Monday, February 17, 2014

One Day Trip: Curug Nangka Bogor

0

This is really unplanned trip, actually we'll go for Baduy Trip but due to flood the trip was canceled. Then we decided to have another trip, to CURUG NANGKA...
...

Jika ingin sejenak melepas kepenatan dari macet dan bisingnya ibukota, Curug Nangka bisa menjadi pilihan. Akses menuju curug nangka cukup mudah, dan bisa ditempuh dengan kendaraan umum. Dari Jakarta, saya naik kereta jurusan Bogor, dan turun di stasiun Bogor. Setibanya di stasiun Bogor, makan soto mie di depan stasiun.. yummy... mungkin karena lapar kali ya...

Dari stasiun Bogor, naik angkot 02 ke BTM (Bogor Trade Mall), bayar Rp2.500,- selanjutnya naik angkot jurusan nangka, membayar Rp7.000,- Perjalanan ke sana cukup jauh, saya sampai terkantuk-kantuk dan tidur. Kemudian turun di nangka, dari sini bisa naik ojek atau jalan kaki. Saya waktu itu naik ojek karena belum tau jalannya, tapi ternyata tidak begitu jauh, sekitar 2 km mungkin. Jika naik ojeg, sekitar Rp10.000,-  Tiket masuk, di pintu pertama Rp7.500,- dan di pintu kedua Rp2.500,- Di pintu kedua saya tidak mendapatkan tiket, entah apa bedanya tiket di pintu satu dan di pintu dua.

Di pintu masuk, ada banyak kedai-kedai orang berjualan, jadi tidak ada masalah jika lapar. Selain itu, ada juga fasilitas toilet dengan membayar Rp2.000,- Terdapat 3 curug di sini, yaitu Curug Nangka, Curung Daun dan Curug Kaung.


Untuk menuju Curug tersebut, jalan yang ditempuh tidak terlalu sulit, terdapat jalan berundak yang harus dinaiki, hingga kemudian tiba di aliran air dan terdapat tulisan Curug Nangka di tanah yang terbuat dari batu.

ini dia penanda sudah berada di Curug Nangka


sebenernya saya tidak berhasil mengetahui yang mana sebenarnya Curug Daun. Kami terus saja mengikuti jalan yang ada, hingga sampai di curug yang besar dan kami yakini sebagai Curug Kaung. Perjalanan menuju Curug tidak terlalu sulit, bahkan bisa dibilang cukup menyenangkan ketika harus menyebarangi aliran air. Selain itu terdapat banyak Owa (monyet berekor panjang) di sana, yang menambah keasrian curug ini.


Di atas sini, ada banyak sekali monyet yang membuat pemandangan terasa sangat alami dan dekat dengan alam. Hampir saja kami tidak ke Curug Nangka, jika tidak bertanya dengan penjual tentang Curug-curug yang ada di situ. Perjalanan menuju Curug Nangka, bisa jadi yang paling menyenangkan bagi saya. bagaimana tidak, untuk menuju ke sana, harus melewati aliran air dan terowongan. Namun saya tidak bisa berlama-lama di sana karena hujan dan petir.




Total pengeluaran:
Kereta Manggarai - Bogor pp      Rp10.000,-
Angkot St. Bogor - BTM pp        Rp. 5.000,-
Angkot BTM - Nangka pp           Rp14.000,-
Ojek                                              Rp  7.500,-
Tiket  masuk                                 Rp10.000,-

Total: Rp46.500,-

Saturday, February 15, 2014

Valentine's Day dan Rasa Cinta di Negeri Ini

1


Tanggal 14 Februari disebut sebagai hari valentine, hari dimana orang mengungkapkan kasih sayang pada orang yang dicintainya. Tentang sejarahnya, ada banyak versi tentang asal mula hari valentine ini. Tak hanya itu, bahkan beberapa sumber mengkaitkan hari valentine dengan keyakinannya, serta berpendapat tidak perlu merayakannya. 

Terlepas dari kontroversi atau pro konta tentang hari kasih sayang ini, saya pikir adanya hari kasih sayang adalah momentum untuk menyebarkan cinta dan kasih sayang. Cinta ini sendiri adalah kekuatan yang kuat yang mampu mengubah dunia, tidak berlebihan jika Mahatma Gandhi berkata "where there is love, there is life."  


cinta atau kasih sayang tentu saja tidak melulu adalah cinta sepasang kekasih atau pasangan, namun bisa diartikan lebih luas lagi. Cinta kepada sesama, cinta kepada lingkungan, dan sebagainya. Menjadi pertanyaan bagi saya ketika melihat realitas-realitas yang terjadi di masyarakat, dan mempertanyakan tentanga cinta. Apakah cinta sudah terkikis dari individu di negeri ini?

Suatu ketika saya menonton tayangan di sebuah stasiun televisi swasta, yang menayangkan tentang penggunaan cat tekstil dalam produksi makanan, lain waktu tentang penggunaan boraks dalam memproduksi makanan, kali yang lain tentang daging tikus yang dijual sebagai daging ayam. Apakah sudah hilang rasa cinta kepada sesama, sehingga untuk mendapatkan rupiah mengorbankan orang lain, tanpa memikirkan bagaimana akibat dari perbuatannya itu kepada orang lain. 

Di lain waktu, saya menyeberang jalan di zebra cross, traffic light berwarna merah. namun masih ada beberapa kendaraan yang melaju tanpa memikirkan pejalan kaki yang menyeberang. Hal yang sama terjadi ketika saya naik sepeda, traffic light berwarna merah dan saya menghentikan sepeda saya, namun motor dari belakang terus melaju hingga sedikit menabrak saya. Apakah tidak terpikir bahwa saya dan sepeda saya tentu saja tidak sebanding dengan motor. 

di suatu tempat yang lain, seorang ayah memperkosa anaknya, guru memperkosa muridnya atau suami yang menyiksa istrinya. tentunya masih banyak lagi kasus-kasus yang terjadi dengan nada serupa. Membuat saya kembali bertanya, hilangkah rasa cinta di antara kita semua?

Kasus korupsi yang marak diberitakan pun kembali membuat saya bertanya, apakah Rupiah sedemikian menggiurkan dibanding dengan akibat dari korupsi yang dilakukan: masih tingginya angka kemiskinan, anak putus sekolah, kesenjangan dalam masyarakat, dsb. 

namun tentu saja masih ada secercah harapan akan rasa cinta di negeri ini, ketika secara bertubi-tubi bencana datang, masyarakat saling tolong menolong, menggalang bantuan untuk membantu sesamanya yang ditimpa bencana. 

Refleksi bagi saya pribadi tentang rasa cinta ini, mungkin adalah dengan berpikir mengenai perbuatan yang saya lakukan dan implikasinya bagi orang lain. mungkin hal ini adalah hal kecil, namun adalah wujud cinta pada orang lain. dan akhirnya, selamat membagi dan menyebarkan cinta kepada sesama. 



Monday, February 10, 2014

Nasib Pejalan Kaki

0

Tidak terasa hampir satu tahun, saya kembali tinggal di ibu kota. bergelut dengan kemacetan dan akhir-akhir ini adalah banjir, sungguh sangat tidak bersahabat. saya tidak sedang menggerutu tentang banyaknya mobil di kota ini atau curah hujan yang tinggi, saya hanya ingin berbagi cerita tentang saya yang menjadi pejalan kaki. 

Menjadi pejalan kaki di jakarta tidaklah mudah, penuh perjuangan. Bukan hanya karena asap kendaraan bermotor, namun juga karena hak pejalan kaki yang seringkali terampas. Sebut saja tentang trotoar, di banyak tempat trotoar ini telah beralih fungsi, dari menjadi tempat parkir kendaraan atau tempat berjualan para pedagang. Akibatnya, pejalan kaki kehilangan tempatnya, yang seharusnya dia dapat berjalan dengan tenang di tempat yang sudah disediakan menjadi berebutan dengan pemakai jalan yang lain. 

Salah satu hal yang paling tidak menyenangkan adalah ketika menyeberangi jalan menggunakan zebra cross. Entah para pemakai jalan tidak memiliki sim atau tidak melihat adanya zebra cross, mereka menghentikan kendaraannya tepat di zebra cross atau bahkan melebihinya. sekali lagi perampasan hal pejalan kaki. tidak hanya itu saja, seringkali saya berteriak, karena beberapa pemakai jalan masih memacu kendaraannya ketika traffic lights berwarna merah. saya yakin, sebagian besar pengendara kendaraan itu adalah orang pintar yang memiliki ijazah paling tidak SMU, namun ternyata pemahaman berlalu lintasnya masih rendah. entah bagaimana mereka mendapatkan SIM. 

pernah juga suatu ketika, sehabis hujan kala itu dan saya berjalan di trotoar, sebuah mobil dengan kejamnya memacu kecepatan ketika melintasi jalan, termasuk dengan genangan. alhasil basahlah saya dengan cipratan air tersebut.

sungguh saya merindukan bagaimana dihargainya pejalan kaki, bukan hanya dari trotoar yang bebas hambatan, tetapi juga saling menghargai antara pemakai jalan.  

