Friday, May 04, 2012

sebuah surat untuk teman-teman kecilku

0



masihkah kalian ingat bersama kita ke museum Bahari? Rasanya masih jelas memori itu di ingatanku, bahkan hingga hari ini

Apa kabar kalian, kawan-kawan kecilku?

Kali ini kerinduan kepada kalian terasa sangat, bukan karena sepi yang merecah-recah atau penat yang tidak berkesudahan, tapi karena aku benar-benar merindu kalian. Aku mungkin tak bisa mengingat semua nama kalian, mungkin aku yang sudah menua untuk bisa mengingat nama kalian satu persatu; namun setiap memori yang kita lalui bersama masih tersimpan jelas di ingatanku.

Senja kala itu, ketika pertama kali aku menjejakkan kaki di tempat kalian tinggal, di utara ibukota. Mungkin adalah jodoh, jika kemudian kami memutuskan untuk berhenti di sebuah tempat tak jauh dari sungai yang tak lagi jernih airnya serta berbagai jenis sampah yang menggunung. Kami memutuskan untuk melangkah lebih jauh ke perkampungan itu, ke rumah-rumah yang berhimpit satu sama lain, sangat rapat.

Adalah kegelisahan yang menyeruak, ketika melangkah lebih jauh ke tempat kalian tinggal. Jika aku selalu menggerutu tentang masa kecil aku, tentang orang tuaku yang tak membelikan mainan baru, atau tak sering mengajakku berwisata ke tempat yang indah-indah di luar sana, luluh lantak semua itu. Mungkin karena keadaan hingga kalian tumbuh dewasa lebih cepat dan memahami realitas kehidupan yang sebenarnya. Atau terjebak dalam mimpi-mimpi yang ditawarkan tayangan televisi..

Adalah kegelisahan jika kemudian kami memutuskan untuk mengenal kalian, dalam sebuah tempat bernama “sabana.” Mungkin adalah harapan kami yang berlebihan untuk menjadikan ruang ini sebagai padang rumput di sana. Ini tidak hanya tentang kami yang berbagi sedikit ilmu yang dipunya, tapi juga tentang kami yang belajar dari kalian. Rasanya uang 120 ribu rupiah yang kusisihkan tiap bulan untuk membayar kontrakan, tempat kita bermain bersama tak sebanding dengan apa yang aku rasakan ketika bertemu kalian, kawan-kawan kecilku.
Masih ingatkah kalian dengan lagu yang sering kita nyanyikan bersama sebelum kita mulai acara “belajar” bersama?
            lihat kebun tebu, itulah kampungku
            ada sungainya dan ada rumahku
            setiap hari kubersihkan slalu
ingin rasanya, kujadikan indah

Masih teringat betapa antusiasnya kalian menyanyikan lagu itu, lagu sederhana gubahan kami dari lagu anak-anak “lihat kebunku.”

Kala itu, kami tak pernah tau kemana nantinya ‘sabana’ bermuara. Yang aku tau, ‘sabana’ membantuku menjadi kuat. Ketika aku terpuruk, sakit hati; bermain dan berinteraksi dengan kalian adalah bagian dari proses menyembuhkan. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk meninggalkan ‘sabana’ untuk sebuah mimpi yang lain. Hidup adalah pilihan, dan pilihan untuk meninggalkan kalian kala itu adalah pilihan yang berat dan menyakitkan bagiku.

Kadang bertanya, berartikah bagi kalian semua ini. Tapi tentu saja, ini bukan tentang membuat mie instant yang dalam waktu 10 menit sudah ada hasilnya. Meski ada rasa senang ketika mengajarkan kalian untuk bermimpi, sekaligus rasa sedih juga ketika menemui kalian bermimpi dan kenyataan mencabut mimpi itu hingga membuat jauh. Adalah Agung, dia anak yang cerdas dan tak jarang membantu kami dalam proses ‘belajar’ di sana. Dialah yang paling antusias dengan semua cerita yang kami ceritakan, tentang antariksa, tentang negeri-negeri yang jauh di sana atau tentang bung Karno yang tak pernah kehilangan semangat untuk membaca. Kenyataan membuatnya berhenti bermimpi sejalan dengan pupusnya harapan untuk bisa kembali bersekolah ketika kenyataan berkata lain. Alih-alih menjadi pilot seperti yang pernah ia katakan, berujung menjadi kuli angkut di pasar. Jika ada yang saya sesali dalam hidup saya, ini adalah salah satunya, tak benar-benar berusaha kala itu.

