebagian besar kawasan Indonesia rentan terhadap bencana, baik kekeringan, banjir ataupun tanah longsor. Berdasarkan data Bakornas Penanggulangan Bencana pada tahun 2003, sejak tahun 1998 hingga pertengahan tahun 2003, telah terjadi 647 bencana di mana 85%nya merupakan bencana banjir dan tanah longsor yang disebabkan oleh kerusakan hutan. Pada tahun 2002, berdasarkan data dari Environmental Outlook WALHI tahun 2003, tercatat terjadi 14 bencana alam, terutama banjir dan tanah longsor yang lebih banyak disebabkan karena salah kelola lingkungan hidup. Kerusakan hutan juga berdampak pada semakin berkurangnya keanekaragaman hayati. Indonesia merupakan Negara dengan tingkat keanekaragaman hayati yang cukup tinggi, berdasarkan data Walhi, hutan Indonesia memiliki 12% dari jumlah binatang menyusui (mamalia), 16% spesies reptil dan ampibi, 1.519 spesies burung dan 25% spesies ikan dunia.

Penebangan kayu tropis merupakan penyebab utama berkuranya hutan, apalagi jika melihat Indonesia sebagai eksportir kayu tropis terbesar di dunia. 5 milyar USD setiap tahunnya diperoleh dari ekspor kayu, dimana lebih dari 48 juta hektar hutan diperbolehkan untuk ditebang. Ini masih ditambah dengan penebangan ilegal (illegal logging) yang semakin menyebar di berbagai daerah dan marak terjadi. Selain itu banyak areal hutan yang kemudian beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit.

Dewasa ini kepedulian terhadap lingkungan tampak cukup mengemukan. Ini terlihat dari berbagai kampanye tentang pelestarian lingkungan di banyak tempat dan di berbagai media, hal ini juga terlihat dari cukup banyaknya hasil yang didapatkan bila mencari topik pelestarian lingkungan di internet. Berbagai akibat dari perusakan lingkungan telah menyebabkan perhatian terhadap persoalan lingkungan menjadi sedemikian serius. Namun, seberapa jauhkah hal tersebut menjadi kesadaran bersama? Jangan-jangan hanya merupakan budaya ‘latah’ mengingat persoalan lingkungan akhir-akhir ini menjadi isu yang cukup hangat diperbincangkan, apalagi berkaitan dengan masalah pemanasan global. Efek dari pemanasan global telah membuat berbagai pihak menjadi peduli terhadap keadaan bumi.

Berkaitan dengan hal tersebut, kemudian berbagai perilaku ramah lingkungan mulai didengung-dengungkan atau istilah asingnya menjadi go green. Perilaku ramah lingkungan ini tentu saja terkait erat dengan upaya penyelamatan hutan. Sebagaimana yang telah dituliskan di depan, hutan memegang peran vital dalam kehidupan di Bumi ini.

--ada sambungannya

Monday, November 24, 2008

selamatkan hutan dengan hemat kertas

2


Jika ikan terakhir dari sungai terakhir telah dikail
Jika pohon terakhir dari hutan terakhir telah ditebang
Maka uang tidak ada gunanya
(pepatah Indian)


Pernahkah anda menghitung berapa banyak kertas yang anda gunakan dalam sehari. Jika dalam sehari anda menggunakan 20 lembar kertas, maka dalam sebulan anda menghabiskan 600 lembar kertas. Dalam setahun, anda menghabiskan 7200 lembar kertas.

Kertas biasa kita pakai dalam aktivitas sehari-hari, dari untuk menulis, membungkus kado, pembungkus makanan, dan lain-lain. Dapatkah anda membayangkan bagaimana jadinya bila tidak ada kertas. Kertas biasa kita jumpai dan karena relatif mudah untuk mendapatkannya maka tidak heran jika pemakaian kertas cenderung sesuka hati penggunanya. Tingkat kebutuhan kertas pun kemudian makin meningkat dari hari ke hari. Jika dahulu adanya komputer dan e-mail diyakini dapat mengurangi pemakaian kertas. Namun nyatanya tidak demikian, kebutuhan akan kertas tetaplah tinggi.

Tingginya kebutuhan akan kertas berimbas pada ketersediaan kayu, dimana kayu diolah menjadi bubur kertas (pulp) dan kemudian diolah lagi menjadi kertas. Menurut Prof. Dr. Sudjarwadi (UGM), 1 rim kertas setara dengan 1 pohon berumur 5 tahun. Untuk setiap ton, pulp membutuhkan 4,6 meter kubik kayu, dan 1 ton pulp menghasilkan 1,2 ton kertas. 1 hektar hutan tanamanan industri (acacia) dapat menghasilkan kurang lebih 160 meter kubik kayu. Jika pertahun diproduksi 3 juta ton pulp, maka membutuhkan 86.250 hektar hutan.


Daur ulang tumbuh acacia yang cukup lama, yakni 6 tahun, menyebabkan industri pulp membutuhkan lebih banyak hutan untuk beroperasi. Berdasarkan data dari Departemen Kehutanan pada tahun 1997, total kapasitas produksi industri perkayuan di Indonesia setara dengan 68 juta M3 kayu bulat. Kapasitas tersebut 3 kali lipat lebih besar dibandingkan kemampuan hutan produksi Indonesia untuk menghasilkan kayu secara lestari. Akibatnya, bahan baku industri kertas banyak berasal dari hutan alam, dan diperparah dengan tidak dilakukannya penanaman hutan kembali. Ini menunjukkan kertas erat kaitannya dengan hutan. Bahkan menurut World Wide Fund (WWF), penggunaan 1 rim kertas telah mengorbankan dua meter persegi hutan alam.

Saat ini hutan-hutan di Indonesia mengalami kerusakan yang cukup parah. Jika dahulu Indonesia termasuk dalam 3 negara dengan hutan terluas di dunia, bahkan diyakini 84% daratan Indonesia adalah hutan, maka saat ini Indonesia telah menjadi negara dengan laju perusakan hutan yang cukup tinggi. Menurut data Food and Agriculture Organizations (FAO), setiap harinya hutan di Indonesia berkurang seluas 500 kali luas lapangan sepakbola.

Sejarah deforesasi di Indonesia dimulai pada tahun 1970, dimana pohon ibarat emas coklat yang menawarkan keuntungan dan menggiurkan banyak pihak sehingga akibatnya penebangan hutan untuk tujuan komersial menjadi marak. Industri kertas pun dipandang sebagai upaya untuk mengangkat perekonomian negara. Ini tidak lepas dari tingginya harga pulp di pasaran. Di kawasan Asia, Indonesia bahkan memegang peranan penting dalam memasok kebutuhan pulp dan kertas dunia.

Proses pembuatan kertas yang dilakukan melalui penebangan hutan telah menyebabkan kerusakan lingkungan. Akibatnya, industri kertas telah meluluhlantakkan hutan alam di negeri ini. Tidak hanya itu saja penggunaan kertas yang tinggi juga telah menyebabkan banyaknya sampah kertas. Buruknya dampak pemakaian kertas terhadap lingkungan dan makin banyaknya sampah kertas kemudian memunculkan adanya kertas daur ulang yang dianggap sebagai solusi dari permasalahan tersebut. Pun demikian, di Indonesia harga kertas daur ulang masih lebih mahal dibanding kertas biasa, dan pemerintah memberikan subsidi kepada perusahaan kertas. Ini berbeda dengan di Swiss, dimana harga kertas daur ulang lebih murah daripada harga kertas yang diproduksi dari pohon. Ini menunjukkan tingginya komitmen pemerintah Swiss untuk mengurangi pemakaian kertas dari pohon dan menggalakkan pemakaian kertas daur ulang.

Berangkat dari hal tersebut, sudah seharusnya keprihatinan atas penggunaan kertas dan dampaknya terhadap kelestarian hutan harus menjadi kesadaran yang mengendap di masyarakat sehingga terwujud dalam perilakunya sehari-hari. Ini artinya, kesadaran untuk menghemat kertas dan menggunakan kertas dengan seefektif mungkin harus menjadi semangat pada diri setiap orang. Kampanye akan hal ini pun harus terus menerus dilakukan.

Tips Hemat Kertas

Berkaitan dengan upaya untuk mengurangi penggunaan kertas, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) pada tahun 2007, penggunaan kertas di kantor dapat dikurangi hingga 25%. Artinya, apabila setiap bulan ada pembelian kertas senilai Rp.100.000,00, maka ada penghematan sebesar Rp. 25.000,00 setiap bulannya. Upaya mengurangi kertas dapat dilakukan dengan menggunakan kertas secara bijak dan hal ini dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi atau di tempat kerja. Misalnya mencetak dokumen berupa memo, draf atau dokumen yang tidak membutuhkan satu sisi kertas dengan mencetak menjadi 2 sisi.
Dalam mencetak dokumen, untuk mengurangi pemakaian kertas dapat dilakukan dengan mengubah margin dokumen yang akan dicetak menjadi lebih kecil serta memperkecil ukuran hurufnya menjadi Arial 8 atau Times New Roman 9 (ukuran huruf ini masih bisa ditolerir oleh mata manusia yang sehat). Dengan menggunakan jenis huruf Arial dan Times New Roman akan lebih sedikit memakan ruang dibandingkan jika menggunakan jenis huruf yang lain.