Friday, December 27, 2013

Hari Ibu (Perempuan) dan Setahun Menjelang Berakhirnya MDGs

1

Tulisan ini sedianya ingin saya posting tepat tanggal 22 Desember, namun ternyata karena beberapa hal, tulisan ini belum juga selesai dan tidak bisa diposting sesua rencana. Anyway, tidak masalah karena intinya toh juga akan dipublish tinggal perkara waktu saja yang berbeda.


Hari Ibu di Indonesia yang biasa diperingati tanggal 22 Desember, memiliki esensi yang berbeda dengan hari ibu di banyak negara. Bagaimana tidak, dilihat dari sejarahnya 85 tahun yang lalu tanggal 22 Desember merupakan saat dimana para perempuan aktivis di Indonesia melakukan kongres wanita (perempuan) I. Kongres yang diikuti 30 organisasi perempuan lokal dari 12 kota di Jawa dan Sumatera tersebut, merupakan tonggak penting dalam perjuangan pergerakan perempuan di Indonesia. Untuk pertama kalinya, muncul kesadaran perempuan Indonesia atas kepentingan yang berbeda dari rekan laki-laki serta pada saat itu pula perempuan Indonesia dapat berkumpul secara bebas dalam menentukkan kehendaknya. 

Meskipun pertemuan tersebut sangat bersifat java-centris, namun semua pesertanya memandang diri mereka sebagai orang Indonesia. Hal ini terlihat dari digunakannya bahasa Melayu dalam pelaksanaan pertemuan tersebut. Pertemuan yang dihadiri kurang lebih 1.000 orang, tentu saja merupakan suatu hal yang hebat pada masa itu. Bagaimana tidak, dengan kondisi transportasi pada saat itu serta tradisi yang mengukung perempuan, hadirnya para aktivis perempuan di Yogyakarta dalam kongres Perempuan Pertama adalah suatu perjuangan yang luar biasa. Terkait dengan kongres ini, bahkan ada yang mengatakan "Orang perempoean sadja kok mengadakan Congres, jang hendak diremboeg disitoe itoe apa!"

Beberapa topik yang diangkat terkait dengan permasalahan perempuan antara lain kedudukan perempuan dalam perkawinan; perempuan yang ditunjuk, dikawin dan diceraikan di luar kemauannya; poligami; dan pendidikan untuk anak perempuan. Meskipun terjadi perdebatan dalam kongres tersebut, namun semua peserta sepakat bahwa perempuan harus maju. Kongres tersebut kemudian memutuskan (wartafeminis.com):
  • untuk mengirimkan mosi kepada pemerintah kolonial untuk menambah sekolah bagi anak perempuan;
  • pemerintah wajib memberikan surat keterangan pada waktu nikah (undang-undang perkawinan), dan segeranya diadakan peraturan yang memberikan tunjangan kepada para janda dan anak-anak pegawai negeri Indonesia;
  • memberikan beasiswa bagi siswa perempuan yang memiliki kemampuan belajar tetapi tidak memiliki biaya pendidikan, lembaga itu disebut studie fonds;
  • mendirikan suatu lembaga dan mendirikan kursus pemberantasan buta huruf, kursus kesehatan serta mengaktifkan usaha pemberantasan perkawinan anak-anak;
  • mendirikan suatu badan yang menjadi wadah pemufakatan dan musyawarah dari berbagai perkumpulan di Indonesia, yaitu Perikatan Perkumpulan Indonesia (PPPI), yang bertujuan memberikan informasi dan menjadi mediator berbagai perkumpulan di dalamnya. 
Kongres perempuan ini kemudian memunculkan inisiatif para perempuan untuk mendirikan perkumpulan-perkumpulan yang bertujuan untuk membela dan melindungi hak kaum perempuan. Tidak salah jika kongres perempuan tersebut merupakan tonggak penting dalam sejarah gerakan perempuan di Indonesia. Karenanya, bagi saya pemaknaan hari ibu adalah pereduksian dari makna perjuangan perempuan di kala itu. Meskipun 85 tahun berlalu dari kongres perempuan I dilaksanakan, dalam konteks kekinian, hal yang dibicarakan tersebut masih relevan.

Lantas, apa hubungannya dengan MDGs? Sebagaimana yang kita tahu, bahwa MDGs memiliki 8 target pembangunan, yaitu menghapus kemiskinan dan kelaparan di dunia, mencapai level penddidikan dasar universal, memberdayakan perempuan dan mempromosikan kesetaraan gender, mengurangi angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, memastikan kelestarian lingkungan hidup, serta mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Negara-negara di dunia diharapkan mampu memenuhi target MDGs, hingga tahun 2015; artinya hanya tinggal 1 tahun menuju berakhirnya MDGs.

Mengkaitkan dengan peringatan hari perempuan dan juga menjelang berakhirnya MDGs, menarik rasanya untuk melihat bagaimana kondisi perempuan dan juga target MDGs yang terkait dengan perempuan serta keadilan gender.

bersambung...

Saturday, December 14, 2013

kemudian... tentang menulis

1

Rasa-rasanya sudah lama sekali saya tidak menulis, mungkin saya sudah lupa tentang asyik dan nikmatnya menulis. Entah mengapa, gairah untuk itu seakan tidak ada lagi. Menjadi teringat yang dahulu pernah saya tulis, bahwa menulis memberikan kekuatan. Pernah di masa yang lalu, ketika terluka saya bisa menghasilkan banyak tulisan, entah puisi entah cerita. Mungkin memang benar saat sedih lebih membuat saya menjadi produktif. Pernah juga, seseorang menjadi energi positif bagi saya untuk menulis, meskipun dia acapkali mencaci tulisan saya dengan mengatakan tulisan saya tidak mengalir lepas, dsb..dsb.. namun menjadi picu bagi saya untuk menulis lebih baik lagi. 

entah mengapa, rasanya ingin kembali pada masa itu ketika ide-ide berhamburan dan menulis adalah gairah bagi saya. Kini rasanya tangan dan otak beku dan menulis tak lagi menjadi suatu kebutuhan bagi saya. Seseorang pernah berkata, budaya menulis panjang hilang karena orang disibukkan dengan menuliskan status di facebook, twitter atau jejaring sosial lainnya. Mungkin benar juga, tapi jika saya melihat jejaring sosial sosial.. sepi dari kata update status.

Rasanya merindukan benar masa itu, ketika saya bisa menulis cerita pendek. Atau ketika cerita pendek saya menuai banyak pujian (kecuali seseorang, yang mencemoohnya), bukan karena saya haus pujian, namun ada yang senang membaca cerita saya adalah suatu hal yang berharga bagi saya. 

Semoga setelah tulisan kecil ini, saya menemukan hasrat saya kembali untuk menulis. Kemampuan saya memang masih jauh untuk hal ini, pun tak ada yang salah untuk melakukannya...  

Sunday, September 08, 2013

Catatan Perjalanan: Trip ke Gunung Padang

0






Perjalanan kali ini bermula dari keinginan untuk lepas sejenak dari rutinitas pekerjaan serta kegaduhan ibukota, dan juga keinginan untuk berpetualang. Yang terakhir ini, bisa jadi porsinya jauh lebih besar, hehehe. Kali ini yang jadi target adalah Gunung Padangdi Cianjur, yang baru-baru ini membawa kehebohan karena digadang-gadang sebagai salah satu situs tertua di dunia. Diperkirakan situs ini dibangun pada 8000 sM, lebih dahulu dibandingkan dengan Piramid Mesir. 😮

Bertujuh kami kesana, dan sepakat untuk berkumpul di terminal Kampung Rambutan. Kami kemudian mencari bus tujuan ke Garut (IDR 22.000). Sayangnya, kami terlambat mengawali perjalanan, saat kami sampai di Puncak Bogor, polisi sudah memberlakukan sistem satu jalur untuk kendaraan dari Jakarta. Inilah yang membuat perjalanan kami terasa lama. Dalam kondisi ini, tenang saja ada banyak orang yang berjualan makanan dan bisa keluar dari kendaraan juga untuk melepas penat setelah duduk di dalam bus. 

Setelah menunggu lebih dari satu jam, perjalanan pun dimulai kembali. Di bus yang kami naiki, kami sempat bertanya kepada salah seorang penumpang dan menyarankan agar berhenti di perempatan sebelum terminal bus Garut. Mengikuti saran tersebut, kami turun di persimpangan dan naik angkutan umum ke Warung Kondang (IDR3.000). Dari Warung Kondang ke Gunung Padang, kami menyewa mobil angkot (IDR120.000 untuk 7 orang). Sangat sulit untuk mencapai Gunung Padang dengan kendaraan umum, karena belum ada jalur transportasi ke sana. Kami juga bernegosiasi dengan sopir angkot agar bisa berhenti di Stasiun Kereta Lampegan dan juga warung kecil untuk makan siang. 

mobil angkot yang kami sewa (Foto: Dok Pribadi)

Stasiun Kereta Api Lampegan 
Jangan lupa sebelum sampai ke Gunung Padang, singgah lebih dulu ke Stasiun Lampegan. Stasiun ini merupakan stasiun ini pada tahun 2001 sempat ditutup dan difungsikan kembali pada tahun 2010. Stasiun yang dibangun pada tahun 1882 itu terletak di jalur KA Manggarai - Padalarang. Jadi sebenarnya bisa juga naik kereta dan turun di Stasiun ini, namun stasiun ini hanya melayani Kereta Api Siliwangi (Cianjur - Sukabumi). Jadi jika mau naik kereta, harus ke Sukabumi dahulu kemudian naik Kereta Api Siliwangi dan turun di Stasiun Lampegan. Dari Stasiun Lampegan ke Gunung Padang bisa naik ojek. 

Konon nama lampegan berasal dari kata-kata yang diucapkan kepada para pekerja yang sedang membuat terowongan untuk menghindari bahaya, yaitu lamp pegang... lamp pegang.... Terowongan kereta di stasiun Lampegan merupakan terowongan pertama di Jawa Barat. It has 415 meters long, pretty long and dark. Inilah pesonanya, karena panjang dan gelap jadi a bit spooky. 

Stasiun Lampegan (foto: dok pribadi)


Lampegan tunnel (foto: dok pribadi)

inside the tunnel (foto: dok pribadi)


Menuju Gunung Padang 
Setelah menikmati pemandangan di Stasiun Lampegan, termasuk masuk ke terowongan kereta, kami pun meneruskan perjalanan ke Gunung Padang. We enjoy the beautiful scenery of tea plants along the way to the site. It was really refreshing, different from the scenery in Jakarta (of course...). Usually I always fall a sleep during the trip, but the beautiful scenery made me stay awake (but not the way back, lol).

And jeng..jeng.... Finally, we arrived the gate to Gunung Padang, the biggest megalithikum site. Harga tiket masuk untuk wisatawan lokal IDR2.000 sementara untuk wisatawan mancanegara IDR50.000. 

It is not to difficult to reach the top of Gunung Padang but very tiring. There was 378 stairs step upstairs. Technically there was five levels of terraces that divided into two main areas. Terdapat banyak sekali batu-batu di sana, dan kami diingatkan untuk tidak memindahkan susunan batu-batu tersebut. Beberapa batu bisa menghasilkan suara seperti gamelan jika ditabuh. 


Serba lima di gunung padang
Uniknya, dari cerita pemelihara situs gunung padang, gunung padang identik dengan angka lima. Situs ini terdiri dari lima undakan, hampir sebagian besar batu berbentuk segi lima. Dari Gunung Padang bisa melihat 5 gunung, yaitu gunung Gede, Pangrango, Pasirpogor, Kancana dan Batu. 






Thursday, May 16, 2013

Semua Berawal dari Keluarga

0

Halo Takita...
Kakak sudah baca surat Takita, wah Takita makin pandai saja ya.. Jadi gemes nih, hehehe... Maaf ya baru sempat membalas surat Takita, kemarin kakak sibuk mengerjakan thesis. Untungnya sekarang sudah selesai, jadi bisa cerita-cerita sama Takita...  ini nih thesis kakak... akhirnya selesai juga setelah berbulan-bulan penuh perjuangan.



Membaca surat Takita, kakak jadi teringat masa kecil kakak dulu. Bapak dan ibu kakak juga yang pertama kali mengajari membaca dan menulis; hanya saja zaman kakak dulu belum ada handphone dan blog, jadi kakak belajar menulisnya di buku saja. Waktu sudah bisa menulis, kakak suka sekali membuat daftar kata-kata berdasarkan jumlah suku katanya. Orang tua kakak selalu menemani kakak, dan memberi tahu kosakata-kosakata baru ketika kakak sudah kehabisan perbendaharaan kata. Ketika kakak mulai bisa membaca, setiap keluarga kakak pergi ke rumah makan, bapak dan ibu kakak selalu meminta kakak untuk membacakan menunya, tidak peduli berapa lama waktu yang kakak butuhkan untuk membacanya. Hasilnya, kakak menjadi lancar membaca dan memiliki banyak perbendaharaan kata.

Takita pernah mendapatkan hadiah dari ayah dan ibu Takita ketika Takita jadi juara kelas? Ketika masih di Sekolah Dasar,  Bapak kakak berkata, beliau akan membelikan kakak sepeda jika kakak rangking 20, sementara kalau kakak rangking 1, akan mendapatkan es krim. Jauh sekali ya bedanya..? Kakak merasa aneh, bagaimana tidak, mengapa menjadi juara kelas hanya mendapatkan es krim, sementara tidak menjadi juara kelas mendapatkan sepeda. Namun dari situ kakak belajar untuk tidak mengharapkan sesuatu dari apa yang sudah dikerjakan. Sampai sekarang, kakak terbiasa melakukan sesuatu karena kakak menginginkannya, bukan karena sesuatu yang nantinya kakak dapatkan. Ini juga yang membuat kakak lebih menghargai proses dibanding hasil akhir. Hasil akhir bukanlah masalah, yang terpenting adalah bagaimana usaha kita untuk meraihnya. Sama seperti ketika kita belajar suatu pelajaran, yang penting adalah bagaimana kita bisa menguasai pelajaran tersebut, bukan nilai yang kita dapatkan.


Dari dulu kecil, orang tua kakak tidak pernah membeda-bedakan sesuatu berdasarkan gender. Waktu kecil, orang tua kakak membolehkan kakak bermain boneka, masak-masakan, dan juga bermain bola atau perang-perangan. Bahkan Bapak kakak pun mengajari kakak memperbaiki genteng rumah yang bocor, meski kakak seorang perempuan. Melalui keluarga kakak belajar bahwa, apapun itu gender/ jenis kelaminnya bukan menjadi halangan untuk melakukan sesuatu. Tentu Takita pernah mendengar tentang diskriminasi karena gender bukan? Dimana seseorang mendapatkan perlakuan diskriminasi karena dia terlahir sebagai laki-laki atau perempuan. Kakak yakin, jika di semua bidang, termasuk keluarga, setiap anak  belajar untuk menghargai satu sama lain dan juga keadilan gender; tentunya keadilan gender dan juga penghargaan terhadap tiap individu bisa terwujud. 


Di sekolah, kakak banyak mendapatkan pengetahuan dan pelajaran, pastinya Takita begitu juga kan? Namun bagi kakak, di keluargalah kakak belajar ilmu hidup. Keluarga memiliki banyak andil, bagaimana  kepribadian kakak terbentuk. Rasa-rasanya apa yang dikatakan Max Kazeronnie benar jugathe primal and the best education start from the family. Bagaimana Takita? Pasti Takita setuju kan? Seperti yang Takita bilang, kalau Takita mulai belajar mendengar, berbicara, membaca, menulis dan cara bersikap ke teman atau saudara, dari keluarga. Keluargalah tempat pertama kita belajar dan melalui pendidikan keluarga yang baik, tentunya akan berpengaruh positif pada diri kita.

Sama seperti Takita, kakak juga punya mimpi agar semua anak mendapatkan pendidikan terbaik di keluarga. Apalagi ketika kakak membaca beberapa kasus seperti kekerasan oleh gang motor, penyalahgunaan narkoba, dsb; dengan pendidikan yang baik di keluarga, bisa memberikan pondasi yang kokoh untuk kepribadian seseorang. Dan pada akhirnya generasi muda yang berkualitas akan tercipta, ini tentunya impian kita semua bukan..?

Ini cerita kakak tentang pendidikan yang kakak dapat di keluarga kakak. Oke Takita, sampai bertemu di surat selanjutnya ya...


salam,
ria

Posting ini diikutkan Program Keluarga dan Pendidikanku oleh Takita dan BlogFam  



”Lomba

Sunday, May 05, 2013

mengingat kartini, mengingat perempuan Talang Mamak

1



.. sekedar catatan di hari Kartini..

Terlepas dari segala kontroversi tentang mengapa hari Kartini, mengapa Kartini, dsb; menurut saya Kartini adalah sosok perempuan yang patut diteladani. entah berjuang dengan pena, senjata, dsb; perempuan berkontribusi dalam sejarah bangsa ini. yang membedakan Kartini adalahdia menulis... 

perjumpaan saya dengan perempuan Talang Mamak dan mengenal mereka lebih dekat dimulai ketika penelitian saya berlangsung.

Kartini memperjuangkan pendidikan bagi perempuan, namun di Talang Mamak pendidikan adalah hal yang sulit, bagaimana tidak sekolah dasar ada di sana (Durian Cacar) di tahun 1997. Inipun tidak bisa diakses oleh semua masyarakat. Seorang gadis kecil (10 tahun) berkata "ndak ada yang bawa awak ke sekolah, sekolah jauh. Orang tua awak tak bolehkan awak pegi." Pendidikan pun masih dirasa sebagai sesuatu yang tidak terlalu penting bagi sebagian orang. Pun demikian tentu saja berbeda dengan situasi sebelumnya dimana perempuan tidak memiliki akses terhadap pendidikan, terkait dengan jauhnya sekolah dan realitas bahwa mereka tinggal di dalam hutan. Kini situasi berubah, masuknya perusahaan ke lokasi mereka, dibangunnya jalan, serta perkembangan daerah di sekitar mereka telah mengubah daerah mereka menjadi lebih 'terbuka'. 

Sayangnya perubahan di lingkungan mereka tidak serta merta membawa ke kehidupan yang lebih baik. Sebagian besar orang Talang Mamak di Durian Cacar kehilangan tanahnya, entah dijualnya atau diambil oleh PT yang masuk ke wilayah mereka. Perempuan yang semula memiliki hak atas tanah, di beberapa kasus kehilangan haknya. Terkadang suaminya menjual tanahnya tanpa memberitahunya. bisa dibayangkan, tanpa tanah, tentu saja kehidupan masyarakat yang sulit bertambah sulit. Di beberapa kasus, perempuan menjadi lebih bergantung pada suaminya, karena sulitnya pencaharian. Dalam perbincangan saya dengan beberapa perempuan, mereka sangat takut jika suaminya meninggalkan mereka terlebih bagi mereka yang sudah tidak memiliki keluarga dekat. Ini tentunya menunjukkan bawa perempuan bukanlah single category. Latar belakang yang dimiliki memiliki andil terhadap kerentanan dan juga perilaku mereka. 




Sunday, March 17, 2013

Transgender? So What?

0

Beberapa hari yang lalu, beberapa kawan-kawan saya heboh tentang berita Renaldi Rahman (dulunya sempat menjadi artis cilik) yang menjadi transgender. Ternyata berita ini bukanlah berita baru, beberapa tahun sebelumnya juga sudah ada kabar mengenai hal ini. Menjadi transgender, so what?

Membaca beberapa komentar di berita tersebut, membuat saya mengernyitkan dahi, bagaimana tidak, hampir sebagian besar menyayangkan keputusannya menjadi trans gender, bahkan mengkait-kaitkan dengan azab. Ada pula komentar menarik yang mengatakan, jika menjad transgender dan mau diterima publik di Indonesia, harus memakai jilbab, terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial, naik haji, dsb. Miris bukan

Menjadi teringat, beberapa tahun yang lalu saya mengikuti sebuah seminar tentang transgender dan homoseksual, seorang peserta adalah trans gender (laki-laki ke perempuan). Dia mengungkapkan pengalamannya, bagaimana tidak mudahnya menjadi transgender dan diterima oleh publik. Contoh kecil adalah pengalamannya tentang toilet atau ketika berkemah. Ketika menggunakan toilet perempuan, dia 'ditolak' oleh beberapa perempuan menggunakan toilet tersebut, sementara menggunakan toilet laki-laki adalah tidak mungkin karena dia merasa dirinya adalah perempuan. Demikian halnya ketika berkemah, tentang di tenda mana dia kemudian tidur. 

Sungguh tidak mudah menjadi transgender. Pun demikian tidak semua trans gender di negeri ini mendapatkan perlakuan diskriminasi. Membaca berita tentang Dena (Renaldi Denada) yang mengungkapkan pengalamannya, boleh jadi adalah pengecualian, bagaimana lingkungan di sekitarnya menerimanya dan dia pun tak mendapatkan perlakuan diskriminan. 

Heteronormativity norm
Seseorang terlahir menjadi laki-laki atau perempuan, tidak bisa keduanya. Demikian norma yang berlaku umum di masyarakat. Bagaimana proses menjadi laki-laki dan perempuan? Ketika bayi lahir, kemudian berdasarkan alat kelamin yang dimilikinya, dokter mengatakan bayi perempuan atau bayi laki-laki. Dari situlah kemudian ekternalisasi nilai tentang laki-laki dan perempuan biasanya dimulai. 

bersambung 


Friday, March 08, 2013

Catper: Macau - Hongkong (1st day)

0

Akhirnya jadi juga rencana backpacker ke Macau dan Hongkong. Tiketnya sudah dibeli sejak tahun lalu, dan sebetulnya sempat berpikir untuk membatalkan karena thesis, konferensi dan magang. Namun akhirnya jadi juga.. meski saya harus mengubah jadwal kepulangan (dari semula tanggal 5 menjadi tanggal 3 Maret). Tentunya, harus merogoh kocek lagi, semula harga tiket pp 3,900 THB, karena merubah tiket harus menambah 1,100 THB. Ini adalah solo backpacker saya kedua di tahun ini.

Perjalanan Bangkok - Macau memakan waktu kira-kira 3 jam, dan Macau 1 jam lebih dahulu dibanding Bangkok. Seperti yang sudah direncanakan, saya menginap di bandara (hasil googling, bisa bermalam di bandara). Artinya, saya bisa mengurangi budget trip ini karena harga penginapan di Macau cukup mahal. Semakin malam, banyak orang yang melakukan hal yang serupa. Bandara Macau cukup nyaman, ada beberapa kursi yang bisa dijadikan tempat untuk tidur dan juga fasilitas wifi (namun akan terputus setiap 45 menit). 

Saya sampai di Macau pukul 5 sore, jadi bisa menjelajah kota sebentar. Dari Bandara ke kota Macau cukup mudah karena ada fasilitas shuttle bus yang disediakan hotel-hotel dan casino di Macau yang bisa dimanfaatkan, dan tentunya gratis. Saya naik bus Venetian dan menjelajah the Venetian. Selama di sana, ada banyak orang Indonesia yang saya temui, hanya bersapa dengan beberapa di antaranya. Mengitari the Venetian ini mengingatkan saya pada salah satu adegan di drama F4, ketika Sanchai naik gondola bersama Dau Ming Tse. Harga yang ditawarkan untuk naik Gondola adalah 100 dollar, saya tidak mencobanya karena mahal (akhirnya belum juga kesampaian naik gondola, ketika di Venezia saya juga tidak melakukannya dengan alasan yang sama).

patung di dekat lobby utama the Venetian

in somehow, it reminds me of the memory in Venezia, Italy. I miss that city a lot


pertunjukan musik

Orang Indonesia yang saya temui di the Venetian menanyakan apakah sudah menonton pertunjukkan house of dancing water di City of DreamTertarik dengan gambaran merekasaya menuju ke City of Dreamsada shuttle bus gratis di West lobby tapi sebenarnya City of Dreams bisa ditempuh dengan jalan kaki, karena letaknya di depan the Venetian (melalui lobby utama). Sayangnya saya terlambat untuk ke sana, karena pertunjukkan selesai pukul 19.00 dan untuk melihatnya, lebih baik pesan tiket terlebih dahulu. 

Saya kemudian ke Galaxy yang juga tidak terletak jauh dari the Venetian. Ada shuttle bus gratis yang disediakan. Jika mau berjalan kaki bisa jugadari west lobby the Venetian kemudian berjalan kurang lebih 5 menit. Saya hanya di lantai dasar Galaxy dan melihat fortune diamond serta pertunjukkannya. Iseng-iseng melihat beberapa koin yang dijatuhkan di situ, saya ikut juga menjatuhkan recehan THB saya.

Fortune of Diamond @ Galaxy
saat pertunjukkan, fortune diamond akan bercahaya

Shuttle bus dari the Venetian ke bandara terakhir beroperasi jam 11 malam, karena takut tidak mendapatkan tempat, saya kemudian bergegas menuju shuttle bus ke bandara (ada di main lobby). Perjalanan saya di hari pertama hanya mengeluarkan uang untuk membeli makanan di Mc D yang ada di bandara.


Fountain show at Wynn Hotel Macau
Sunday to Friday: 11:00 am to 9:45 pm
Saturday and eve of public holiday: 11:00 am to 10:45 pm
Each show lasts approximately three minutes and runs alternately at 15 minutes intervals

Fortune of Diamond at Galaxy Hotel
Galaxy Hotel Lobby at the Cotai Strip
Sunday to Thursday: 10 am - 12 am
Friday to Saturday: 10 am -2 am