Versi lengkap RUU Fakir Miskin bisa dibaca di sini Terkait dengan penduduk miskin, berdasarkan data BPS tahun 2010, terdapat 31 juta penduduk miskin, atau setara dengan jumlah penduduk Malaysia atau separuh dari total populasi Thailand (Komnas HAM). Terkait dengan penanganan fakir miskin, pemerintah sebenarnya telah memiliki beberapa undang-undang, yaitu UU Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Kesejahteraan Sosial
Dalam RUU tersebut, fakir miskin didefinisikan sebagai berikut:
Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya
Berdasarkan definisi tersebut, berarti seseorang dikategorikan sebagai fakir miskin jika: tidak memiliki sumber mata pencaharian dan tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi dirinya dan atau keluarganya. Kemudian muncul pertanyaan bagaimana jika seseorang memiliki sumber mata pencaharian namun tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi dirinya dan keluarganya? mengingat kata sambung yang digunakan adalah 'dan' bukan 'dan/ atau'. Jadi kedua kondisi tersebut harus terpenuhi. (atau ini adalah sesat pikir saya?)
Dalam RUU tersebut, saya membaca hanya ada 1 pasal (pasal 18) yang berbicara secara khusus tentang perempuan, itupun dalam konteks penyuluhan dan bimbingan.
ayat 1 : Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyelenggarakan penyuluhan dan bimbingan bagi fakir miskin agar mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam meningkatkan kualitas hidupnya.
ayat 3 : Selain kepada sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyuluhan dan bimbingan diberikan kepada: a. para ibu selama periode sebelum hamil, masa kehamilan, sesudah melahirkan dan menyusui, sehingga dapat melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas.
RUU ini sama sekali tidak menyinggung tentang perempuan kepala keluarga, yang kemungkinan banyak diantaranya adalah fakir miskin. Identifikasi perempuan kepala keluarga akan membuat RUU ini lebih sensitif, mengingat adanya klausul tersebut akan membuat para stakeholder memberikan perhatian kepada perempuan kepala keluarga, terlebih di beberapa daerah (berdasarkan video yang saya lihat, hasil produksi sebuah NGO) masih ada perlakuan diskriminatif terhadap perempuan kepala keluarga yang menjadikan mereka semakin termarginalkan.
Jika dibaca secara keseluruhan RUU ini gender netral, artinya tidak membeda-bedakan antara perempuan dan laki-laki. Semua fakir miskin, baik perempuan atau laki-laki memiliki hak yang sama. Memang belum ada data secara spesifik yang menggambarkan kemiskinan perempuan, namun apabila melihat realitas yang terjadi dimana angka kematian ibu masih cukup tinggi, masih adanya ketimpangan gender dalam partisipasi anak perempuan dan laki mengikuti pendidikan formal di tingkat sekolah lanjutan, masih terkonsentrasinya pekerja perempuan di sektor pekerjaan dengan tingkat pendidikan dan gaji yang rendah.
(bersambung.. maaf saya sakit perut jadi belum bisa melanjutkan)
0 komentar:
Post a Comment