Dying is an art, like everything else. I do it exceptionally well. I do it so it feels like hell. I do it so it feels real. I guess you could say I've a call.
Beberapa waktu lalu saya menonton film berjudul "Sylvia", film ini merupakan autobiografi dari Sylvia Platt. Sylvia adalah penyair perempuan, seorang Amerika. Dia akhirnya menikah dengan seorang penyair juga, Ted Hudges. Hubungan mereka diliputi dengan cinta, mereka memiliki dua orang anak, tapi ini bukan akhir dari hubungan mereka. Masa lalu Sylvia, yang membuatnya mentally unstable membuat hubungan mereka menjadi sulit dan hal ini diperburuk dengan affair yang dilakukan Ted. Akhirnya mereka berpisah, ketika Sylvia mengetahui hubungan Ted dengan Assia, seorang penyair. Perpisahannya dengan Ted membuat Sylvia merasa tertekan, meski kemudian dia bisa menuliskan puisi-puisi yang briliant tentang kesedihan dan "blackness." Sejatinya, cinta Sylvia pada Ted tidak berubah dan perpisahan mereka membuatnya menjadi lemah. Sylvia akhirnya memutuskan untuk meminta Ted kembali padanya. Meski keduanya masih saling mencintai, namun Ted tidak bisa kembali menjalin hubungan dengan Sylvia karena Assia sedang hamil. Hal ini benar-benar membuat Sylvia terpukul dan ia memutuskan untuk bunuh diri.
--
film ini sangat berkesan bagi saya dan saya melihat diri saya pada Sylvia. Saya pernah berkata pada seseorang, ketika dia mengatakan hal yang sama pada saya, "Saya akan memastikan, dia tidak akan memiliki cerita yang sama dengan Sylvia." Saya berjanji itu padanya, but none promise me that I wouldn't have different story since i think i'll do the same as her one day... I'll make my theatrical
0 komentar:
Post a Comment