Menggunakan kertas di kedua sisinya (depan dan belakang). Karenanya, jangan membuang kertas yang tidak terpakai. Sisi kertas yang masih kosong dapat digunakan untuk mencetak dokumen yang masih berupa draf atau memo. Jadi, biasakan untuk menyimpan kertas yang sudah tidak terpakai.

Bila tidak diperlukan untuk mencetak dokumen, dokumen yang akan dikirim dapat dikirim melalui e-mail atau diberikan dalam bentuk CD RW (CD yang dapat diisi kembali), dapat pula meminta penerima untuk mengunduhnya melalui website.

Mencetak dokumen dengan bijak, artinya sebelum mencetak dokumen harus dipastikan tidak ada kesalahan dalam pengetikan. Ini dapat dilakukan dengan selalu menggunakan print preview sebelum mencetak dokumen sehingga kesalahan dalam pencetakan dapat dihindarkan. Untuk mengedit dokumen dapat dilakukan di komputer, setelah dokumen dirasa sudah benar dapat dicetak.

Selalu memeriksa tinta dan mesin fotocopy atau printer sehingga hasil yang diperoleh dipastikan sudah baik. Seringkali karena tinta di mesin fotocopy dan printer kurang baik, hasil yang diperoleh kurang memuaskan sehingga pencetakkan atau penggandaan dilakukan beberapa kali. Ini artinya, akan membutuhkan lebih banyak kertas.
Dalam sebuah pertemuan, pendistribusian bahan materi dapat dilakukan dengan mengirimkannya melalui e-mail atau peserta dapat menduplikasikannya dengan flashdisk. Selain itu juga tidak perlu membagikan notes. Jika peserta memang memerlukan kertas untuk menulis, dapat disediakan kertas HVS 60 gr di sebuah meja dan meminta peserta untuk menggunakannya sesuai dengan kebutuhannya.

Jika selama ini anda terbiasa untuk menuliskan ide atau pemikiran anda di kertas, maka mulailah dengan menuliskan ide anda langsung dengan mengetikkannya di komputer atau laptop. Baru jika anda merasa perlu untuk mencetaknya, dokumen tersebut baru dicetak.

Menggunakan kertas 60 gr atau 70 gr. Umumnya, printer dan mesin fotocopy saat ini bisa bekerja menggunakan kertas yang lebih tepis. Dengan menggunakan kertas yang lebih tipis, akan lebih ramah lingkungan, karena kertas yang lebih tebal, licin, dan putih lebih banyak menggunakan listrik, bahan kimia dan menghasilkan limbah yang lebih banyak pula.

Untuk dokumen yang hanya sekali baca atau memiliki masa berlaku yang singkat dapat didistribusikan melalui e-mail atau CD serta dapat meminta orang yang membutuhkannya untuk mengunduh melalui website.

Biasakan untuk menggunakan kertas sesuai dengan kebutuhan. Kebiasan ini juga harus dikomunikasikan kepada anak-anak dan anggota keluarga yang lain. Sehingga masing-masing orang akan sadar dan memiliki kebiasaan menggunakan kertas dengan bijak. Selain itu juga dengan memilah-milah sampah yang dihasilkan sesuai dengan jenisnya, sehingga akan mempermudah proses pengolahan sampah.

Upaya menggunakan kertas dengan bijak, termasuk juga dengan menggunakan kertas tissue. Selama ini kertas tissue dipandang sebagai hal yang sepele. Akibatnya, pemakaian kertas tissue menjadi sangat konsumtif. Oleh karenanya, biasakan pula untuk menggunakan kertas tissue daur ulang dan menghemat pemakaiannya.

Di tempat kerja, perlu untuk disosialisasikan kebijakan untuk menghemat kertas. Ini artinya perlu dirancang kebijakan atau aturan yang dapat mendukung hal tersebut. Misalnya, untuk memacu karyawan agar menghemat kertas, dapat diberikan penghargaan kepada mereka yang melakukan penghematan kertas atau menggunakan kertas dengan bijak.
Pada level yang lebih tinggi, pemerintah perlu untuk mensosialisasikan untuk menghemat kertas. Misalnya dengan mewajibkan institusi pemerintah dan lembaga pendidikan untuk memakai produk daur ulang, termasuk kertas daur ulang. Menurunkan harga kertas daur ulang sehingga harganya lebih terjangkau dan lebih murah daripada kertas yang berasal dari pohon.

Dengan menghemat kertas berarti menjadi pengguna yang bertanggung jawab, tidak hanya terhadap barang yang dikonsumsi namun juga terhadap kelestarian hutan yang tersisa. Kesadaran tersebut tentunya bukan kesadaran parsial semata, namun menjadi bagian dari perilaku sehari-hari. Sebagaimana pepatah Indian yang disampaikan di muka, apakah kesadaran tersebut harus menunggu hingga hutan telah habis ditebang? Saat pepohonan telah menjadi barang langka?