Showing posts with label ekonomi. Show all posts
Showing posts with label ekonomi. Show all posts
Sunday, November 28, 2010
Wednesday, September 09, 2009
tentang bank syariah
Posted on 11:03 AM by ria permana sari
Bank Syariah rasa-rasanya sedang menjadi tren dalam perekonomiaan saat ini. Berbagai Bank kemudian memiliki unit-unit syariah. Terlebih lagi, ketika dunia sedang dilanda krisis finansial global, bank syariah terbukti tak terkena imbas karena bergerak di sektor riil.
Aset lembaga keuangan syariah dunia pun diperkirakan mencapai 250 milliar dollar AS dan tumbuh rata-rata 15% per tahun. Sementara itu, di Indonesia, volume usaha perbankan syariah selama 5 tahun terakhir tumbuh rata-rata 60% per tahun. Pada tahun 2005, perbankan syariah membukukan laba Rp 238,6 miliar atau meningkat 47% dari tahun sebelumnya.
Tren Bank syariah pun mengemuka seiring dengan ramadhan, dimana rasa-rasanya Bank Syariah menjadi budaya pop. Pun demikian, perlu untuk mengetahui apa dan bagaimana bank syariah daripada sekedar terjeban pada budaya pop.
sejarah bank syariah
Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.
Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam.
Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam.
Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah [[haji].
Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. [1].Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Aset lembaga keuangan syariah dunia pun diperkirakan mencapai 250 milliar dollar AS dan tumbuh rata-rata 15% per tahun. Sementara itu, di Indonesia, volume usaha perbankan syariah selama 5 tahun terakhir tumbuh rata-rata 60% per tahun. Pada tahun 2005, perbankan syariah membukukan laba Rp 238,6 miliar atau meningkat 47% dari tahun sebelumnya.
Tren Bank syariah pun mengemuka seiring dengan ramadhan, dimana rasa-rasanya Bank Syariah menjadi budaya pop. Pun demikian, perlu untuk mengetahui apa dan bagaimana bank syariah daripada sekedar terjeban pada budaya pop.
sejarah bank syariah
Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.
Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam.
Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam.
Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah [[haji].
Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. [1].Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Monday, November 26, 2007
Perkembangan Pasar Modal di Indonesia
Posted on 6:35 PM by ria permana sari
Di era globalisasi, pasar modal atau bursa merupakan pendanaan yang cukup penting. Pasar modal dapat diibaratkan dengan mall atau pusat perbelanjaan, hanya saja yang membedakannya adalah barang-barang yang diperjualbelikan. Jika pusat perbelanjaan umum menyediakan berbagai macam barang kebutuhan hidup, maka pasar modal hanya menjajakan produk-produk pasar modal, seperti obligasi dan efek. Jadi pasar modal adalah kegiatan yang berhubungan dengan perdagangan modal, seperti obligasi dan efek. Pasar ini berfungsi untuk menghubungkan investor, perusahaan dan institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang.
Pasar modal merupakan salah satu alternatif investasi bagi para investor. Melalui pasar modal, investor dapat melakukan investasi di beberapa perusahaan melalui pembelian efek-efek baru yang ditawarkan atau yang diperdagangkan di pasar modal. Sementara itu, perusahaan dapat memperoleh dana yang dibutuhkan dengan menawarkan instrumen keuangan jangka panjang. Adanya pasar modal memungkinkan para investor untuk memiliki perusahaan yang sehat dan berprospek baik, karena tidak hanya dimiliki oleh sejumlah orang tertentu. Penyebaran kepemilikan yang luas akan mendorong perkembangan perusahaan yang transparan. Ini tentu saja akan mendorong menuju terciptanya good corporate governance.
Sejarah Pasar Modal di Indonesia
Kegiatan jual beli saham dan obligasi sebenarnya telah dimulai pada abad XIX. Pada tanggal 14 Desember 1912, Amserdamse Effectenbueurs mendirikan cabang bursa di Batavia. Bursa ini merupakan bursa tertua keempat di Asia, setelah Bombay, Hongkong dan Tokyo. Bursa yang dinamakan Vereniging voor de Effectenhandel, memperjualbelikan saham dan obligasi perusahaan/ perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi yang diterbitkan pemerintah (propinsi dan kotapraja), sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh kantor administrasi di negeri Belanda serta efek perusahaan Belanda lainnya (Rusdin, Pasar Modal, Bandung; Alfabeta, 2006, hal 4).
Minat masyarakat terhadap pasar modal mendorong didirikannya bursa di kota Surabaya (11 Juni 1925) dan Semarang (1 Agustus 1925). Perkembangan pasar modal pada saat itu, terlihat dari nilai efek yang mencapai NIF 1,4 milyar, pun demikian perkembangan pasar modal ini mengalami penyurutan akibat Perang Dunia II. Akibatnya, pemerintah Hindia Belanda mengambil kebijakan untuk memusatkan perdagangan efeknya di Batavia dan menutup bursa efek di Semarang dan Surabaya. Pada tanggal 17 Mei 1940, secara keseluruhan kegiatan perdagangan efek ditutup.
Di masa kemerdekaan, pada tahun 1950, pemerintah mengeluarkan obligasi Republik Indonesia, yang menandakan mulai aktifnya Pasar Modal Indonesia. Pada tanggal 31 Juni 1952, Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali. Penyelenggaraan tersebut kemudian diserahkan kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efeknya (PPUE). Namun pada tahun 1958, terjadi kelesuan dan kemunduran perdagangan di Bursa, akibat konfrontasi pemerintah dengan Belanda. Pemerintah di masa Orde Baru, berusaha untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap nilai mata uang Rupiah. Pemerintah melakukan persiapan khusus untuk membentuk pasar modal. Pada tahun 1976, pemerintah membentuk Bapepam (Badan Pembina Pasar Modal) dan PT Danareksa. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah untuk membentuk Pasar Uang dan Pasar Modal. Pada tanggal 10 Agustus 1977, berdasarkan Keppres RI No 52/ 1976, pasar modal diaktifkan kembali. Perkembangan pasar modal selama tahun 1977 – 1987, mengalami kelesuan. Pada tahun 1987-1988, pemerintah menerbitkan paket-paket deregulasi. Paket deregulasi ini adalah: Paket Desember 1987 (Pakdes 87), Paket Desember 1988 (Pakto 88), dan Paket Desember 1988 (Pakdes 88). Penerbitan paket deregulasi ini menandai liberalisasi ekonomi Indonesia. Dampak dari adanya ketiga kebijakan tersebut, pasar modal Indonesia menjadi aktif hingga sekarang.
Struktur dan Hukum Pasar Modal
Struktur pasar modal di Indonesia tertinggi berada pada Menteri Keuangan yang menunjuk Bapepam sebagai lembaga pemerintah yang melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan pasar modal. Sementara itu, bursa efek bertindak sebagai pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak lain dengan tujuan untuk memperdagangkan efek di antara mereka.
Marak dan rumitnya kegiatan pasar modal, menuntut adanya perangkat hukum sehingga pasar lebih teratur, adil, dan sebagainya. Jadi hukum pasar modal mengatur segala segi yang berkenaan dengan pasar modal. Di Indonesia, terdapat UU Pasar Modal, yaitu UU No. 8/ 1995 yang mengatur tentang pasar modal. Menurut UU ini, Bapapem diberi kewenangan sebagai pengawas dan memiliki otoritas penyelidakan serta penyidikan.
Pasar Modal Indonesia Dewasa Ini
Aktivitas pasar modal yang merupakan salah satu potensi perekonomian nasional, memiliki peranan yang penting dalam menumbuhkembangkan perekonomian nasional. Dukungan sector swasta menjadi kekuatan nasional sebagai dinamisator aktivitas perekonomian nasional. Pun demikian, di Indonesia, ternyata pasar modal masih didominasi oleh pemodal asing. Idealnya, dalam pasar modal perlu ada keseimbangan antara pemodal asing dengan pemodal lokal.
Pasar modal Indonesia masih dianalogikan dengan arena judi, bukan sebagai sarana investasi. Akibatnya, hal ini menyebabkan peningkatan fluktuasi dan merugikan investor minoritas.
Indonesia memiliki 2 bursa efek, yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES), yang masing-masing dijalankan oleh perseroan terbatas. Pada September 2007, Bursa Efek Jakarta dan Surabaya digabungkan (merger) menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Melalui merger ini diharapkan dapat makin memberikan peluang bagi perusahaan ke pasar modal.
Melalui penggabungan ini, biaya pencatatan menjadi lebih murah, karena hanya mencatatkan saham secara single listing, sudah terakreditasi pada BEI. Sementara itu, bagi anggota bursa, dengan menjadi anggota bursa atau pemegang saham BEI, akan langsung menembus pasar. Bagi investor penggabungan ini menjadikan makin banyaknya pilihan investasi, karena tidak ada lagi pembedaan pasar BES dan BEJ, karena produk investasi ditawarkan dalam satu atap, BEI.
Subscribe to:
Posts (Atom)