Friday, March 28, 2014

Satinah oh Satinah

0

Jelang hari akhir pembayaran uang diyat, yakni 3 April besok, di satu pihak banyak yang berusaha menggalang dana untuk membebaskan Satiyah, sebut saja Melani Subono, migran care atau Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Tidak main-main, uang diyat tersebut mencapai Rp. 21 M, jumlah yang cukup besat. Di lain pihak ada yang tidak setuju dengan hal tersebut, dengan alasan Satinah seharusnya mendapatkan hukuman, karena Satinah sudah membunuh majikan dan mencuri uangnya. 

Lepas dari pro dan kontra terhadap hal tersebut, saya menjadi teringat pembicaraan saya beberapa waktu yang lalu dengan kawan saya terkait dengan hukuman mati. Dari pembicaraan mengenai setuju atau tidaknya hukuman mati (dan juga banyak hal lainnya) dipengaruhi oleh pengalaman kita juga. Misalnya saja, ketika ada seseorang anggota keluarga anda yang diperkosa sehingga mengalami trauma berkepanjangan yang tentu saja mempengaruhi masa depannya, bisa jadi anda kemudian menjadi setuju hukuman mati bagi pemerkosa, karena telah menghancurkan hidup seseorang. Atau misalnya ada anggota keluarga anda yang dibunuh seseorang, anda akan setuju hukuman mati bagi pembunuh tersebut. 

Saya sangat setuju apabila kehidupan di dunia ini bukanlah hitam putih, artinya kita tidak bisa serta merta melihat sesuatu dari apa yang ada adalah hitam atau putih. segala sesuatu pasti ada penyebabnya. Misalnya saja ketika seseorang mencuri karena membutuhkan uang untuk membeli makan bagi anaknya yang masih kecil, jika tidak akan mati kelaparan. Tentu saja perbuatan mencuri adalah sesuatu yang tidak baik, namun jika dilihat ternyata perbuatan tersebut adalah akibat dari tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi orang miskin. 

Demikian halnya dengan Satinah, perlulah kita melihat apa yang menjadi akar permasalahannya, daripada hanya melihat persoalan yang ada di permukaan yaitu Satinah bersalah karena telah membunuh dan mencuri. Tentu saja, perbuatan tersebut tidak dapat dibenarkan pun demikian kita juga tidak bisa abai dengan keadaan yang membuatnya melakukan hal tersebut. Karenanya sudah seharusnya peristiwa ini menjadi momentum bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan kondisi TKI, sehingga negara ini tidak hanya menjadi negara pengirim TKI tanpa memiliki posisi tawar yang kuat. Akibatnya hanya mengirimkan TKI saja dan menerima devisa yang dihasilkan namun abai terhadap kondisi TKI yang ada di sana. Hal ini tentu saja menjadi tindakan preventif terhadap kejadian-kejadian yang mungkin timbul sebagaimana yang terjadi dalam kasus Satinah. 

Akhirnya, apa iya kita membiarkan saudara kita dihukum mati di negara lain di sana, karena sebenarnya dia memperjuangkan haknya yang tidak diterima. Lalu bagaimana dengan perlakuan tidak adil yang diterima Satinah yang menjadi pemicu kejadian pembunuhan tersebut?  

0 komentar: