Sunday, October 18, 2009

Napak Tilas Hari Pahlawan 2009

0

"Menghancurkan suatu bangsa, hilangkan saja kebanggaan akan sejarahnya"
Milan Kundera.


Dalam rangka memperingati hari pahlawan 10 November, Kamis, 16 Oktober 2009 dilakukan kegiatan napak tilas. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menelusuri jejak-jejak pahlawan, dan meningkatkan rasa kebangsaan dan kepahlawanan, sehingga napak tilas tidak semata sebagai wisata sejarah.
Napak tilas 2009 yang dimulai dari TMPN Kalibata dilepas oleh Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial, Drs. Rusli Wahid, yang diikuti kurang lebih 150 orang peserta yang terdiri dari para pelaku sejarah, keluarga pahlawan, karang taruna, pramuka, pelajar, mahasiswa dan karyawan Departemen Sosial RI.



Rengas Dengklok menjadi tujuan pertama kegiatan napak tilas. Rengas Dengklok merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Karawang, yang mempunyai arti penting dalam peristiwa kemerdekaan Republik Indonesia. 16 Agustus 1945 silam, para pemuda membawa Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok dalam kerangka memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia, mengingat Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan akibat kekalahannya dalam Perang Dunia II. Ada dua lokasi yang penting di Rengasdengklok. Pertama adalah Monumen Kebulatan Tekad, yang dibangun sebagai penanda kesepakatan atau kebulatan tekad para founding fathers untuk memproklamirkan NKRI. Kedua adalah rumah Djiaw Kie Siong yang sekarang terletak 100 meter dari Monumen Kebulatan Tekad. Rumah ini dipindahkan dari lokasi aslinya, karena dulu terkena luapan lumpur akibat erosi sungai Citarum pada tahun 1957, atas perintah Soekarno.
Perjalanan dilanjutkan ke LP Sukamiskin, Bandung. Pada 22 Desember 1930, Soekarno masuk ke LP Sukamiskin dan ditempatkan di sel 233 dekat tangga besi di sudut lantai dua. Sel tersebut memiliki dua jendela bercat abu-abu tua, dua pintu, lemari gantung, rak buku, serta sebuah meja tulis dan kursi. Sel tersebut berukuran 2,5 x 3 m. Dari keadaan sel tersebut, bisa dibayangkan bagaimana Soekarno menghabiskan waktunya di sana, dan hal tersebut tidak mengubah keinginannya untuk tetap memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Dari LP Sukamiskin, perjalanan dilanjutkan ke Sumedang, mengunjungi Makam Cut Nyak Dien. Cut Nyak Dien, salah seorang pahlawan perempuan dari Aceh yang gigih berjuang melawan Belanda, yang akhirnya berhasil ditangkap Belanda pada April 1905 kemudian dipindahkan ke Sumedang. Usaha ini tidak lepas dari ketakutan Belanda bahwa kehadiran Cut Nyak Dien akan mengobarkan semangat perlawanan dan akan terus berhubungan dengan para pejuang yang belum tunduk. Di Sumedang, Bupati Sumedang, Pangeran Aria Suriatmaja menitipkan Cut Nyak Dien di rumah H. Ilyas, seorang tokoh agama. Selama di sana, Cut Nyak Dien yang dikenal dengan sebutan Ibu Perbu aktif memberikan pelajaran tentang agama kepada masyarakat, beliau juga tidak mau makan makanan yang diberikan oleh Belanda. 6 November 1908, beliau wafat dan dimakamkan di Gunung Puyuh, kompleks pemakaman keluarga leluhur bangsawan Sumedang.
Perjalanan napak tilas berakhir di Museum Peta Bogor, yang berada di Kompleks Puzdiksi TNI AD. Museum ini didirikan pada tahun 1996 oleh Yayasan Perjuangan Tanah Air, yang didalamnya memuat 14 diorama yang menceritakan proses pergerakan kebangsaan. Dimana di kota tersebut, pertama kali diselenggarakan pembentukkan taruna-taruna yang kemudian melahirkan perwira-perwira Tentara Sukarela Pembela Tanah Air.
Semangat kepahlawanan dan kecintaan pada tanah air merupakan suatu hal yang harus terus dipupuk, terutama di kalangan generasi muda. Sebagaimana kata-kata Milan Kundera yang dikutip di depan, kebanggaan akan sejarah penting kaitannya dalam kelangsungan sebuah bangsa. Kebanggaan akan sejarah akan meningkatkan nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan dan kesetiakawanan sosial yang menjadi modal penting dalam melanjutkan perjuangan dalam kerangka memperkokoh persatuan dan kesatuan NKRI.

0 komentar: