Showing posts with label literacy. Show all posts
Showing posts with label literacy. Show all posts

Sunday, July 11, 2021

Yuk Buat Pentigraf

0



Gegara kelas menulis, saya yang tadinya nggak tau pentigraf jadi belajar pentigraf dan belajar membuatnya juga. Pentigraf itu kependekan dari cerPEN TIga paraGRAF. Menulis pentigraf, tentunya menjadi tantangan tersendiri, yaitu bagaimana bisa menyelesaikan cerpen dalam tiga paragraf. 

Paragraf pertama merupakan pembukaan yang langsung ke konflik (7-10 kalimat). Paragraf kedua merupakan klimaks (3-5 kalimat), dan paragraf ketiga penyelesaian (7-10 kalimat). Cukup menantang bukan? Pastinya, karena di sini penulis dituntut untuk bisa menyajikan cerita singkat, karena inilah biasanya endingnya jadi tidak terduga. Ending, bisa dibuat ending yang menyenangkan atau menyakitkan/menyedihkan, atau menggantung.

Berikut pentigraf saya, yang dibuat untuk tugas di kelas menulis Palaray Media. Cerpen ini bersama dengan cerpen dari pembelajar lainnya di Palaray Media, dibukukan dengan judul "JERUK"


JERUK
oleh: ria permana sari

Beberapa hari ini anakku merengek meminta dibelikan jeruk, rupanya pengalaman memakan jeruk yang diberikan tetangga membuat dia ketagihan. Aku memintanya bersabar dan mendoakan daganganku laris, sehingga bisa membelikannya jeruk. Andai saja aku jadi penjual jeruk, bukan penjual gorengan, pasti setiap hari dia bisa makan jeruk. Aku menatap uang dalam genggaman tanganku, hasil jualanku hari ini. Aku berhitung pengeluaran yang kubutuhkan, membayar listrik dan membeli beras yang sudah habis. Tidak ada lagi yang bersisa, selain modal berjualan besok. Kembali anakku harus bersabar, tidak ada jeruk untuknya hari ini. 


“Ibu, mana jeruk buatku?” tanya anakku begitu melihatku masuk ke rumah dengan membawa tas plastik hitam berisi beras. Kembali kujelaskan padanya, aku belum bisa membelikan jeruk dan dia harus bersabar. Terlihat sorot kecewa dari matanya, yang membuatku tidak tega melihatnya. Harus ada jeruk untuknya besok, demikian tekadku. 


Aku sudah membayangkan senyum gembira anakku ketika melihat beberapa butir jeruk di meja makan. Benar saja, dia berteriak gembira dan dalam sekejap 2 butir jeruk sudah dihabiskannya. Kini anakku bisa makan jeruk setiap hari, kataku dalam hati. Ketika akan membeli jeruk dengan modal dagang esok hari, ternyata penjual jeruknya adalah Danang, ayah anakku. Kami berpisah karena orang tuanya tidak merestui hubungan kami, dan menyuruhku pergi jauh-jauh darinya. Selama 5 tahun ini Danang mencariku dan memutuskan tidak lagi bergantung pada orangtuanya lalu menjadi pedagang jeruk. Jika anakku tidak meminta jeruk, tentu tak ada pertemuanku dengan Danang.

Tuesday, April 07, 2015

Hilangkah Rasa Cinta di Negeri Ini? Makanan Berbahaya di Sekitar Kita (sebuah catatan di hari kesehatan sedunia)

8



Akhir-akhir ini marak pemberitaan makanan berbahaya, misalnya kikil berformalin, makanan yang menggunakan pewarna tekstil, saus sambal berbahan kimia, batu es dari air yang tercemar, gorengan yang dicampur plastik, bakso dengan boraks, dan sebagainya. 

Kemudahan dalam menjual makanan di Indonesia, di satu sisi menjadi kelebihan sekaligus kekurangan. Entah berapa banyak orang menggantungkan hidupnya dari sini, yang pasti jumlahnya sangat banyak. Untuk menjual makanan pun relatif gampang, bahkan izin pun tidak dimiliki namun bisa tetap bebas berdagang. Menjadi teringat obrolan dengan seorang teman di Finlandia, di sana tidak bisa sembarangan menjual makanan, harus melalui serangkaian proses terlebih dahulu. Bahkan izin tersebut akan direviu secara berkala. 

Pernah suatu kali ketika pergi di sebuah tempat wisata di Jakarta, saya melihat seseorang mengambil batu es dari gelas bekas kemudian mencucinya dan menaruhnya di tempat yang baru lalu mengisinya dengan air teh atau air jeruk dan bersiap untuk menjajakan minuman itu. Meski tentu saja, tidak semua penjual makanan seperti itu, namun tetap saja pemberitaan tentang makanan berbahaya membuat saya merinding. Bayangkan apa yang terjadi ketika bahan berbahaya tersebut masuk ke tubuh kita, terlebih ketika dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama. 

Sedikit saya melakukan pencarian di google terkait dengan efek bahan berbahaya tersebut apabila dikonsumsi. Inilah sedikit hasil dari pencarian saya... Penggunaan zat pewarna tekstil yaitu rhodamin B dalam jangka panjang dapat menyebabkan gejala pembesaran hati dan ginjal, kerusakan hati, gangguan fungsi hati, gangguan fisiologis tubuh atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati (BPOM). Sementara itu, pemakaian boraks yang sedikit dan lama akan menyebabkan adanya akumulasi (penimbunan) pada jaringan otak, hati, lemak dan ginjal. Pemakaian dalam jumlah banyak mengakibatkan demam, koma, depresi dan apatis (gangguan yang bersifat sarafi). 

berbahaya bukan?

Bahan kimia berbahaya di makanan tentu saja menjadi ancaman kesehatan di masyarakat. Menurut catatan WHO, sekitar 2 juta orang terutama anak-anak meninggal dunia setiap tahunnya akibat makanan dan minuman yang tidak aman. Sekitar 1,5 juta anak meninggal di dunia setiap tahunnya yang sebagian besar disebabkan makanan dan minuman yang tercemar. Tak hanya itu saja, di seluruh dunia setiap tahunnya dapat terjadi sekitar 1,5 miliar gangguan kesehatan karena makanan. 

mengenali makanan dengan bahan berbahaya
Bakso berfomalin biasanya tidak mudah hancur, awet lebih dari tiga hari di suhu ruangan, tidak lengket dan lalat enggan hinggap. 
Bakso dengan boraks biasanya teksturnya lebih kenyal, aroma bakso kurang alami, warna lebih putih, memantul jika dijatuhkan dan tidak lengket. 
Kikil berfomalin cirinya warna putih (bening) mengkilap, tekstur sangat kenyal, tidak berbau, tidak dihinggapi lalat, harganya lebih murah. 
Saos tomat berbahaya, cirinya lebih kental dan warna lebih gelap, lebih tahan lama dan anti jamur, bila dicampur air putih membutuhkan waktu lama untuk berbaur.



hilangkah rasa cinta di negeri ini?
Adanya produsen makanan yang dengan sengaja menggunakan bahan berbahaya dalam pembuatan produk makanannya dengan memikirkan keuntungan materi semata, menimbulkan tanya tentang rasa cinta di negeri ini.. Rasa cinta kepada sesama, rasa cinta kepada konsumen produknya.. Cinta tentunya tidak akan membuat seseorang menyakiti atau membahayakan orang lain.. Entah itu menggunakan bahan berbahaya dalam membuat produk makanan atau menjual bahan berbahaya tersebut di toko yang menjual bahan makanan. 

Hilangkah rasa cinta di negeri ini, sehingga ada yang lebih memilih menambah kocek di kantungnya daripada keselamatan sesamanya? Atau ketidaktahuan yang terpelihara terus?


sumber:
https://lifestyle.sindonews.com/berita/1195308/185/kenali-ciri-ciri-bakso-mengandung-boraks-dan-formalin
https://lifestyle.kompas.com/read/2009/09/01/20362112/inilah.ciri-ciri.kikil.berformalin#:~:text=KOMPAS.com%20%E2%80%94%20Berikut%20adalah%20ciri,%2D%20Tidak%20berbau.
https://www.fimela.com/lifestyle-relationship/read/4092181/mengenali-tanda-saus-tomat-dan-sambal-yang-berbahaya
foto credit: antara





Saturday, February 15, 2014

Valentine's Day dan Rasa Cinta di Negeri Ini

1


Tanggal 14 Februari disebut sebagai hari valentine, hari dimana orang mengungkapkan kasih sayang pada orang yang dicintainya. Tentang sejarahnya, ada banyak versi tentang asal mula hari valentine ini. Tak hanya itu, bahkan beberapa sumber mengkaitkan hari valentine dengan keyakinannya, serta berpendapat tidak perlu merayakannya. 

Terlepas dari kontroversi atau pro konta tentang hari kasih sayang ini, saya pikir adanya hari kasih sayang adalah momentum untuk menyebarkan cinta dan kasih sayang. Cinta ini sendiri adalah kekuatan yang kuat yang mampu mengubah dunia, tidak berlebihan jika Mahatma Gandhi berkata "where there is love, there is life."  


cinta atau kasih sayang tentu saja tidak melulu adalah cinta sepasang kekasih atau pasangan, namun bisa diartikan lebih luas lagi. Cinta kepada sesama, cinta kepada lingkungan, dan sebagainya. Menjadi pertanyaan bagi saya ketika melihat realitas-realitas yang terjadi di masyarakat, dan mempertanyakan tentanga cinta. Apakah cinta sudah terkikis dari individu di negeri ini?

Suatu ketika saya menonton tayangan di sebuah stasiun televisi swasta, yang menayangkan tentang penggunaan cat tekstil dalam produksi makanan, lain waktu tentang penggunaan boraks dalam memproduksi makanan, kali yang lain tentang daging tikus yang dijual sebagai daging ayam. Apakah sudah hilang rasa cinta kepada sesama, sehingga untuk mendapatkan rupiah mengorbankan orang lain, tanpa memikirkan bagaimana akibat dari perbuatannya itu kepada orang lain. 

Di lain waktu, saya menyeberang jalan di zebra cross, traffic light berwarna merah. namun masih ada beberapa kendaraan yang melaju tanpa memikirkan pejalan kaki yang menyeberang. Hal yang sama terjadi ketika saya naik sepeda, traffic light berwarna merah dan saya menghentikan sepeda saya, namun motor dari belakang terus melaju hingga sedikit menabrak saya. Apakah tidak terpikir bahwa saya dan sepeda saya tentu saja tidak sebanding dengan motor. 

di suatu tempat yang lain, seorang ayah memperkosa anaknya, guru memperkosa muridnya atau suami yang menyiksa istrinya. tentunya masih banyak lagi kasus-kasus yang terjadi dengan nada serupa. Membuat saya kembali bertanya, hilangkah rasa cinta di antara kita semua?

Kasus korupsi yang marak diberitakan pun kembali membuat saya bertanya, apakah Rupiah sedemikian menggiurkan dibanding dengan akibat dari korupsi yang dilakukan: masih tingginya angka kemiskinan, anak putus sekolah, kesenjangan dalam masyarakat, dsb. 

namun tentu saja masih ada secercah harapan akan rasa cinta di negeri ini, ketika secara bertubi-tubi bencana datang, masyarakat saling tolong menolong, menggalang bantuan untuk membantu sesamanya yang ditimpa bencana. 

Refleksi bagi saya pribadi tentang rasa cinta ini, mungkin adalah dengan berpikir mengenai perbuatan yang saya lakukan dan implikasinya bagi orang lain. mungkin hal ini adalah hal kecil, namun adalah wujud cinta pada orang lain. dan akhirnya, selamat membagi dan menyebarkan cinta kepada sesama. 



Sunday, May 05, 2013

mengingat kartini, mengingat perempuan Talang Mamak

1



.. sekedar catatan di hari Kartini..

Terlepas dari segala kontroversi tentang mengapa hari Kartini, mengapa Kartini, dsb; menurut saya Kartini adalah sosok perempuan yang patut diteladani. entah berjuang dengan pena, senjata, dsb; perempuan berkontribusi dalam sejarah bangsa ini. yang membedakan Kartini adalahdia menulis... 

perjumpaan saya dengan perempuan Talang Mamak dan mengenal mereka lebih dekat dimulai ketika penelitian saya berlangsung.

Kartini memperjuangkan pendidikan bagi perempuan, namun di Talang Mamak pendidikan adalah hal yang sulit, bagaimana tidak sekolah dasar ada di sana (Durian Cacar) di tahun 1997. Inipun tidak bisa diakses oleh semua masyarakat. Seorang gadis kecil (10 tahun) berkata "ndak ada yang bawa awak ke sekolah, sekolah jauh. Orang tua awak tak bolehkan awak pegi." Pendidikan pun masih dirasa sebagai sesuatu yang tidak terlalu penting bagi sebagian orang. Pun demikian tentu saja berbeda dengan situasi sebelumnya dimana perempuan tidak memiliki akses terhadap pendidikan, terkait dengan jauhnya sekolah dan realitas bahwa mereka tinggal di dalam hutan. Kini situasi berubah, masuknya perusahaan ke lokasi mereka, dibangunnya jalan, serta perkembangan daerah di sekitar mereka telah mengubah daerah mereka menjadi lebih 'terbuka'. 

Sayangnya perubahan di lingkungan mereka tidak serta merta membawa ke kehidupan yang lebih baik. Sebagian besar orang Talang Mamak di Durian Cacar kehilangan tanahnya, entah dijualnya atau diambil oleh PT yang masuk ke wilayah mereka. Perempuan yang semula memiliki hak atas tanah, di beberapa kasus kehilangan haknya. Terkadang suaminya menjual tanahnya tanpa memberitahunya. bisa dibayangkan, tanpa tanah, tentu saja kehidupan masyarakat yang sulit bertambah sulit. Di beberapa kasus, perempuan menjadi lebih bergantung pada suaminya, karena sulitnya pencaharian. Dalam perbincangan saya dengan beberapa perempuan, mereka sangat takut jika suaminya meninggalkan mereka terlebih bagi mereka yang sudah tidak memiliki keluarga dekat. Ini tentunya menunjukkan bawa perempuan bukanlah single category. Latar belakang yang dimiliki memiliki andil terhadap kerentanan dan juga perilaku mereka. 




Thursday, January 03, 2013

gamer girl manifesto

0

this is from my assignment ;)
----






Today I came across to a video in youtube, gamer girl manifesto by SexyNerdGirlPresents. It is a manifesto of female gamers telling not to sexualize them for their existence in the game world. It is not only embrace that sexist is not acceptable, but also suggest not to be homophobic and racist. In the end they questioning ”you know what kind of player they are and what kind of player you are.”
Don’t be racist. Don’t be homophobic. Don’t be sexist. Follow that code and everybody will have a good time. And when someone breaks that code, CALL THEM OUT. Don’t just let it ride.
I think it is an interesting video and have great message. The female gamers in that video are quite diverse which also represent that female gamer are heterogeneous.  However there are quite few differences from people who like it and dislike it. There are 13,689 likes and 10,560 dislike and most of the comments are negative. Mostly people said that in the online game gender does not matter, because the important thing is how u play. Is that really happen? I do not think so.
When I am playing online game, I never get harass but I can not generalize my experience with others. In my online field work, I did it in the online game (AIKA) and asked the experience of female gamer. One female gamer said that when people know she is female, they start to bully her. Another female gamer told me why she use male character, because she don’t want to get harass by other gamer. It means, that choosing male character seems to be a safe way for the female gamer to avoid harassment.
Then I tried to find out the female gamer’s experience in the online game, and I found an interesting blog by Jenny Hariver titled not in the kitchen anymore. Her blog documented her experience when playing games, included  sexism in the online game.
Further, in her blog, Valerie who made that video told the reason of that video as well as why she choose sexynerdgirl as her account name. This is interesting since her choice to use sexynerdgirl have raise controversy and even people start to accuse her, she tried to get attention by using that kind of name.
I do support that in the gaming culture, the culture of non-sexist, non-racism and non homophobic should be embraced and that video not only mention about sexism! In the game world which is stereotypically male dominated area, it is possible that sexist behavior exist in the gamer community.  Further, the game which using sexy female avatars may also contribute on it.