Jika boleh diberikan kesempatan lagi, ingin aku kembali belajar bersama kalian, meretas asa dan membangun mimpi bersama. 

Thursday, April 26, 2012

tolak lagu kamseupay

2

Seorang teman memposting di Facebook tentang lagu berjudul "Kamseupay" yang dinyanyikan Lolipop. Lagu tersebut memupuk diskriminasi sosial di kalangan anak-anak yang beranjak dewasa. Lagu tersebut juga menjadi soundtrack sinetron putih abu-abu. Penasaran dengan lagu tersebut, saya coba cari di Youtube dan mencermati lirik lagunya.Berikut adalah lirik lagu tersebut:
Jangan dekat-dekat denganku Karena kamu bukan level-ku Kita beda kasta, beda segalanya Jangan mimpi saingi aku Kalau kamu masih punya malu Modal dengkul aja, gak ada harganya Gaya lo… Tingkah lo… Muka lo… KAM-SE-U-PAY Gaya lo… Tingkah lo… Muka lo… KAM-SE-U-PAY Tak sudi berteman sama rakyat jelata Mendingan lo semua kelaut aja Lihat ku aduhai, gaya pun keren pandai Gak seperti lo semua yang, KAM-SE-U-PAY Ho… eoh eoh… Eoh eoh… Euwwww….. KAM-SE-U-PAY Jangan dekat-dekat denganku Karena kamu bukan level-ku Kita beda kasta, beda segalanya Jangan mimpi saingi aku Kalau kamu masih punya malu Modal dengkul aja, gak ada harganya Gaya lo… Tingkah lo… Muka lo… KAM-SE-U-PAY Gaya lo… Tingkah lo… Muka lo… KAM-SE-U-PAY Tak sudi berteman sama rakyat jelata Mendingan lo semua kelaut aja Lihat ku aduhai, gaya pun keren pandai Gak seperti lo semua yang, KAM-SE-U-PAY Ho… eoh eoh… Eoh eoh… Euwwww….. KAM-SE-U-PAY
Membaca lirik tersebut saya jadi geleng-geleng kepala sendiri dan yah saya setuju jika lagu ini memupuk dikriminasi sosial. Dilihat dari liriknya, lagu ini sejak awal sudah mengusung tentang perbedaan level, kasta dan sangat diskriminatif.
Jangan dekat-dekat denganku Karena kamu bukan level-ku Kita beda kasta, beda segalanya
Tak sudi berteman sama rakyat jelata Mendingan lo semua kelaut aja
Apa jadinya jika anak-anak dijejali lagu seperti ini? Ini sama saja mengajarkan untuk melakukan diskriminasi sosial. Saya sendiri tidak rela jika generasi muda sudah dijejali dengan hal-hal yang mengajarkan diskriminasi.

Friday, February 17, 2012

Perlindungan terhadap BMI: Perjuangan Tiada Henti

0

Secara tak sengaja saya membuka folder spam di email saya dan membaca email tentang ratifikasi Konvensi PBB Tahun 1990 tentang Perlindungan Seluruh Hak-hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya oleh pemerintah pada tanggal 7 Februari lalu. Ratifikasi terhadap konvensi yang dikenal dengan nama Konvensi Buruh Migran tersebut memang telah lama diperjuangkan oleh teman-teman yang terlibat dalam perlindungan Buruh Migran Indonesia (BMI). Singkat kata perjalanan meratifikasi Konvensi ini adalah perjalanan yang sukup panjang.


Saturday, February 04, 2012

Peduli Lingkungan Ala Finland

3


Perbincangan sekaligus perhatian terhadap lingkungan rasa-rasanya semakin mengemuka. Sempat saya baca sebuah berita di twiteer di Sumatra Utara, pasangan yang akan menikah wajib menanam satu batang pohon. Ini mengingatkan saya dengan perbincangan saya 5 tahun lalu, di daerah Kuningan Jawa Baratpun pasangan yang akan menikah wajib menyumbangkan satu tanaman. Tidak hanya itu saja, ada banyak gerakan menanam pohon di negeri ini, meski kasus pembalakkan hutan masih saja terjadi.

Kepedulian terhadap lingkungan tidak hanya ditunjukkan dengan gerakan menanam pohon atau menyumbangkan pohon saja. Di beberapa negara, pemerintah membuat program car free day. Yang saya tahu tentang program tersebut, kemacetan justru berpindah di tempat lain, bahkan tak jarang saya kesusahan dalam mengakses publik transportasi.

