Wednesday, November 04, 2009

Mereka Yang Mati Muda

1

beruntunglah mereka yang mati muda
Seorang filsuf Yunani, sebagaimana dikutip oleh Gie mengatakan "Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. 

Bahagialah mereka yang mati muda." Meninggal di usia muda, mungkin bagi beberapa orang berarti semakin sedikit waktu bersama dengan mereka yang kita sayangi atau semakin sedikit waktu kita untuk berbuat sesuatu bagi kehidupan yang lebih baik. Namun meninggal di usia muda membuat kita tidak banyak melakukan perbuatan yang tercela. Beberapa orang besar meninggal di usia muda. 

Wolter Monginsidi (24 tahun) 
Robert Wolter Mongisidi atau Bote memiliki keinginan yang kuat untuk menuntut ilmu. Hal ini membuatnya meninggalkan kampung halamannya Malalayang menuju Makasar. Dalam usia 18 tahun, Bote telah menjadi guru Bahasa Jepang di Malalayang Liwutung dan Luwuk Banggai Semangat Bote untuk berjuang lepas dari penjajahan, membawanya bergabung dalam LAPRIS (Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi), dimana dia terpilih menjadi Sekjen. Robert Wolter Monginsidi memimpin aksi perlawan rakyat melawan penjajah baik di kota maupun di luar kota. 28 Februari 1947, Bote ditangkap tentara Belanda dan disekap. 17 Oktober 1948, Bote bersama Abdullah Hadade, HM Yoseph dan Lewang Daeng Matari melarikan diri melalui cerobong asap. 10 hari kemudian, Bote ditangkap kembali oleh tentara Belanda dan dijatuhi vonis hukuman mati pada tanggal 26 Maret 1949 oleh hakim Meester B Damen. 

Selama dalam penjara Bote menulis beberapa pesan, yaitu: 
  • Jangan takut melihat masa yang akan datang. Saya telah turut membersihkan jalan bagi kalian meskipun belum semua tenagaku kukeluarkan. 
  • Jangan berhenti mengumpulkan pengetahuan agar kepercayaan pada diri sendiri tetap ada dan juga dengan kepercayaan teguh pada Tuhan, janganlah tinggalkan Kasih Tuhan mengatasi segala-galanya. 
  • Bahwa sedari kecil harus tahu berterima kasih tahu berdiri sendiri…….belajarlah melipat kepahitan ! Belajar mulai dari 6 tahun…dan jadilah contoh mulai kecil sedia berkorban untuk orang lain. 
  • Apa yang saya bisa tinggalkan hanyalah rohku saja yaitu roh “setia hingga terakhir pada tanah air ‘ dan tidak mundur sekalipun menemui rintangan apapun menuju cita-cita kebangsaan yang ketat. 
  • Memang betul, bahwa ditembak bagi saya berarti kemenangan batin dan hukuman apapun tidak membelenggu jiwa…… 
  • Perjuanganku terlalu kurang, tapi sekarang Tuhan memanggilku, rohku saja yang akan tetap menyertai pemuda-pemudi…semua air mata, dan darah yang telah dicurahkan akan menjadi salah satu fondasi yang kokoh untuk tanah air kita yang dicintai Indonesia. 
  • Saya telah relakan diriku sebagai korban dengan penuh keikhlasan memenuhi kewajiban buat masyarakat kini dan yang akan datang, saya penuh percaya bahwa berkorban untuk tanah air mendekati pengenalan kepada Tuhan yang Maha Esa. 
  • Jika jatuh sembilan kali, bangunlah sepuluh kali, jika tidak bisa bangun berusahalah untuk duduk dan berserah kepada Tuhan. 
 Senin tanggal 05 September 1949, adalah hari dimana Robert Wolter Mongisidi dieksekusi. Robert Wolter menghadapi moncong-moncong senjata yang dibidikan kepadanya dan menolak ketika matanya akan ditutup, ia berucap; “ Dengan hati dan mata terbuka, aku ingin melihat peluru penjajah menembus dadaku.“ Dengan pekikan’ Merdeka….merdeka..merdeka.. !!! dari Wolter, maka 8 butir peluru dimuntahkan ke tubuhnya, 4 peluru di dada kiri, 1 di dada kanan, 1 di ketiak kiri menembus ketiak kanan, 1 dipelipis kiri dan 1 di pusar, dan seketika ia terkulai. 

R.A. Kartini (25 tahun) 
Siapa yang tidak mengenal RA Kartini? dari sekian nama pahlawan perempuan di Indonesia, RA Kartinilah yang paling terkenal. Tak hanya itu saja, hari kelahirannya, 21 April secara khusus dirayakan sebagai hari Kartini di seluruh penjuru nusantara. RA Kartini terkenal dengan pemikiran-pemikirannya yang bisa dibilang cukup progresif. Tidak hanya itu saja, Kartini menuliskan pemikirannya. 

Irzadi Mirwan (26 tahun) 
kita telah tak jujur lagi untuk mengatakan "ya" dan juga "tidak", semuanya tak berharga lagi dalam hidup penuh kompromi (yang telah kita pilih entah kapan) diam diam kita tikam nurani masing masing, untuk kehidupan hanya tersisa (Bandung, 6 Juni 1978) 

Tidak banyak yang mengenal Irzadi Mirwan. Ia adalah penyair yang tergabung dalam Grup Apresiasi Sastra ITB dan pernah menjabat Sekretaris Jenderal Dewan Mahasiswa ITB 1976-1977. Irzadi sempat dipenjara pada rezim Orde Baru karena menulis Buku Putih yang berisikan platform perjuangan mahasiswa yang menuntut agar Jenderal Soeharto tidak dipilih lagi sebagai Presiden RI lagi dalam SU MPR 1978. kedekatan sajak Irzadi dengan kematian tampak pada sajaknya Kekasihku perempuan cantik dan muda namun jika besok aku mati kutinggalkan padanya sebuah kalimat tanya sungguh benarkah kau cinta padaku sungguh benarkah. 

Chairil Anwar (26 tahun) 
Chairil Anwar, pelopor angkatan 45, siapa yang tidak tahu karyanya. Karyanya seringkali ada di buku Bahasa Indonesia ketika saya sekolah dahulu. Konon Chairil Anwar meninggal karena TBC serta komplikasi penyakit yang sudah lama diidapnya. 

Soe Hok Gie (27 tahun) 
Gie adalah aktivis tahun 60-70an yang sangat idealis. 

sumber:
https://tirto.id/wolter-monginsidi-ia-yang-mati-muda-demi-indonesia-ciZT

1 komentar:

Bambang Trismawan said...

yang saya tau, ucapan macam ini adalah ungkapan khas sikap pesimistis Yunani-Roma klasik.
yang dulu juga diucapkan Silenius terhadap raja Midas.

saya ga tau dalam konteks apa Soe Hok Gie mengutip kata-kata Silenius tersebut..

salam.