Saturday, December 22, 2012

memaknai 22 desember, lebih dari sekedar hari ibu

1
























Beberapa hari sebelum tanggal 22 Desember dan hingga tanggal itu, berbagai status tentang hari ibu, yang mengucapkan terima kasih kepada ibu berseliweran di media sosial yang saya miliki, entah facebook atau twitter. Sedikit diantaranya mengurai makna lebih dalam dengan berkata hari perempuan atau hari pergerakan perempuan. Pun saya yang memasang status yang mengulik sedikit sejarah hari ibu di Indonesia dan memilih menulis "selamat hari perempuan" mengundang beberapa komentar, ada yang setuju dan ada juga yang memberikan jempol. Ini tentu saja bukan yang pertama kali, ketika saya memilih untuk alih-alih berucap hari ibu menjadi hari perempuan. 

Delapan puluh empat tahun yang lalu, tiga puluh organisasi perempuan berkumpul di Jogjakarta dalam Kongres Wanita (Perempuan) Indonesia I. 
Kongres yang membahas berbagai persoalan perempuan kala itu, kemudian menghasilkan beberapa keputusan (sumber wartafeminis.wordpress.com): 
  • mengirimkan mosi kepada pemerintah kolonial untuk menambah sekolah bagi anak perempuan
  • pemerintah wajib memberikan surat keterangan pada waktu nikah (undang-undang perkawinan; dan segeranya diadakan peraturan yang memberikan tunjangan kepada janda dan anak-anak pegawai negeri Indonesia
  • memberikan beasiswa bagi siswa perempuan yang memiliki kemampuan belajar tetapi tidak memiliki biaya pendidikan, lembaga itu disebut stuidie fonds
  • mendirikan suatu lembaga dan mendirikan kursus pemberantasan buta huruf, kursus kesehatan serta mengaktifkan usaha pemberantasan perkawinan anak-anak
  • mendirikan suatu bdan yang menjadi wadah pemufakatan dan musyawarah dari berbagai perkumpulan di Indonesia, yaitu Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI)
  • PPPI bertujuan memberikan informasi dan menjadi mediator berbagai perkumpulan perempuan di dalamnya. 

Mengulik sejarahnya, hari ibu yang ditujukan tuk mengenang pergerakan perempuan di Indonesia (hmm, agak rancu juga menulis kalimat ini, soalnya saya belum pernah membaca isi dekrit presiden no. 39/1959 yang menetapkan hari ibu itu), rasa-rasanya mengalami pereduksian makna jika lebih menjadi ucapan terima kasih pada ibu (bukan berarti saya menentang untuk mengucapkan terima kasih dan menghargai jasa-jasa ibu), namun harusnya dimaknai pula lebih luas dibanding hal tersebut. 
Dan, apakabar perempuan Indonesia...? Membaca keputusan Kongres Perempuan I tersebut, membuat saya miris. Bagaimana tidak, persoalan yang dihadapi perempuan kala itu ternyata masih dialami perempuan-perempuan Indonesia saat ini. Sebut saja pernikahan siri, pernikahan kanak-kanak, yang paling hot tentu saja kasus pernikahan salah seorang bupati di suatu daerah di Jawa. Pengalaman tinggal beberapa saat di daerah pedalaman di Sumatra, menunjukkan perempuanlah yang kebanyakan tidak bisa baca tulis (ini tentu saja sangat subjektif, karena saya hanya melihat di satu daerah saja, untuk lebih globalnya saya tidak tahu pasti tentang statistiknya). Dampak dari hal itu, perempuan yang sudah menjadi warga kelas dua, makin tepinggirkan; terkucil dari perkembangan tekhnologi (macam hp). Perempuan yang saya maksud di sini tentu saja tidak semua perempuan, karena kebanyakan perempuan muda telah bisa baca tulis. Jika melihat secara global, mungkin cukup menggembirakan. Lihat saja, banyak perempuan kini yang bekerja, mencapai tingkat pendidikan yang tinggi, memiliki jabatan tinggi, dsb, dsb, namun jika melihat lebih dalam, mungkin belum banyak berita gembira yang didapatkan..
Karenanya, saya lebih memilih untuk memaknai 22 Desember sebagi hari pergerakan perempuan ketimbang jatuh dalam pereduksian makna hari ibu. 

Saturday, July 14, 2012

Kutunggu Kau Di Sini

0

aku memintal doa
untuk dia yang tercinta
kembalilah dia yang terkasih
lelah sungguh aku menanti berakhirnya 1 dasawarsa
namun kau tak kunjung kembali
tiap purnama kutunggu kau di ujung jembatan ini
tempat terakhir kau kutemu

 

“Bapak mau ke jembatan lagi?” tanya Wati, anak semata wayangku.

“Iya, siapa tahu hari ini ibu pulang. Kontrak ibu kamu kan 10 tahun, sekarang sudah lebih 3 bulan, harusnya ibumu sudah pulang.” Kataku sambil menyisir rambutku yang kian menipis dan mematut-matutkan diriku di kaca sebelum pergi. Aku tak mau kelihatan buruk ketika menyambutmu nanti.

Hari ini tepat 10 tahun 3 bulan kau pergi tinggalkan kami semua demi secercah harapan untuk kehidupan yang lebih baik. Semua orang menganggap apa yang kulakukan sia-sia, terlebih ketika sudah 4 tahun kau tak ada kabar dan tak lagi mengirimi kami uang, namun tak pernah selintaspun pikiran buruk di otakku. Aku yakin, kau pasti akan kembali, sebagaimana dulu janji yang kau sampaikan. Sebagaimana janji yang dulu aku ucapkan, kan kutunggu kau di sini, di ujung jembatan ini.

“Nunggu Marni lagi Kang?” sapa Kang Ahmad.

“Iya, siapa tahu hari ini dia pulang.”

“Saya nunggu istri saya, kemarin saya ditelpon katanya hari ini dia pulang,” katanya dengan mata berkaca-kaca.

Kami terdiam. Aku membayangkan diriku juga ditelpon bahwa istriku pulang hari ini, namun pak Ramli tidak memberitahu apapun juga. Ya, selama ini jika istriku menelpon selalu ke nomor Pak Ramli, karena kami tak punya pesawat telepon atau handphone.

“Kang, kok nangis.. Sebentar lagi istrinya kan datang,” kataku ketika mendengar kang Ahmad terisak.

“iya kang, jenazah istri saya tepatnya.”

Aku terdiam, Darti istri kang Ahmad pergi jadi TKI, dua tahun sesudah kepergian istriku dan sekarang… Tidak, Marni baik-baik saja di sana. Aku yakin itu, aku selalu mendoakannya tiap malam. Aku selalu meminta Tuhan untuk menjaganya, dan bukankah di sana ada pemerintah yang akan membantu dan menjaganya ketika dia kesulitan?

Akhirnya mobil yang membawa jenazah istri Kang Ahmad datang. Dengan berat hati aku tinggalkan jembatan itu dan mengikuti Kang Ahmad yang melangkah gontai menuju rumahnya. Semoga jika Marni datang hari ini, dia bisa memahami mengapa aku tak ada di ujung jembatan itu, menantinya sebagaimana ucapku padanya 10 tahun yang lalu.

***

Belum empat tahun usiaku kala itu, ketika ibuku pergi ke jazirah Arab untuk mengais rezeki di sana. Kenangan tentang ibuku tak sedikitpun tertinggal di sini. Yang aku tahu, dia pasti orang yang sangat baik dan mencintai Bapak. Jika tidak, mengapa tiap hari Bapak selalu menyempatkan ke jembatan untuk menantinya? Tiap tanggal 1 bulan Agustus, seharian penuh Bapak bakal menunggu ibu di Jembatan Cilet. Dulu Bapak selalu mengajakku, ketika aku belum bersekolah sambil menceritakan bagaimana ibu.

Sia-sia, apa yang Bapak lakukan. Namun tak pernah aku katakana hal itu padanya, semua orang sudah mengatakan hal itu padanya, namun dia tak pernah bergeming pada keyakinannya bahwa ibu pasti kembali. Bapak tak pernah peduli bahwa sudah 4 tahun Ibu tak pernah lagi mengirimkan kabar.

“Terakhir kali ibumu menelpon, dia bilang majikannya baik. Dia sehat di sana dan akan segera pulang.”

Demikian selalu kata bapak, entah itu untuk meyakinkan aku atau dirinya sendiri bahwa ibu baik-baik saja di sana. Aku sudah melepas harapan akan bertemu dengan ibu, sudah terlalu banyak cerita sedih tentang TKI yang aku dengar. Kemarin Mila, temanku bercerita tentang kakaknya yang pulang dan menjadi gila karena trauma akibat perkosaan yang dia alami. Atau Sidik yang menangis karena ibunya pulang dalam keadaan tak bernyawa.

Diam-diam aku hubungi pak Cardi, orang dari desa sebelah yang gencar membela hak-hak TKI. Banyak yang bilang, kita bisa minta bantuannya untuk mencari kerabat kita yang pergi jadi TKI dan tak ada kabar. Namun tentu saja itu tidak berarti usahanya selalu berhasil, namun setidaknya dia berusaha membantu. Pernah satu kali aku ajak Bapak ke sana, namun Bapak malah memarahi dengan alasan aku berpikir yang bukan-bukan tentang keadaan ibu.

“Kalau kita berpikir positif, itu yang akan terjadi,” demikian selalu kata Bapak.

“Kamu lihat Santi, dia tidak ada kabar selama 5 tahun, toh nyatanya dia pulang juga. Sukses lagi.”

***

Angin masih meniupkan mimpiku
pulang, kembali bersama mereka yang terkasih
namun getir dingin membuyarkan lamunanku
besok pagi aku dipancung

 

Sudah sepuluh tahun aku meninggalkan keluargaku. Tentu Wati sudah besar sekarang, terakhir kali aku menelpon mereka, Wati bilang dia rangking satu di kelasnya dan dia ingin jadi bidan. Tentunya tak akan aku biarkan nasib Wati berakhir seperti aku, jadi TKI. Bukan.. bukan karena ini pekerjaan yang buruk. Tidak ada pekerjaan yang buruk. Hanya saja aku takut, takut pengalamanku akan berulang padanya.

“Mas, tolong uang yang aku kirim, kau simpan juga untuk masa depan Wati. Aku ingin dia jadi orang yang sukses. Tak mengapa rumah kita masih buruk seperti dulu ketika aku tinggalkan.”

Demikian selalu kata-kataku pada suamiku. Tak ingin sedikitpun aku membuatnya khawatir dengan menceritakan keadaanku yang sebenarnya. Semuanya berubah empat tahun lalu. Majikanku sering sekali memukuli, sejak usahanya tak lancar. Pekerjaan aku selalu saja dibilang tidak baik dan terakhir aku dituduh akan membunuh mereka. Tuhan… aku memang benci pada mereka, pada perlakuan mereka. Aku benci mereka karena mereka tak membayar gajiku, yang harusnya bisa aku kirimkan ke keluargaku. Tapi sungguh, aku tak akan pernah membunuh mereka, itu dosa.

Segala pembelaanku tak juga diindahkan, hingga akhirnya aku berada di penjara. Dimana-dimana mereka dulu yang menjanjikan akan membantu aku ketika aku kesulitan, mengapa tak nampak batang hidungnya? Aku tidak ingin mati di sini, aku ingin bertemu keluargaku.  

***

Sudah beberapa hari ini Pak Karsa termenung, istrinya tak kunjung datang. Beberapa kabar buruk yang datang tentang tetangganya yang juga menjadi TKI, membuatnya semakin resah dengan keadaan istrinya.

“Wati, Bapak mau ke tempat pak Cardi.”

“Kenapa pak? Ada berita tentang Ibu?”

“Bapak mau minta bantuannya, agar tahu dimana ibumu.”

Tidak beberapa saat kemudian, pintu rumah kami diketuk. Buru-buru aku membukanya.

“Pak Cardi…” kataku

“Wah baru saja saya mau ke rumah sampeyan, kang.”

Pak Cardi terdiam dan memandang Wati dengan getir, membuat Wati semakin merasa gelisah.

“Ada berita tentang Ibu kan Pak?” Wati terisak.

Pak Karsa terdiam, mematung dan memandang Pak Cardi.

“Kang, sabar ya.. saya baru dapat beritanya tadi. Istri sampeyan bakal dihukum mati besok. Majikannya menuduh istri sampeyan akan membunuh mereka.”

“Itu tidak mungkin Kang, istri saya tidak seperti itu. Itu bohong… ini tentu gara-gara saya yang berpikiran buruk tentang istri saya. Ini gara-gara saya. Kejadian kan…”

Wati memandang Bapaknya dan mengajaknya duduk di kursi serta berusaha menenangkannya.

 

Empat tahun tanpa kabar

Berbagai berita sedih terlalu sering kudengar

Guruku berkata para TKI adalah pahlawan devisa

Bagaimana bisa seorang pahlawan dibiarkan mati di sana

Dibiarkan diperkosa atau dianiaya

Empat tahun tanpa kabar

Sejak saat itu telah kurelakan dirimu


Thursday, July 12, 2012

sylvia

0


Dying is an art, like everything else. I do it exceptionally well. I do it so it feels like hell. I do it so it feels real. I guess you could say I've a call.
Sylvia Platt

Beberapa waktu lalu saya menonton film berjudul "Sylvia", film ini merupakan autobiografi dari Sylvia Platt. Sylvia adalah penyair perempuan, seorang Amerika. Dia akhirnya menikah dengan seorang penyair juga, Ted Hudges. Hubungan mereka diliputi dengan cinta, mereka memiliki dua orang anak, tapi ini bukan akhir dari hubungan mereka. Masa lalu Sylvia, yang membuatnya mentally unstable membuat hubungan mereka menjadi sulit dan hal ini diperburuk dengan affair yang dilakukan Ted. Akhirnya mereka berpisah, ketika Sylvia mengetahui hubungan Ted dengan Assia, seorang penyair. Perpisahannya dengan Ted membuat Sylvia merasa tertekan, meski kemudian dia bisa menuliskan puisi-puisi yang briliant tentang kesedihan dan "blackness." Sejatinya, cinta Sylvia pada Ted tidak berubah dan perpisahan mereka membuatnya menjadi lemah. Sylvia akhirnya memutuskan untuk meminta Ted kembali padanya. Meski keduanya masih saling mencintai, namun Ted tidak bisa kembali menjalin hubungan dengan Sylvia karena Assia sedang hamil. Hal ini benar-benar membuat Sylvia terpukul dan ia memutuskan untuk bunuh diri.

--

film ini sangat berkesan bagi saya dan saya melihat diri saya pada Sylvia. Saya pernah berkata pada seseorang, ketika dia mengatakan hal yang sama pada saya, "Saya akan memastikan, dia tidak akan memiliki cerita yang sama dengan Sylvia." Saya berjanji itu padanya, but none promise me that I wouldn't have different story since i think i'll do the same as her one day... I'll make my theatrical

Tuesday, June 05, 2012

Sosial Media, the End of Gender?

0

Ada sebuah video menarik di TED berjudul Social Media, the End of Gender. Ini mengingatkan saya dengan discourse tentang internet sebagai genderless space, dimana gender doesn't matter. Benarkah? Saya rasa tidak, hingga saat ini saya masih percaya bahwa everything is gendered, even cyber-spaces. 

Video tersebut menekankan tentang internet dan marketing, dimana sebelumnya konsumen dibedakan sesuai dengan demografinya. Misalnya berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin dsb. Artinya jika anda berada dalam suatu kelompok demografi tertentu, anda memiliki kecenderungan tertentu. Pun demikian, saat ini sulit sekali untuk melakukan pengelompokkan tersebut, sehingga demografi bukanlah hal utama terlebih internet memungkinkan hal tersebut. Akibatnya, apa yang disukai seseorang itu yang lebih penting. Yang membuat saya tidak nyaman di sini adalah, kita ditrack online, berdasarkan apa yang kita lakukan di dunia maya. Hanya karena saya berkunjung ke sebuah dating situs, ketika saya berpikir untuk melakukan online field work untuk tugas kuliah, saya menjumpai iklan dating situs di blog saya. Atau karena saya sering mencari hostel atau penerbangan murah, terkadang ada iklan hostel dan penerbangan juga. 

Pun demikian, demografi ternyata masih penting juga. Pernah saya membuktikan dengan mengganti jenis kelamin saya menjadi laki-laki di Facebook dan mengatakan interested in men. Awalnya saya tidak melihat adanya perbedaan ketika saya memilih jenis kelamin perempuan dan interested in none. Namun kemudian, saya mendapatkan iklan tentang gay cities dan beberapa iklan produk yang ditujukan untuk laki-laki (e.g. pencukur kumis, dsb). Hal tersebut belum pernah saya dapatkan sebelum saya mengganti info pribadi saya di Facebook. 

Friday, May 04, 2012

sebuah surat untuk teman-teman kecilku

0



masihkah kalian ingat bersama kita ke museum Bahari? Rasanya masih jelas memori itu di ingatanku, bahkan hingga hari ini

Apa kabar kalian, kawan-kawan kecilku?

Kali ini kerinduan kepada kalian terasa sangat, bukan karena sepi yang merecah-recah atau penat yang tidak berkesudahan, tapi karena aku benar-benar merindu kalian. Aku mungkin tak bisa mengingat semua nama kalian, mungkin aku yang sudah menua untuk bisa mengingat nama kalian satu persatu; namun setiap memori yang kita lalui bersama masih tersimpan jelas di ingatanku.

Senja kala itu, ketika pertama kali aku menjejakkan kaki di tempat kalian tinggal, di utara ibukota. Mungkin adalah jodoh, jika kemudian kami memutuskan untuk berhenti di sebuah tempat tak jauh dari sungai yang tak lagi jernih airnya serta berbagai jenis sampah yang menggunung. Kami memutuskan untuk melangkah lebih jauh ke perkampungan itu, ke rumah-rumah yang berhimpit satu sama lain, sangat rapat.

Adalah kegelisahan yang menyeruak, ketika melangkah lebih jauh ke tempat kalian tinggal. Jika aku selalu menggerutu tentang masa kecil aku, tentang orang tuaku yang tak membelikan mainan baru, atau tak sering mengajakku berwisata ke tempat yang indah-indah di luar sana, luluh lantak semua itu. Mungkin karena keadaan hingga kalian tumbuh dewasa lebih cepat dan memahami realitas kehidupan yang sebenarnya. Atau terjebak dalam mimpi-mimpi yang ditawarkan tayangan televisi..

Adalah kegelisahan jika kemudian kami memutuskan untuk mengenal kalian, dalam sebuah tempat bernama “sabana.” Mungkin adalah harapan kami yang berlebihan untuk menjadikan ruang ini sebagai padang rumput di sana. Ini tidak hanya tentang kami yang berbagi sedikit ilmu yang dipunya, tapi juga tentang kami yang belajar dari kalian. Rasanya uang 120 ribu rupiah yang kusisihkan tiap bulan untuk membayar kontrakan, tempat kita bermain bersama tak sebanding dengan apa yang aku rasakan ketika bertemu kalian, kawan-kawan kecilku.
Masih ingatkah kalian dengan lagu yang sering kita nyanyikan bersama sebelum kita mulai acara “belajar” bersama?
            lihat kebun tebu, itulah kampungku
            ada sungainya dan ada rumahku
            setiap hari kubersihkan slalu
ingin rasanya, kujadikan indah

Masih teringat betapa antusiasnya kalian menyanyikan lagu itu, lagu sederhana gubahan kami dari lagu anak-anak “lihat kebunku.”

Kala itu, kami tak pernah tau kemana nantinya ‘sabana’ bermuara. Yang aku tau, ‘sabana’ membantuku menjadi kuat. Ketika aku terpuruk, sakit hati; bermain dan berinteraksi dengan kalian adalah bagian dari proses menyembuhkan. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk meninggalkan ‘sabana’ untuk sebuah mimpi yang lain. Hidup adalah pilihan, dan pilihan untuk meninggalkan kalian kala itu adalah pilihan yang berat dan menyakitkan bagiku.

Kadang bertanya, berartikah bagi kalian semua ini. Tapi tentu saja, ini bukan tentang membuat mie instant yang dalam waktu 10 menit sudah ada hasilnya. Meski ada rasa senang ketika mengajarkan kalian untuk bermimpi, sekaligus rasa sedih juga ketika menemui kalian bermimpi dan kenyataan mencabut mimpi itu hingga membuat jauh. Adalah Agung, dia anak yang cerdas dan tak jarang membantu kami dalam proses ‘belajar’ di sana. Dialah yang paling antusias dengan semua cerita yang kami ceritakan, tentang antariksa, tentang negeri-negeri yang jauh di sana atau tentang bung Karno yang tak pernah kehilangan semangat untuk membaca. Kenyataan membuatnya berhenti bermimpi sejalan dengan pupusnya harapan untuk bisa kembali bersekolah ketika kenyataan berkata lain. Alih-alih menjadi pilot seperti yang pernah ia katakan, berujung menjadi kuli angkut di pasar. Jika ada yang saya sesali dalam hidup saya, ini adalah salah satunya, tak benar-benar berusaha kala itu.

Jika boleh diberikan kesempatan lagi, ingin aku kembali belajar bersama kalian, meretas asa dan membangun mimpi bersama. 

Thursday, April 26, 2012

tolak lagu kamseupay

2

Seorang teman memposting di Facebook tentang lagu berjudul "Kamseupay" yang dinyanyikan Lolipop. Lagu tersebut memupuk diskriminasi sosial di kalangan anak-anak yang beranjak dewasa. Lagu tersebut juga menjadi soundtrack sinetron putih abu-abu. Penasaran dengan lagu tersebut, saya coba cari di Youtube dan mencermati lirik lagunya.Berikut adalah lirik lagu tersebut:
Jangan dekat-dekat denganku Karena kamu bukan level-ku Kita beda kasta, beda segalanya Jangan mimpi saingi aku Kalau kamu masih punya malu Modal dengkul aja, gak ada harganya Gaya lo… Tingkah lo… Muka lo… KAM-SE-U-PAY Gaya lo… Tingkah lo… Muka lo… KAM-SE-U-PAY Tak sudi berteman sama rakyat jelata Mendingan lo semua kelaut aja Lihat ku aduhai, gaya pun keren pandai Gak seperti lo semua yang, KAM-SE-U-PAY Ho… eoh eoh… Eoh eoh… Euwwww….. KAM-SE-U-PAY Jangan dekat-dekat denganku Karena kamu bukan level-ku Kita beda kasta, beda segalanya Jangan mimpi saingi aku Kalau kamu masih punya malu Modal dengkul aja, gak ada harganya Gaya lo… Tingkah lo… Muka lo… KAM-SE-U-PAY Gaya lo… Tingkah lo… Muka lo… KAM-SE-U-PAY Tak sudi berteman sama rakyat jelata Mendingan lo semua kelaut aja Lihat ku aduhai, gaya pun keren pandai Gak seperti lo semua yang, KAM-SE-U-PAY Ho… eoh eoh… Eoh eoh… Euwwww….. KAM-SE-U-PAY
Membaca lirik tersebut saya jadi geleng-geleng kepala sendiri dan yah saya setuju jika lagu ini memupuk dikriminasi sosial. Dilihat dari liriknya, lagu ini sejak awal sudah mengusung tentang perbedaan level, kasta dan sangat diskriminatif.
Jangan dekat-dekat denganku Karena kamu bukan level-ku Kita beda kasta, beda segalanya
Tak sudi berteman sama rakyat jelata Mendingan lo semua kelaut aja
Apa jadinya jika anak-anak dijejali lagu seperti ini? Ini sama saja mengajarkan untuk melakukan diskriminasi sosial. Saya sendiri tidak rela jika generasi muda sudah dijejali dengan hal-hal yang mengajarkan diskriminasi.

Sunday, January 22, 2012

Merindukan Ruang Publik yang Aman bagi Perempuan (dan Anak)

0

Miris hati saya, ketika pagi ini membaca sebuah tulisan "Mahasiswi Diperkosa Lima Pemuda di Angkot." Ini mengingatkan saya pada status mbak Mariana Amiruddin di FB beberapa hari yang lalu,
"Seorang ibu menunggu angkot di pinggir kota sendirian. Datanglah angkot kosong gelap. Saya panik, langsung saya beri tumpangan. Kebetulan satu tujuan. Lalu kami berdua diskusi soal perkosaan di angkot dan situasi kota yg memburuk."
Saya menjadi bertanya, apakah mimpi tentang ruang publik yang aman bagi perempuan (dan anak) masih jadi mimpi belaka di negeri ini? Beberapa waktu yang lalu ketika bertemu dengan kelompok perempuan di Turku (red: Finlandia), mereka bertanya apa yang membedakan hidup di Indonesia dengan di Turku dari perspektif saya yang perempuan. Agak sulit menjawabnya, ada beberapa hal yang membuat saya turn green with envy dengan keadaan di sini. Salah satunya adalah rasa aman, meski malam atau dini hari saya masih berada di jalan yang sepi dan gelap, sendirian; namun saya merasa aman. Tidak ada street harassment yang biasa saya dapati atau saksikan di Indonesia, entah itu komentar dari sekelompok orang (laki-laki) atau siulan. Hal yang sama saya rasakan ketika berada di Thailand, meski tentu saja kadar rasa amannya tidak setinggi di sini. 

 Saya kemudian bertanya, akankah ketika kembali nanti ke negeri tercinta ruang publik sudah menjadi tempat yang aman bagi perempuan. Ketika berbicara tentang ruang publik dan rasa aman, kemudian saya teringat dengan pernyataan seorang tokoh yang menyalahkan busana yang dipakai perempuan. Ah.. kembali perempuan menjadi yang paling bertanggungjawab atas urusan moral. Tubuh perempuan disalahkan dan bagaimana perempuan berbusana menjadi hal yang dituding sebagai penyebab ketidakamanan pada perempuan. Permasalahannya apakah pada perempuan dan busana yang dikenakannya atau pada cara pandang yang menjadikan perempuan sebagai objek? Ketika masyarakat saling menghormati dan menghargai satu sama lain, tidak memandang pihak yang lain sebagai objek, ruang publik yang aman bagi perempuan (dan anak) bahkan bagi siapa pun tentu saja bukan impian belaka. ----

Tuesday, January 17, 2012

Resensi: The Girl Who Leapt Through Time

0

Title : The Girl Who Leapt Through Time (Toki o Kakeru Shōjo) 
Year : 2006 

Seandainya saja kita bisa mengulang waktu... 
Kata-kata itu acapkali kita dengar, dan bagaimana jika bisa? Akankah menjadi hal yang berbeda? Benarkah itu yang kita inginkan? 

Makoto, seorang remaja Jepang yang tinggal di Tokyo secara tak sengaja memiliki kemampuan untuk melakukan perjalanan waktu, semenjak dia selamat dari tabrakan dengan kereta api akibat rem sepedanya oblong. Makoto menggunakan kemampuannya untuk berbagai hal, dari memperbaiki nilai ujian, makan puding yang sebelumnya dimakan adiknya, karaoke hingga 10 jam, memakan makanan kesukaannya, membantu seseorang mengungkapkan perasaannya, menghindari 'kecelakaan' di kelas, bahkan mencegah kematian seseorang. Melihat film ini, kadang Makoto menggunakan kemampuannya itu untuk hal yang tidak seperlunya. Dan siapa sangka kemampuan itu ternyata memiliki batasannya. Memiliki kemampuan tersebut rasanya cool dan mungkin kita berpikir bisa melakukan hal yang lebih baik jika bisa mengulang waktu. Kita bisa dengan mudah kembali ke waktu dengan moment yang kita suka atau memperbaiki sesuatu.
"Kamu bisa melakukan perjalanan waktu, tapi pernahkah berpikir mungkin ada seseorang yang menderita karena hal itu?"
demikian kira-kira kata bibi Makoto yang dipanggilnya aunty witch. Benar saja, ketika Makoto menyadari perasaannya pada Chiaki, dia menyesal telah melakukan pengulangan waktu berkali-kali untuk menghindari Chiaki menyatakan perasaannya. Terlebih ketika mengetahui Chiaki akan menghilang. 

Bagaimana kelanjutan kisah Makoto dan Chiaki? Atau bagaimana Makoto memanfaatkan kemampuannya itu? Bisa diikuti dengan menonton filmnya langsung. Menurut saya film ini cukup bagus dan mengandung pesan moral yang tentu saja sangat subjektif tergantung masing-masing dari kita. Finally, film ini cukup worthed untuk ditonton.

Monday, October 17, 2011

sejenak membincangkan cinta dalam sajak 'Aku Ingin'

0


Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikanya abu
Aku ingin mecintaimu dengan sederhana:
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Sapardi Djoko Damono, (1989)



Mungkin cinta adalah tema yang paling sering kita dengar saban hari, entah di televisi, roman, lagu atau dalam kehidupan sehari-hari. Membincangkan tentang cinta membuat saya teringat dengan sajak Aku Ingin-nya Sapardi Djoko Damono. Puisi ini cukup populer, jika tidak percaya anda bisa menggooglingnya dan akan keluar berlembar-lembar hasil termasuk musikalisasi puisi tersebut. Mungkin andapun akan menemukan video karya saya di sini, wah kenapa saya malah jadi promosi ya ^_^ hehehe.. back to the topic



Puisi ini mungkin terkesan sederhana, namun sejatinya mengandung makna yang dalam (setidaknya bagi saya). Untaian kata-kata tersebut menyentuh benar dalam diri saya, salah satu kepiawaian SDD adalah meramu kata-kata dan ini adalah salah satunya. Bahkan hingga kini saya masih berusaha memaknai untaian kata dalam sajak itu.

mencinta dengan sederhana
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Saya menjadi bertanya bagaimanakah itu mencintai dengan sederhana? Cinta dalam wajah yang sederhana, tanpa ada kerumitan atau hal-hal yang 'wah'. Membaca sajak 'Aku Ingin', SDD menghadirkan wajah kesederhanaan cinta dalam peniadaan sebagaimana hubungan api dan kayu atau awan dan hujan.

Mencermati kata-kata tersebut, membuat saya berpikir tentang unconditional love. Hubungan kayu dan api dan awan dan hujan, mungkin adalah hubungan yang tak pernah kita pikirkan. Rasa-rasanya hubungan tersebut adalah suatu yang normal adanya, mungkin demikianlah pengorbanan, tak mengharap berbalas. Suatu hubungan yang tulus mungkin.

Kadang menjadi bertanya, kenapa mencintai seseorang, andai dia adalah pembunuh, masihkah mencintainya? andai dia bukan anak kita, masihkah mencintainya? dan masih banyak andai andai yang lain tentu saja. Cinta.. dan pada akhirnya saya hanya bisa mengutip kata-kata Joni Mitchell,
....and still somehow I really don't know love at all.

Mungkinkah saya yang membuat cinta menjadi sebuah rumusan yang complicated dan tak berusaha mennyederhanakannya? entahlah.. Mungkin saya masih terjebak dengan definisi atau apalah tentang cinta atau mungkin bagaimana menyebut perasaan saya. Menjadi bertanya apakah saya sudah benar-benar mencinta? Mencinta dengan sederhana sebagaimana yang tertuang dalam sajak aku ingin.

Atau mungkin ini adalah bentuk cinta yang lain. Cinta tuhan kepada makhluknya...

Wednesday, July 01, 2009

Ulang Tahun Jakarta: Menjadikan Jakarta Kota Ramah Anak

0

500 tahun yang lalu, Jakarta adalah sebuah bandar kecil di muara sungai Ciliwung. Kota bandar itu kemudian berkembang menjadi bandar internasional yang ramai. Dalam laporan para penulis Eropa pada abad XVI, kota itu disebutkan sebagai sebuah kota bernama Kalapa yang menjadi Bandar Kerajaan Hindu bernama Sunda yang beribukota di Pajajaran. Dalam upaya pencarian akan rempah-rempah, Portugis menduduki kota tersebut. Selanjutnya, Kalapa berhasil dikuasai oleh seorang muda bernama Fatahillah yang kemudian mengganti nama Kalapa menjadi Jayakarta pada tanggal 22 Juni 1527 (yang kemudian menjadi hari ulang tahun kota Jakarta). Pada akhir abad XVI, Jayakarta dikuasai oleh VOC, dan diubah namanya menjadi Batavia. Batavia selanjutnya menjadi pusat perekonomian dan pemerintahan. (http://www.my-indonesia.info/page.php?ic=1197&id=1461). 

 22 Juni yang lalu, Jakarta merayakan ulang tahunnya ke-482, sebuah perjalanan yang cukup panjang tentunya. Momen ini cukup istimewa, mengingat yang berulang tahun adalah ibukota negara. Berbagai even pun digelar, sebut saja Festival Passer Baru, Pekan Raya Jakarta hingga banjir diskon di beberapa tempat. Adalah menarik untuk melihat fenomena anak di Jakarta, mengingat jumlah anak di Jakarta cukup banyak, sekitar 60-70% dari jumlah populasi di Jakarta. 

Kota Ramah Anak
Ide tentang kota diawali dengan penelitian tentang Childern’s Perception of the Environment oleh Kevin Lynch (arsitek dari Massachusetts Institute of Technology) di 4 kota, yaitu Melbourne, Warsawa, Salta dan Mexico City pada tahun 1971 – 1975, dalam rangka program Growing Up in the City yang disponsori oleh UNESCO. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa lingkungan kota yang terbaik bagi anak adalah yang memiliki komuniti yang kuat secara fisik dan sosial, mempunyai aturan yang tegas dan jelas, yang memberi kesempatan kepada anak; dan fasilitas pendidikan yang mampu memberi kesempatan bagi anak untuk mempelajari dan menyelidiki lingkungan serta dunia mereka. Dalam tataran internasional, terkait dengan hal anak, PBB telah mengadopsi Konvensi Hak Anak Tahun 1989, yang didalamnya memuat 4 hak pokok anak, yaitu hak hidup, perlindungan, tumbuh kembang dan partisipasi. Selain itu, terdapat pula prinsip-prinsip yang harus diperhatikan, yaitu non diskriminasi dan mengutamakan yang terbaik untuk anak (the best interested of child). Pada KTT Bumi di Rio de Janeiro tahun 1992, disepakati prinsip-prinsip Agenda 21, yaitu Program Aksi untuk Pembangunan Berkelanjutan. Pada Bab 25 Agenda 21 dinyatakan bahwa anak dan remaja merupakan salah satu major group yang dilibatkan untuk melindungi lingkungan dan kegiatan masyarakat yang sesuai dan berkelanjutan. Bab 28 Agenda 21 juga menjadi rujukan bahwa remaja berperan serta dalam pengelolaan lingkungan. Penelitian Kevin Lynch kemudian ditinjau kembali, dan dilakukan penelitian serupa oleh Dr Louse Chawla dari Children and Environment Program of the Norwegian Centre for Child Research yang diseponsori oleh UNESCO dan Child Watch International di Argentina (Buenos Aires dan Salta), Australia (Melbourne), Inggris (Northampton), India (Bangalore), Norwegia (Trondheim), Polandia (Warsawa), Afrika Selatan (Johannesburg) dan Amerika Serikat (Oaklands dan California). Selanjutnya, pada Konferensi Habitat II di Istambul, Turki pada tahun 1996 ditandatangani sebuah Program Aksi untuk Membuat Permukiman yang lebih nyaman untuk ditempati dan berkelanjutan. Dalam pasal 13, secara spesifik ditegaskan bahwa anak dan remaja harus mempunyai tempat tinggal yang layak, terlibat dalam proses pengambilan keputusan, terpenuhinya kebutuhan dan peran anak dalam bermain di komunitinya. 

Sunday, May 10, 2009

laki-laki dan biolanya

0

Judul : Chicken with Plums (Ayam dengan Plum) 
Jenis : graphic novel 
Pengarang : Marjane Satrapi 
Penerbit : Gramedia 
Jumlah hal: 84 hal 

Buku ini punya arti banyak buat saya.. Bukunya saya beli di Gramedia Botani Square Bogor. Begitu lihat buku Marjane Satrapi, langsung saja dibeli. Untung ada uang tahun baru, jadi bisa dipake buat beli buku... 

Sedih y.. seperti cerita Nasser Ali, paman Satrapi yang diceritakan di buku ini. Mengambil setting di Iran tahun 1958. Nasser Ali menikahi Nahid, meskipun ia tidak mencintainya karena sebenarnya Nasser Ali mencintai Irene namun tak direstui ayah Irene sebab profesinya sebagai seniman. Nasser Ali memiliki 4 orang anak (excuse me..? katanya nggak cinta tapi sampe punya anak 4..).

Saturday, January 10, 2009

Resensi Film: turtle can fly

1

wah..hari ini saya menonton film ini kembali. Jadi ingat, saat terakhir menontonnya. kapan coba? 2 tahun lalu di cikole lembang bareng sama anak-anak. emp..gimana ya kabarnya kawan-kawan kecilku itu? 

Film ini asli bagus banget yang menceritakan perang dalam perspektif anak-anak, yang berlatarbelakang perang Irak-Amerika Serikat. Anak-anak ini kehilangan orang tuanya yang dibunuh massal saat perang. Anak-anak ini sebagian besar cacat karena ledakan bom, entah itu kehilangan kaki, tangan atau buta. Anak-anak ini dipimpin oleh seorang anak laki-laki yang dipanggil "Satelit" karena mampu mengakses parabola di desa yang saat itu menjadi tempat pengungsian. Satelit mengerahkan anak-anak tersebut untuk bekerja mencari ranjau yang kemudian dipertukarkan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Di antara anak-anak tersebut, terdapat 3 orang anak. Anak laki-laki yang tidak memiliki tangan dan memiliki kemampuan meramal, anak perempuan berumur 13 tahun bernama Agrin dan seorang balita berumur 3 tahun yang matanya buta. Dan cinta kemudian datang pada Satelit kepada anak perempuan tersebut. Ini membuat Satelit mengusahakan tali kepada gadis tersebut, padahal tali termasuk barang yang cukup sulit didapatkan, membawakan air untuk gadis tersebut, mencarikan ikan mas serta mengusahakan masker oksigen. perang telah membawa anak pada situasi yang sangat rentan. Bagaimana Agrin yang kemudian mempunyai anak karena diperkosa oleh tentara Amerika. Karena peristiwa tersebut Agrin menjadi membenci anaknya dan berusaha untuk membunuhnya. Agrin kemudian menenggelamkan anaknya ke danau yang airnya sudah tercemar oleh bahan kimia dan kemudian menjatuhkan dirinya ke jurang.

Tuesday, November 25, 2008

Maria Walanda Maramis, Pejuang Emansipasi Perempuan dari Sulawesi

0

Tidak banyak tulisan yang mengungkapkan tentang Maria Walanda Maramis. Padahal apabila melihat sepak terjang beliau, cukup memberikan kontribusi dalam sejarah emansipasi perempuan di negeri ini. 

Maria Josephine Chaterine Maramis, atau lebih dikenal dengan nama Maria Walanda Maramis, lahir di Kema, sebuah kota kecil di Kabupaten Minahasa Utara pada tanggal 1 Desember 1872. Maria adalah anak ketiga dari tiga bersaudara, kakak perempuannya bernama Antje dan kakak laki-lakinya bernama Andries. Andries kemudian terlibat dalam pergolakan kemerdakaan Indonesia. 

Ketika berumur 6 tahun, kedua orang tua Maria meninggal dan Maria beserta saudara-saudaranya dibawa oleh Pamannya (Rotinsulu) ke Maumbi. Di sana Maria dan Antje disekolahkan di Sekolah Melayu di Maumbi. Sekolah ini setingkat Sekolah Dasar, dimana para siswanya belajar membaca dan menulis serta sedikit ilmu pengetahuan dan sejarah. Pada saat itu, pendidikan bagi perempuan sangat rendah, karena mereka diharapkan untuk menikah dan mengasuh anak. Berutung, Paman Maria, Rotinsulu merupakan orang terpandang dan memiliki banyak teman yang pada umumnya orang Belanda, sehingga Maria memiliki pergaulan yang luas meskipun hanya mendapatkan pendidikan sekolah dasar. Maria akrab dengan salah satu keluarga pendeta Belanda, Ten Hoeven. Pendeta yang mempunyai pandangan luas di bidang pendidikan tersebut sangat mempengaruhi jiwa Maria. Maria kemudian bercita-cita untuk memajukan perempuan Minahasa. Ini tidak lepas dari keadaan saat itu, dimana adat istiadat merupakan hambatan bagi kaum perempuan. Akibat pendidikan yang rendah, banyak perempuan kurang mengerti tentang persoalan kesehatan, rumah tangga dan mengasuh anak. 

Maria menikah pada umur 18 tahun dengan Yosephine Frederik Calusung Walanda, seorang guru bahasa di HIS Manado. Dari suaminya, Maria banyak belajar tentang bahasa dan pengetahuan lain seperti keadaan masyarakat di Sulawesi. Pada bulan Juli 1917, dengan bantuan suaminya serta kawan-kawannya yang lain, Maria mendirikan PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya). Organisasi ini bertujuan untuk mendidik kaum perempuan dalam hal rumah tangga, seperti memasak, menjahit, merawat bayi, pekerjaan tangan dan sebagainya. Maria berpendapat bahwa perempuan adalah tiang keluarga, dimana di pundak perempuan inilah tergantung masa depan anak-anak. Oleh karenanya, perempuan perlu mendapatkan pendidikan yang baik. Maria juga melihat kenyataan di masyarakat, dimana banyak anak perempuan yang bersekolah dan mempunyai keahlian seperti juru rawat dan bidan namun akhirnya menjadi ibu rumah tangga biasa. 

Melalui tulisannya di harian Tjahaja Siang di Manado, Maria mengemukakan pemikiran-pemikirannya tentang perempuan. Kepada ibu-ibu terkemukan di daerah lain, Maria menganjurkan agar mendirikan cabang PIKAT. Kemudian tumbuh cabang-cabang PIKAT di Minahasa, seperti di Maumbi, Tondano, Sangirtalaud, Gorontalo, Poso dan Motoling. Cabang PIKAT juga terdapat di Jawa dan Kalimantan, yaitu di Batavia, Bandung, Bogor, Cimahi, Magelang, Surabaya, Balikpapan, Sangusangu dan Kotaraja. Pada tanggal 2 Juli 1918 di Manado didirikan sekolah rumah tangga untuk perempuan-perempuan muda, yaitu Huishound School PIKAT. Untuk menambah pemasukan uang, Maria menjual kue-kue dan pekerjaan tangan. Inisiatif Maria ini kemudian membuat hampir setiap orang terpandang di Manado memberikan sumbangan untuk sekolah tersebut. Selain itu Maria juga mengadakan pertunjukkan sandiwara Pingkan Mogogumoy, sebuah cerita klasik Minahasa. Berkat usahanya tersebut, berhasil didirikan gedung sekolah dan asrama. Hampir setiap bulan Maria mengadakan rapat dengan pengurus cabang setempat, seperti Pandano, Tomohon, Amurang, Airmadidi, dan Bolang Mongondow. Maria juga selalu menanamkan rasa kebangsaan di hati kaum perempuan, dengan menganjurkan memakai pakaian daerah dan berbahasa Indonesia. Pada tahun 1932, PIKAT mendirikan Opieiding School Var Vak Onderwijs Zeressen atau Sekolah Kejuruan Putri. 

Maria juga aktif untuk mewujudkan cita-citanya, agar kaum perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Maria juga yakin bahwa perempuan mampu mengikuti pelajaran yang lebih tinggi seperti laki-laki. Selain itu, Maria juga berusaha agar perempuan diberi tempat dalam urusan politik, seperti duduk dalam keanggotaan Dewan Kota atau Volksraad (Dewan Rakyat). Pada tanggal 22 April 1924, Maria meninggal dunia. 45 tahun kemudian, Maria dianugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

Friday, April 11, 2008

sebuah kisah tentang pencarian diri

0

Judul Buku : Ahaaa! : The Wonder Spot 
Pengarang : Melissa Bank 
Penerbit : Gagas Media 
Tahun Terbit : 2007 
Jumlah Halaman : viii + 478 halaman 

Buku ini menceritakan tentang Sophie – seorang gadis Yahudi—dalam perjalanan hidupnya. Tentu saja dalam perspektif seorang gadis dalam masa perkembangannya. Tentang bagaimana Shopie kecil yang tidak ingin merayakan bat mitzvah-nya (perayaan ketika seorang anak perempuan telah beranjak remaja), ini tentu saja bertentangan dengan keluarganya yang menjadi pengikut Yahudi yang taat. Keinginan Sophie itu, langsung mendapat kecaman dari keluarganya. 

Kisah terus berlanjut, tentang Sophie yang sulit mencari kerja selepas kuliah. Sebuah fenomena yang banyak terjadi dalam dunia nyata… sophie kemudian bekerja keras untuk meningkatkan kemampuan mengetiknya dan akhirnya berhasil menjadi asisten editor di sebuah penerbitan. 

Sophie dihadapkan pada pencarian dirinya, tentang siapa dia, orang-orang di sekelilingnya, orang-orang yang dicintainya, serta pekerjaan apa yang benar-benar disukainya. Pertanyaan tentang siapa saya? Mungkin jenis pertanyaan yang paling sering kita lontarkan… hidup seringkali menyisakan pertanyaan, tentang apa yang kita sukai, cintai, dan banyak hal lain. 

Dunia memang tidak selamanya berjalan seperti apa yang kita inginkan. Itu pula yang terjadi pada Sophie, dan mungkin Sophie Sophie yang lain. Namun yang terpenting adalah bagaimana kita memaknai segala hal yang terjadi, sebab itu adalah kekayaan dalam hidup yang akan mendewasakan. Membaca buku ini sama dengan mengikuti perjalan hidup Sophie, perkembangan pola pikirnya… Hingga akhirnya dia menemukan ‘the wonder spot’ dalam hidupnya. Ini tentu saja mengajak pembaca untuk menemukan pula ‘the wonder spot’ dalam hidupnya. Jika kita, berpikir sejenak, merenung dan berpikir positif, maka Ahaaa!! Anda pasti akan menemukan hal yang anda cari. Pun demikian, menurut saya, dalam buku tersebut tidak semua hal diceritakan, sehingga membuat ada keping yang hilang. Dari satu periode ke periode yang lain seakan meloncat. Namun, buku ini cukup menarik untuk dibaca.