Beberapa bulan tinggal di Finland, salah satu negara scandinavia ini membuat saya ingin menuliskan peduli lingkungan ala negeri seribu danau ini. Tempat sampah di sini terdiri dari beberapa macam, yaitu landwaste, metal, karton, burning waste, glass dan kertas. Sudah menjadi kewajiban dari tiap keluarga/ orang untuk memilah-milah sampahnya dan membuangnya di tempat sampah yang sesuai. Memilah-milah sampah ini pun diajarkan kepada anak-anak, sehingga ketika mereka dewasa kebiasaan memilah sampah telah tertanam di diri mereka. Terkait dengan glass recycling, bersama dengan Jerman, Finland memiliki tingkat glass recycling yang cukup tinggi yaitu 80-90%.

Kumpulkan botol air mineral dan kaleng coke atau beer anda, anda akan mendapatkan voucher berbelanja. Ya, anda bisa menukarkan botol dan kaleng tersebut di supermarket dan mendapatkan voucher untuk berbelanja di supermarket tersebut. Sayangnya saya tidak terlalu memanfaatkan program ini, berhubung jarang membeli air mineral dan tak pernah membeli coke atau beer.

Jika di tanah air, untuk mendukung program peduli lingkungan di beberapa supermarket, disediakan kantong plastik atau kantong khusus dengan membayar beberapa ribu rupiah. Namun tentu saja, pihak supermarket tersebut memberikan kantong plastik secara cuma-cuma. Saya menjadi teringat, saya selalu membawa kantong plastika kemana saja saya pergi, sehingga ketika saya berbelanja saya selalu menolak kantong plastik yang diberikan. Lain halnya dengan di sini, supermarket tidak memberikan kantong plastik secara cuma-cuma (hanya ada kantong plastik ukuran kecil yang tersedia gratis), karenanya selalu membawa tas atau kantong plastik sendiri.

Toko-toko second hand cukup banyak ditemukan di sini. Barang-barang yang tidak terpakai dijual di toko second hand. Anda bisa menemukan barang dengan harga miring di toko second hand, dan ini artinya menggunakan konsep re-use. Jika dilihat dari sisi ekonomi, mungkin ini adalah kebermanfaatan kepemilikan. Sebagai contoh, ketika anda membeli mesin cuci baru sementara mesin cuci lama masih berfungsi, alangkah baiknya jika mesin cuci tersebut dialihkan ke orang lain yang lebih membutuhkan dari pada membuat sesak rumah anda.

Kedekatan orang Finland dengan alam, ini terlihat dari salah satu kegiatan yang dilakukan orang Finland yaitu berburu jamur dan berry. Kebanyakan mereka dapat membedakan jamur yang bisa dimakan dan yang tidak. Ini cukup penting karena tidak semua jamur dapat dimakan.

Mungkin masih banyak lagi cara peduli lingkungan di negeri ini yang luput dari pengamatan saya. Namun yang saya pelajari, peduli dari lingkungan harus dimulai dari diri sendiri dan tentu saja mari kita mulai dari sekarang.





Sunday, January 22, 2012

Merindukan Ruang Publik yang Aman bagi Perempuan (dan Anak)

0

Miris hati saya, ketika pagi ini membaca sebuah tulisan "Mahasiswi Diperkosa Lima Pemuda di Angkot." Ini mengingatkan saya pada status mbak Mariana Amiruddin di FB beberapa hari yang lalu,
"Seorang ibu menunggu angkot di pinggir kota sendirian. Datanglah angkot kosong gelap. Saya panik, langsung saya beri tumpangan. Kebetulan satu tujuan. Lalu kami berdua diskusi soal perkosaan di angkot dan situasi kota yg memburuk."
Saya menjadi bertanya, apakah mimpi tentang ruang publik yang aman bagi perempuan (dan anak) masih jadi mimpi belaka di negeri ini? Beberapa waktu yang lalu ketika bertemu dengan kelompok perempuan di Turku (red: Finlandia), mereka bertanya apa yang membedakan hidup di Indonesia dengan di Turku dari perspektif saya yang perempuan. Agak sulit menjawabnya, ada beberapa hal yang membuat saya turn green with envy dengan keadaan di sini. Salah satunya adalah rasa aman, meski malam atau dini hari saya masih berada di jalan yang sepi dan gelap, sendirian; namun saya merasa aman. Tidak ada street harassment yang biasa saya dapati atau saksikan di Indonesia, entah itu komentar dari sekelompok orang (laki-laki) atau siulan. Hal yang sama saya rasakan ketika berada di Thailand, meski tentu saja kadar rasa amannya tidak setinggi di sini. 

