Tuesday, January 25, 2011

being a women

0

perempuan adalah realitas yang belum selesai (beuvoir)


menjadi teringat pertanyaan yang dilontarkan dosen saya, di hari pertama kelas dimulai. "Apa yang tidak anda sukai menjadi perempuan?" saya masih teringat dengan jawaban saya kala itu. karena perempuan selalu diidentikkan dengan reproductive work, terutama pekerjaan rumah tangga.

tentu saja jawaban pertanyaan tersebut berdasarkan pengalaman kami sebagai perempuan. saya masih ingat ketika dalam pertemuan keluarga, atau ada event yang terkait dengan life cycle (pernikahan, kematian, dsb). terdapat pembagian kerja berdasarkan gender, perempuan sibuk di dapur (meski dalam beberapa kasus, ada laki-laki yang terlibat mencuci gelas). saya masih teringat, apa yang saya rasakan ketika itu. saya merasa tidak adil, ketika saudara-saudara laki-laki saya tidak mengerjakan pekerjaan yang sebagaimana saya lakukan (esp memasak). padahal kami yang perempuan juga tidak dilahirkan serta merta bisa mengupas bawang atau mengiris wortel.

ternyata hal itu juga berlangsung kembali di sini, ketika saya jauh dari keluarga saya. bukan lagi institusi keluarga, tetapi kelompok. dalam sebuah pertemuan, selalu saja perempuan yang sibuk dengan hal masak memasak, sementara tidak demikian dengan yang laki-laki. adil sekali (dengannadasinisme). hanya untuk event tertentu laki-laki terlibat (misal:bakar ikan, bakar ayam, bakar sate). Bukankah untuk event bersama, seharusnya dikerjakan bersama-sama?

jika politik selalu identik dengan laki-laki, demikian halnya dengan organisasi. semuanya sangat laki-laki. perempuan dianggap tidak berpengalaman, atau mungkin untuk membuat demarkasi, bahwa perempuan bekerja di bagian logistik. ini mungkin sebabnya kebanyakan seksi konsumsi pasti perempuan. Jika perempuan ingin ambil bagian pada sesuatu, maka ia harus berusaha 2 kali lipat dibanding laki-laki. menjadi teringat dengan hal yang saya alami (kadang sayang iri dengan saudari perempuan saya yang tidak mengalami diskriminasi apapun, andai saja saya tidak tinggal di masyarakat yang sexist). betapa laki-laki lebih dihargai dari pada perempuan, terutama untuk jenis pekerjaan tertentu dengan alasan pulang malam, perempuan nanti akan hamil, dsb, dsb. kadang saya tertawa getir dengan hal itu dan berujar mengapa tidak sekalian saja membuat aturan bahwa pegawai harus laki-laki? tentu saja tidak akan, karena mereka butuh perempuan untuk mengerjakan hal yang remeh temeh.





(to be continue..)


0 komentar: