membangun sisterhood
Sisterhood (persaudarian perempuan) menjadi jargon klasik tahun 1970an, yaitu sisterhood is powerfull. Namun hingga kini, nampaknya masih sulit untuk membumikan jargon tersebut.
Perempuan harus berhadapan dengan kaumnya sendiri, hal ini terlihat jelas entah itu dalam konteks permaduan, perselingkuhan, dan sebagainya. Sementara laki-laki, si aktor utamanya justru berada di belakang layar. Atau menjadi saling menjatuhkan karena ingin tampak sebagai pemeran utama, sebagai akibat dari cinderella complex. Dalam kasus ini perempuan justru melemahkan satu sama lain, dan membuat sisterhood semakin jauh dari kuat.
Perempuan mengalami sejarah yang berbeda satu sama lain dalam prosesnya menjadi perempuan. Meski demikian perbedaan itu yang menjadikan indah, dan inilah pentingnya penghargaan terhadap pengalaman pribadi. Pengalaman seorang perempuan yang menjadi pekerja rumah tangga berbeda dengan pengalaman perempuan yang menjadi artis. Pun demikian, perempuan mengalami pengalaman yang sama berkaitan dengan ketidakadilan karena gender, meskipun bentuknya berbeda-beda.
Membangun sisterhood, berarti meningkatkan solidaritas perempuan. Hal ini penting, karena menyadari adanya ketidakadilan yang dialami perempuan seharusnya menjadikan solidaritas atas sesamanya meningkat. Sehingga yang terjadi adalah bukan saling menjatuhkan, namun bagaimana kemudian bisa menjadi bagian dari gerakan untuk meningkatkan kemajuan perempuan. Bagaimana perasaan sebagai sesama perempuan terjalin, sebagai bagian dari kelompok yang terkadang dilemahkan dalam sistem yang belum berpihak pada kelompok ini.
Membangun sisterhood bukan kemudian secara membabi buta membela perempuan. Namun bagaimana perempuan menghargai pertalian sesama perempuan ini dan memikirkan yang terbaik bagi saudarinya. Karenanya, saya sungguh tidak habis pikir jika kemudian yang terjadi adalah menafikkan kenyataan ini demi mendapatkan apa yang menjadi kepentingan pribadinya.
0 komentar:
Post a Comment