 Saya kemudian bertanya, akankah ketika kembali nanti ke negeri tercinta ruang publik sudah menjadi tempat yang aman bagi perempuan. Ketika berbicara tentang ruang publik dan rasa aman, kemudian saya teringat dengan pernyataan seorang tokoh yang menyalahkan busana yang dipakai perempuan. Ah.. kembali perempuan menjadi yang paling bertanggungjawab atas urusan moral. Tubuh perempuan disalahkan dan bagaimana perempuan berbusana menjadi hal yang dituding sebagai penyebab ketidakamanan pada perempuan. Permasalahannya apakah pada perempuan dan busana yang dikenakannya atau pada cara pandang yang menjadikan perempuan sebagai objek? Ketika masyarakat saling menghormati dan menghargai satu sama lain, tidak memandang pihak yang lain sebagai objek, ruang publik yang aman bagi perempuan (dan anak) bahkan bagi siapa pun tentu saja bukan impian belaka. ----

Tuesday, January 17, 2012

Resensi: The Girl Who Leapt Through Time

0

Title : The Girl Who Leapt Through Time (Toki o Kakeru Shōjo) 
Year : 2006 

Seandainya saja kita bisa mengulang waktu... 
Kata-kata itu acapkali kita dengar, dan bagaimana jika bisa? Akankah menjadi hal yang berbeda? Benarkah itu yang kita inginkan? 

Makoto, seorang remaja Jepang yang tinggal di Tokyo secara tak sengaja memiliki kemampuan untuk melakukan perjalanan waktu, semenjak dia selamat dari tabrakan dengan kereta api akibat rem sepedanya oblong. Makoto menggunakan kemampuannya untuk berbagai hal, dari memperbaiki nilai ujian, makan puding yang sebelumnya dimakan adiknya, karaoke hingga 10 jam, memakan makanan kesukaannya, membantu seseorang mengungkapkan perasaannya, menghindari 'kecelakaan' di kelas, bahkan mencegah kematian seseorang. Melihat film ini, kadang Makoto menggunakan kemampuannya itu untuk hal yang tidak seperlunya. Dan siapa sangka kemampuan itu ternyata memiliki batasannya. Memiliki kemampuan tersebut rasanya cool dan mungkin kita berpikir bisa melakukan hal yang lebih baik jika bisa mengulang waktu. Kita bisa dengan mudah kembali ke waktu dengan moment yang kita suka atau memperbaiki sesuatu.
"Kamu bisa melakukan perjalanan waktu, tapi pernahkah berpikir mungkin ada seseorang yang menderita karena hal itu?"
demikian kira-kira kata bibi Makoto yang dipanggilnya aunty witch. Benar saja, ketika Makoto menyadari perasaannya pada Chiaki, dia menyesal telah melakukan pengulangan waktu berkali-kali untuk menghindari Chiaki menyatakan perasaannya. Terlebih ketika mengetahui Chiaki akan menghilang. 

Bagaimana kelanjutan kisah Makoto dan Chiaki? Atau bagaimana Makoto memanfaatkan kemampuannya itu? Bisa diikuti dengan menonton filmnya langsung. Menurut saya film ini cukup bagus dan mengandung pesan moral yang tentu saja sangat subjektif tergantung masing-masing dari kita. Finally, film ini cukup worthed untuk ditonton.

Friday, January 06, 2012

Jilbab dan Saya

1


Memakai jilbab di Indonesia adalah hal yang lumrah, cara berpakaian ini bahkan dianggap sebagai cara berpakaian yang baik. Tidak hanya itu, beberapa daeraho bahkan mewajibkan perempuannya untuk berjilbab. Tinggal di negara orang, menjadikan banyak orang bertanya pada saya mengapa memakai jilbab. "Kamu tinggal di Indonesia, negara yang panas. Mengapa kamu memakai jilbab? Apa tidak gerah?" demikian tanya salah seorang teman saya dari China. Lain lagi dengan teman saya dari Perancis yang sedikit lebih 'menyerang', tak seharusnya simbol keagamaan dipaai di muka umum ( ini sejalan dengan kebijakan Prancis).

Saya memulai memaki jilbab ketika saya masuk kuliah. Saya bukan berasal dari keluarga atau lingkungan pesantren atau yang taat sekali pada agama. Ibu saya hingga saat ini terkadang memakai jilbab dan terkadang tidak. Keinginan memakai jilbab, saya rasakan di saat akhir masa SMU saya. Ketika itu banyak teman dekat saya yang kemudian memaka jilbab (ini mungkin sedikit banyak mempengaruhi saya), selain keinginan untuk lebih mendekatkan diri pada Tuhan dan menjalankan agama saya lebih baik. Tidak ada yang mempertanyakan hal ini pada saya, dan tak ada pula yang mengkritisi. Saya pun tak mempertanyakan hal ini pada diri saya.

Ketika berjilbab, saya pikir tak ada orang yang bertanya tentang agama saya. Namun ternyata tidak demikian. Ketika saya berada di Aceh, seseorang bertanya, "Apa agama adik?" Baru kali ini saya mendapat pertanyaan seperti itu, yang membuat saya heran (tentu saja).

Memakai jilbab membantu saya dalam aktivitas saya. Ketika bekerja di Aceh, memakai jilbab tentu saja menjadi hal yanga menguntungkan. Demikian halnya dalam aktivitas saya di beberapa daerah di Jawa Barat, memakai jilbab membuat saya 'lebih mudah masuk ke masyarakat'. Tidak hanya itu saja, aktivitas saya yang menuntut saya hingga larut malam masih berada di transportasi publik atau seringkali bepergian sendiri, memkai jilbab membuat saya merasa aman dan nyaman.

Namun jilbab juga membuat saya 'malu'. Ketika beberapa pemimpin daerah mewajibkan perempuan di daerah tersebut untuk memakai jilbab. Atau kewajiban memakai jilbab di lingkungan sekolah atau kantor. Jilbab menjadi alat politik dan menjadi alat untuk mengontrol tubuh perempuan.

.. Bersambung

Europe Trip

2


Judul postingan ini mirip dengan judul film yang baru saja saya tonton. Sengaja memang, namun perjalanan saya tidak untuk menemui penpal dan menyatakan perasaan hati pada orang tersebut. Akhirnya mimpi untuk jalan-jalan d Eropa kesampaian juga, meski tidak semua negara Eropa saya jamah. Semoga masih ada next time buat saya. Amien..

Kalo boleh dibilang perjalanan ini kurang well-prepared karena sebelumnya disibukkan dengan ujian dan tugas-tugas. Namun masih bisa searching tiket pesawat dan hostel. Perjalanan ini dimudahkan karena saat ini saya tinggal di Finland dan memiliki residence permit jadi bebas ke negara Uni Eropa lainnya.

Perjalanan ini benar-benar tidak ada duanya, bagaimana tidak. Beberapa jam sebelum berangkat saya masih mengerjakan soal ujian dan kemudian disibukkan membeli sepatu boots. Deritanya tidak berhenti sampai di situ saja, cerita sebelum berangkat bisa dilihat di sini.

bersambung

Meski perjalanan

Saturday, November 05, 2011

Qurban: to understand the pain of others

6


Sehari sebelum Idul Adha, membuat saya ingin merenungkan makna dibalik hal tersebut. Apa yang terbersit dalam benak anda ketika ditanyakan tentang Idul Adha? Mungkin jawabnya ada Nabi Ibrahim, sapi, hewan kurban, penyembelihan,... Saya tidak akan menulis tentang bagaimana sejarah kurban, karena hal tersebut dapat dengan mudah didapatkan di internet.

Menjadi teringat dengan hari Raya Idul Adha yang sudah-sudah, bagaimana saya menjadi sedih ketika menatap hewan-hewan kurban tersebut. Berqurban tidak hanya harus menyisihkan sebagian harta anda untuk membeli hewan qurban dan membaginya dengan kaum papa, tapi juga mengorbankan hidup mahkluk yang lain. Hal ini membuat saya tak bisa membayangkan bagaimana perasaan Nabi Ibrahim kala itu, mengutip twitter Gunawan Muhammad:
Mungkin kita lupa bahwa yg harus dikorbankan Nabi Ibrahim dua hal: seorang bocah yg tak bersalah dan ikatan batinnya dgn si anak.


Hal tersebut rasanya berat dan saya tak bisa membayangkan jika saya berada dalam posisi tersebut. Betapa berat pengorbanan itu. Bahkan dalam kasus hewan kurban, kita membeli hewan kurban dan kemudian menyembelihnya. Bagaimana qurban yang kita lakukan mengantarkan mahkluk lain dalam sakit dan kematian. Hubungan qurban tidak hanya antara orang yang berqurban dan kaum papa yang kemudian menerima daging kurban, tetapi juga dengan hewan yang dikurbankan. Mungkin hubungan yang terakhir kurang kita perhatikan, namun jika kita hayati akan membuat kita tersadar tentang arti pengtingnya hidup, dan merefleksi pengorbanan yang kita lakukan. Kita tidak hanya berkorban dengan menyisihkan harta untuk membeli hewan qurban, tetapi juga mengorbankan hidup hewan tersebut.

Esensi dari berkorban tidak hanya berbagi dengan orang lain (terutama mereka yang tak berpunya), tetapi juga memaknai pengorbanan yang dilakukan. Ini tentu saja tak hanya berlaku pada hari raya idul adha, tetapi dalam kehidupan sehari-hari kita. Hal kecil saja, pernahkah kita berpikir ketika mengkonsumsi sesuatu, untuk menjadi suatu barang tentu ada pengorbanan yang dilakukan. Ketika menjumpai makan siang kita, mungkin itu adalah pengorbanan ibu/ayah/istri/suami kita yang melupakan rasa lelah setelah bekerja mencari uang dan membuat masakan tersebut yang bahkan mungkin mengorbankan waktu istirahatnya. Jika kita merunut asal suatu barang makan akan banyak cerita pengorbanan-pengorbanan yang akan kita dapatkan. Hal ini akan membuat kita lebih menghargai sesuatu dan memaknai sesuatu bahkan hal kecil sekalipun.

Selamat merayakan idul adha...





Monday, October 17, 2011

sejenak membincangkan cinta dalam sajak 'Aku Ingin'

0


Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikanya abu
Aku ingin mecintaimu dengan sederhana:
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Sapardi Djoko Damono, (1989)



Mungkin cinta adalah tema yang paling sering kita dengar saban hari, entah di televisi, roman, lagu atau dalam kehidupan sehari-hari. Membincangkan tentang cinta membuat saya teringat dengan sajak Aku Ingin-nya Sapardi Djoko Damono. Puisi ini cukup populer, jika tidak percaya anda bisa menggooglingnya dan akan keluar berlembar-lembar hasil termasuk musikalisasi puisi tersebut. Mungkin andapun akan menemukan video karya saya di sini, wah kenapa saya malah jadi promosi ya ^_^ hehehe.. back to the topic



Puisi ini mungkin terkesan sederhana, namun sejatinya mengandung makna yang dalam (setidaknya bagi saya). Untaian kata-kata tersebut menyentuh benar dalam diri saya, salah satu kepiawaian SDD adalah meramu kata-kata dan ini adalah salah satunya. Bahkan hingga kini saya masih berusaha memaknai untaian kata dalam sajak itu.

mencinta dengan sederhana
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Saya menjadi bertanya bagaimanakah itu mencintai dengan sederhana? Cinta dalam wajah yang sederhana, tanpa ada kerumitan atau hal-hal yang 'wah'. Membaca sajak 'Aku Ingin', SDD menghadirkan wajah kesederhanaan cinta dalam peniadaan sebagaimana hubungan api dan kayu atau awan dan hujan.

Mencermati kata-kata tersebut, membuat saya berpikir tentang unconditional love. Hubungan kayu dan api dan awan dan hujan, mungkin adalah hubungan yang tak pernah kita pikirkan. Rasa-rasanya hubungan tersebut adalah suatu yang normal adanya, mungkin demikianlah pengorbanan, tak mengharap berbalas. Suatu hubungan yang tulus mungkin.

Kadang menjadi bertanya, kenapa mencintai seseorang, andai dia adalah pembunuh, masihkah mencintainya? andai dia bukan anak kita, masihkah mencintainya? dan masih banyak andai andai yang lain tentu saja. Cinta.. dan pada akhirnya saya hanya bisa mengutip kata-kata Joni Mitchell,
....and still somehow I really don't know love at all.

Mungkinkah saya yang membuat cinta menjadi sebuah rumusan yang complicated dan tak berusaha mennyederhanakannya? entahlah.. Mungkin saya masih terjebak dengan definisi atau apalah tentang cinta atau mungkin bagaimana menyebut perasaan saya. Menjadi bertanya apakah saya sudah benar-benar mencinta? Mencinta dengan sederhana sebagaimana yang tertuang dalam sajak aku ingin.

Atau mungkin ini adalah bentuk cinta yang lain. Cinta tuhan kepada makhluknya...