"untuk saudari-saudariku, selamat hari perempuan"
80 tahun lalu, pada tanggal 22 Desember, 30 organisasi perempuan di seluruh Nusantara berkumpul di Jogjakarta dalam Kongres Perempuan pertama. Pertemuan ini menghasilkan keputusan untuk membentuk Perikatan Perkoempoelan Perempuan Indonesia (PPPI). Peristiwa ini merupakan salah satu bagian penting dalam sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia, dimana pada saat itu, perempuan tergugah untuk menyatukan organisasi perempuan yang telah ada sejak tahun 1912 dalam sebuah wadah yang mandiri, bersama-sama dengan kaum laki-laki meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia menjadi bangsa merdeka dan bersama dengan kaum perempuan lainnya meningkatkan harkat dan martabat perempuan menjadi perempuan yang maju.
Perikatan Perkoempoelan Perempuan Indonesia tersebut pada tahun 1929 berganti nama menjadi Perikatan Perkoempoelan Istri Indonesia (PPII). Pada kongres Perempuan Indonesia II di Jakarta pada tahun 1935, selain berhasil membentuk Badan Kongres Perempuan Indonesia, juga menetapkan fungsi utama perempuan sebagai ibu bangsa, yang berkewajiban menumbuhkan dan mendidik generasi baru yang lebih menyadari dan lebih tebal rasa kebangsaannya.
Pergerakan perempuan di Indonesia pada masa itu, dapat dikatakan berkembang dengan pesat. Pada tahun 1920an, di setiap kota besar di Indonesia, telah berdiri organisasi perempuan. Jumlah ini bertambah pasca Kongres Perempuan I, dimana organisasi tersebut lebih memfokuskan pada pendidikan dan kesejahteraan perempuan. Hal ini dapat dipahami karena pada saat itu, pendidikan perempuan sangatlah rendah.
Perjuangan di ranah politik baru dimulai pada tahun 1938, dimana Isteri Indonesia, sebuah organisasi perempuan memutuskan untuk memperjuangkan perempuan sebagai anggota dewan di setiap kota. Perjuangan ini baru menuai hasilnya pada tahun 1941, dimana perempuan kemudian memiliki hak untuk memilih. Ini tentu saja bagian dari keberhasilan perjuangan perempuan, mengingat tidak semua perempuan di Negara lain telah memiliki hak untuk berpolitik. Di Swiss saja, perempuan baru mendapatkan hak politik untuk berpartisipasi dalam pemilu pada tahun 1970an.
Penetapan tanggal 22 Desember sebagai hari Ibu dilakukan saat Kongres Perempuan Indonesia III di Bandung pada tahun 1938. Hal ini kemudian dikukuhkan dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959. Penetapan tanggal 22 Desember sebagai hari Ibu, merupakan bentuk penghargaan terhadap perjuangan perempuan pada masa itu, dimana perjuangan perempuan tidak bisa dilepaskan dari pergerakan nasional bangsa Indonesia. Oleh karenanya, peringatan hari ibu, tidak hanya sebatas pada penghargaan pada ranah domestik, sebagaimana konsep mother’s day. Ini dikarenakan dari sisi historis, hari ibu di Indonesia adalah hari perempuan Indonesia, yang merupakan tonggak bersejarah dalam perjuangan perempuan Indonesia.
Perempuan Indonesia Hari Ini
Dalam Kongres Perempuan I tanggal 22 Desember 1928, telah dibicarakan isu perempuan pada saat itu, yaitu persatuan perempuan Nusantara, pelibatan perempuan dalam perjuangan kemerdekaan, pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa, perdagangan anak-anak dan perempuan, perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita, pernikahan usia dini bagi perempuan, dan sebagainya. Dari beberapa poin yang dibahas pada saat itu, banyak diantaranya yang masih menjadi persoalan perempuan saat ini.
Berkaca dari hal tersebut, peringatan hari Ibu sudah seharusnya tidak mengalami pereduksian makna.
Monday, December 22, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 komentar:
Iya, masih banyak yang belum dibicarakan... Tuhan menciptakan keduanya memang untuk saling mengisi dan melengkapi (kata-kata klasik)..
Lagi belajar sedikit mengenai etika globalisme neh, dari pemikirannya Hans Kung.
Tapi, banyak manfaat yang saya peroleh ketika berdiskusi sama Ria :)
dan, saya banyak belajar dari kehidupan saya sekarang..
pengalaman yang kemudian membentuk pemikiran kita, saya percaya itu.
kalo mau tau lebih banyak, baca bukunya simone beauvoir, the second sex.
Post a Comment