Monday, April 20, 2009

sejenak membincangkan kartini

5


"kami manusia, seperti halnya orang laki-laki…. Lepaskan belenggu saya! Izinkan saya berbuat dan saya menunjukkan, bahwa saya manusia. Manusia, seperti laki-laki."

(Surat-surat Kartini, kepada Ny RM Abendanon, Agustus 1900)


Setiap tahunnya pada tanggal 21 April dirayakan Hari Kartini untuk mengenang perjuangan Kartini. Telah 130 tahun sejak Kartini kecil dilahirkan, atau 105 tahun Kartini meninggal. Terlepas dari perdebatan tentang hari Kartini, toh Kartini juga memiliki andil dalam sejarah pergerakan perempuan di negara ini, hal ini yang tidak boleh dinafikkan. Bukankah pemilihan hari Kartini lebih didasarkan pada pertimbangan politik penguasa pada saat itu. Perdebatan semacam ini justru melemahkan perjuangan perempuan, dan ini tentu saja akan menjadi hal yang kontraproduktif.

Esensi semangat dan pemikiran Kartini yang tidak boleh direduksi, sehingga terjebak dalam parayaan yang sifatnya ritual atau seremonial dan lebih menekankan pada posisi perempuan di ranah domestik. Hal ini yang seharusnya dikritisi. Dan melalui Hari Kartini, sudah seharusnya menjadi cara untuk mengenalkan tokoh perempuan yang lain.

Lebih dari seabad Kartini, namun perempuan masih menghadapi berbagai bentuk penindasan. Apa yang dialami Kartini, masih dialami perempuan pada hari ini. Misalnya saja pernikahan di usia muda. Tentu kita masih ingat bagaimana hebohnya ketika Syech Puji melangsungkan pernikahan dengan Ulfa, perempuan berusia 15 tahun. Atau kasus yang terbaru, pernikahan Manohara. Perempuan yang menikah di usia muda, menjadikan kesehatan reproduksinya sangat rentan, mengingat pada umur tersebut perempuan belum memiliki kesiapan, baik dari segi mental ataupun alat reproduksinya.

Permasalahan kedua adalah poligami, rasa-rasanya hal ini cukup banyak ditemukan di masyarakat. Salah satu kritikan terhadap Kartini adalah karena Kartini mau dipoligami, meskipun jika melihat konteks hidup Kartini, hal tersebut adalah hal yang tidak bisa ditolak oleh Kartini.

5 komentar:

bambang said...

setelah tanggal itu lupa sudah.


========+=========
memperbincangkannya tak banyak yang berubah dari taun ke taun. tetap seperti itu. monoton. hanya berganti kostum dengan kebaya dan baju daerah doank...

huh?
romantisasi gombal

Bambang Trismawan said...

habis tanggal itu lupa sudah.

tiap tahun yang dibincangkan selalu monoton. cuma sekedar ganti pakaian dengan kebaya atau baju adat.

romantisasi gombal.


hidup gombalisme

Bambang Trismawan said...

habis tanggal itu lupa sudah.

tiap tahun yang dibincangkan selalu monoton. cuma sekedar ganti pakaian dengan kebaya atau baju adat.

romantisasi gombal.


hidup gombalisme

Unknown said...

nimbrung boleh kaan..
waaaah ngomongin kartini nggk ada habisnya ria..
kl aku boleh tanya ni, sebenernya kartini berhasil nggak ya memperjuangkan emansipasi perempuan katanya??hehe..dan aku msh bingung ni ria kl boleh jujur, soal perempuan, mana yg menjadi hak, mana yg menjadi kewajiban, mana yg disebut kodrat perempuan dan disambung dengan konstruksi gender untuk menuju kata itu "kodrat"..bingung akuuu..hehehe...dodi...

ria permana sari said...

mungkin kita semua telah terjebak pada sesuatu yang sifatnya ritual, sehingga terkdang melupakan hal yang menjadi esensinya.
rasa-rasanya tidak bisa mengatakan kartini berhasil atau tidak, namun yang jelas kartini berperan dalam sejarah perempuan di negeri ini.
yang gender dan yang kodrat mungkin, next kita dialektika tentang hal ini, ok?