Thursday, February 17, 2011

Surname

1

Mengisi sebuah formulir kadang menjadi hal yang menjengkelkan ketika mereka meminta surname. Nama saya terdiri dari 3 kata, dan semuanya adalah nama saya. Tidak ada surname di nama saya, namun karena ketentuan yang berkiblat barat itu, jadilah kata kedua pada nama saya adalah middle name dan kata terakhir sebagai surname.

Adalah hal yang menarik membincangkan surname ini. Teman saya memiliki surname yang merupakan nama keluarganya. Ketika dia dipanggil Mrs. X, dia menolak karena itu berarti dia adalah istri dari ayahnya. Lain halnya dengan teman saya yang berasal dari negeri matador, dia memiliki 2 surname, yaitu nama belakang ibu dan ayahnya dimana keduanya dipakai secara bersamaan.

Hal ini menjadi menarik ketika saya berdiskusi dengan teman saya dari Jepang, yang meneliti tentang surname di Jepang. Di Jepang, ketika seseorang menikah, mereka diwajibkan untuk mengganti nama belakangnya. Bisa nama belakang istri ataupun suami, tergantung kesepakatan berdua. Namun tentu saja, kebanyakan menggunakan nama belakang pihak laki-laki. Persoalan menjadi rumit, ketika keduanya bercerai dan dalam kasus sang anak ikut istri. Ketika suami menikah lagi, kemudian meminta sang anak melepaskan nama keluarganya dan mengganti dengan nama keluarga ibu. Nama adalah identitas, sehingga tidak terbayangkan ketika sudah puluhan tahun menggunakan nama tersebut dan diminta untuk menggantinya.

Bagaimana di negara ini? Saya melihat kecenderungan dari teman-teman perempuan saya secara informal menggunakan nama belakang suaminya (yang padahal bukan surnamenya). Sekedar catatan, tentu saja bukan berasal dari masyarakat patrilineal macam batak atau matrilineal macam minangkabau. Entahlah apa maksudnya. Namun bagi saya, timbul pertanyaan, kenapa harus perempuan yang menggantinya? kenapa bukan laki-laki?

Sebelum berkeluarga, beberapa perempuan menggunakan nama keluarga (ayah)nya di belakang namanya. Ketika dia kemudian pergi ke luar negeri, orang menyapanya dengan Ms. ....(nama keluarganya). Ketika kemudian dia berkeluarga, dia kemudian menggunakan nama suaminya di nama belakangnya. Tidak hanya itu saja, orang-orang kemudian memanggilanya dengan sebutan Bu.... (nama suaminya). Atau ketika anaknya lahir kemudian disapa dengan ibunya .... (nama anaknya). Aah.. kapan dipanggil dengan namanya sendiri?

Orang boleh jadi berkata, apalah arti sebuah nama mengutip kata Shakespeare. Tapi bukankah nama adalah identitas seseorang?

1 komentar:

Pulsel said...

salam, terima kasih infonya, saya selalu salah pua ya, sayamemasukan surname padahal nama margn tidak ada surnamenya