Thursday, March 10, 2011

Sebuah Apologi: Catatan di Hari Perempuan Internasional

0


Pengantar
Tulisan ini adalah apologi saya atas komentar saya di sebuah situs jejaring sosial. Kenapa apologi, karena ini adalah pembelaan saya atas kata-kata saya, yang saya sadari sulit untuk saya lempar ulang di situs tersebut.

8 Maret lalu adalah peringatan 100 tahun hari perempuan internasional. Perayaan ini bukan tanpa sebab, ini adalah penghargaan atas perjuangan perempuan biasa yang meretas sejarah, sebuah perjuangan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. 100 tahun yang lalu pada tanggal 8 Maret 1911, untuk pertama kalinya hari perempuan sedunia diperingati (meski tentu saja perjuangan perempuan tidak dimulai dari tahun itu) di Austria, Denmark, Jerman dan Swiss. Lebih dari satu juta perempuan dan laki-laki turun ke jalan menuntut hak untuk ikut serta dalam pemilu dan posisi di dalam pemerintahan , mereka menuntut hak bekerja, kesempatan memperoleh pelatihan, dan penghapusan diskriminasi dalam pekerjaan. Peringatan ini tentu saja penghargaan dan dukungan terhadap perjuangan perempuan, tidak hanya masa lalu, tapi juga masa kini dan masa yang akan datang. Perjuangan itu masih berlanjut.


Berikut adalah apologi saya:

Harapan di "hari Perempuan Sedunia" : semoga tahun depan atau tahun ini ada yang mencetuskan "Hari Laki-Laki Sedunia"


harus ada sejarahnya kenapa, jangan terus karena perempuan punya hari perempuan dan laki-laki mempertanyakan harinya..


Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya, bahwa butuh waktu berabad-abad bagi perempuan untuk mendapatkan haknya (hak memilih, hak bekerja, hak atas pendidikan, dsb), karena tentu saja laki-laki telah lebih dahulu mendapatkan haknya. Hari perempuan adalah penghargaan serta dukungan bagi perjuangan perempuan.

Bagaimana dengan keadaan perempuan? Berdasarkan data UNIFEM, secara global 6 dari 10 perempuan mengalami kekerasan fisik atau seksual. Di Indonesia, berdasarkan data Komnas Perempuan tahun 2004, terdapat 5.934 kasus kekerasan menimpa perempuan. Meski jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya, tentu saja tidak menjadi indikator bahwa kekerasan terhadap perempuan meningkat. Berdasarkan data Bank Dunia, secara global kesempatan mendapatkan pendidikan masih didominasi laki-laki, dimana 65% anak perempuan tidak sekolah. Di Indonesia, tingkat kematian ibu masih cukup tinggi yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup, yang masih menjadi salah satu yang tertinggi di kalangan negara-negara ASEAN (Kompas). Berdasarkan data World Bank di tahun 2002, angka melek huruf perempuan adalah 86%, sementara laki-laki 94%. Juga lebih pendeknya jumlah waktu rata-rata sekolah perempuan daripada lelaki (6,5 berbanding 7,6 tahun).

Hari perempuan bukan sekedar simbolis saja, namun penghargaan serta dukungan bagi perjuangan perempuan, untuk kondisi yang lebih baik. Dan, masihkah anda bertanya mengapa? Ketika secara pribadi mempertanyakan diskriminasi yang mungkin pernah dialami atas nama jenis kelamin, mungkin anda bisa berefleksi sendiri. Pernahkah anda diperlakukan tidak adil, hanya karena anda laki-laki atau perempuan? Menjadi teringat diri saya, dalam sebuah acara keluarga ketika saya kecil. Saya iri dengan saudara laki-laki saya yang bisa bermain, sementara saya dan (tentu saja) saudara-saudara perempuan saya yang lain harus membantu memasak dan mempersiapkan makanan.

"Hari Perempuan Men-traktir Sedunia" .....

Sengaja saya menanggapi joke ini. Di Indonesia, jumlah remitan PRT migran (yang semuanya adalah perempuan) mencapai 7,135 miliar dolar AS (lebih lanjut bisa dibaca di sini) Jumlah yang tidak sedikit, bahkan penyumbang devisa negara terbesar kedua. Uang dari cucuran keringat perempuan tersebut digunakan untuk membiayai pembangunan. Jadi, tidakkah merasa sudah 'ditraktir' perempuan. Ini tentu saja belum termasuk dengan pekerjaan tidak berbayar (baca: reproductive work) yang dilakukan perempuan.

0 komentar: